Bina Maira Ranjani
Selesai subuhan, gue langsung menyuruh Bani untuk kembali tidur. Hari ini, Bani gak ke Kafe, gue juga gak pergi ke kantor. Selain karena ingin menemani Bani di rumah, perut gue juga terasa gak nyaman sejak tadi pagi yang bahkan membuat gue sempat muntah-muntah. Dalam hati gue meminta pada si calon adik agar bisa diajak kerja sama untuk gak membuat gue sulit, karena gue memikirkan Bani yang sepertinya butuh diperhatikan lebih setelah kejadian kemarin.
Omong-omong kejadian kemarin, gue baru aja menyuruh Janu untuk datang melayat ke tempatnya Celline untuk mewakili gue dan Bani, untungnya Janu setuju.
Sebenernya gue masih terkejut mengetahui fakta bahwa Bani sudah mengenal Janu lama, dia bilang Janu adalah kakak kelas dan teman dekatnya dulu yang pernah dekat juga dengan Bina, kakak kembarnya. Gue diceritakan sedikit mengenai masalah mereka, dan kalau gue jadi Bani, tentu gue juga akan melakukan hal yang sama, maksudnya... membenci Janu.
Gue jadi tau sekarang kenapa Bani sulit percaya sama orang dan gak pernah punya sahabat yang dekat banget, kalau gue masih punya Fany, tapi Bani, sejauh ini dia gak pernah ngenalin ke gue sahabat yang benar-benar dekat dengannya, semua itu mungkin karena dia pernah ditinggalkan oleh orang terdekatnya dulu dimana Janu orangnya.
Setelah menelpon Janu di luar kamar tadi, gue menghampiri Bani yang sedang meringkuk di atas kasur dengan mata terpejam. Gue duduk di sisi kasur, mengusap pelan rambutnya yang malah langsung membangunkannya."Eh, maaf ya kebangun."
"Aku belum tidur, nunggu kamu."
"Sekarang aku udah di sini, tidur ya?"
"Boboan juga dong bun sini....," dia menepuk sisi kosong di hadapannya.
"Apa perut kamu masih mual?"Iya sedikit
Tapi yang gue jawab, "Enggak kok," sambil mengambil posisi untuk berbaring menyamping di hadapan Bani.
"Mau aku setelin musik biar rame? Siapa tau kamu jadi lebih gampang tidur."
Bani menggeleng, "Kamu boleh dongengin aku aja gak?"
Gue terkekeh sambil mencubit hidungnya, "Dasar bayi gede! Kayak Keenan aja mintanya di dongengin."
"Suara kamu lebih merdu bun dari semua musik di dunia."
"Halah!!!"
"Beneran tau!"
"Dongengin apa? Mau aku bacain buku dongeng Keenan?"
"Kamu cerita apa aja kek gitu, yang penting aku denger suara kamu. Agak kencengan ya biar suara-suara halu itu kalah."
"Emang kamu masih denger suara-suara itu?"
"Enggak sih, takutnya aja."
"Ya udah sekarang matanya merem."
KAMU SEDANG MEMBACA
Echoes (Bina & Bani 2)
FanfictionEach tragedy, each echo, shatters their fragile peace, plunging them into a relentless cycle of grief and guilt.