23

82 14 18
                                    

Bani Hanif Ashraf

Tok...tok...tok

Ceklek

Ketukan pintu gue tadi langsung menampakan sosok yang memang ingin gue temui di kamar hotel yang letaknya hanya selisih 1 lantai dengan kamar mbak Bina.

"Kenapa?" Tanyanya dengan wajah heran saat mendapati gue di sini.

"Nyebat gak lo?"

Tentu aja orang ini bingung waktu tiba-tiba gue tanya begitu, "Hah?"

"Hah heh hoh! Lo gak ngerti nyebat? Udud ilah! Ngerokok!"

"Ngerti, tapi maksudnya lo ngajak gue nyebat?" Tatapannya bukan heran lagi sekarang tapi curiga.

"Iye! Masa gue ajak nyebat anak lanang gue? Nanti masih 20 tahun lagi itu mah."

Dia mengangkat sebekah alisnya, "Ada yang mau lo omongin?" Peka juga ya dia.

"Iya, sekalian, tapi nyantai aja, makanya gue ajak nyebat."

"Tumben."

"Yee... mau apa kagak?"

"Yaudah."

***

Dan di sinilah kami, di restoran hotel bagian outdoor ,duduk di kursi yang menghadap langsung ke jalanan, hingga kita bisa melihat keramaian kota Jogja malam hari yang sebenarnya gak begitu ramai juga.

"Gue kira lo mau ngelabrak gue karena udah pergi sama isteri dan anak lo," ucapnya sembari menyodorkan gue korek saat gue sedang mencari-cari dimana korek gue, kayaknya emang gak ada, ketinggalan di rumah sakit.

Gue menerima korek itu untuk gue pakai menyalakan rokok sebelum menghisap rokok tersebut,"Lah ini kan gue labrak!" jawab gue bersamaan dengan menghembuskan asap rokok keluar.

"Jadi apa yang mau diomongin? Tumben banget lo mau ngomong sama gue, biasanya liat muka gue aja ogah!"

Gue tersenyum miring mendengar itu, kalau udah gini kalian tau kan siapa yang jadi lawan bicara gue sekarang? Iya... si Janu. Setelah ngomong gitu, dia baru menyalakan rokoknya.

"Emang! Sekarang juga ogah sebenernya!"

"Terus?"

"Lo naksir gak sih sama isteri gue?" tanya gue to the point.

Dia tertawa kecil, "Emang lo liat itu dari gue?"

"Justru itu, gue gak liat itu dari lo, tapi gue gak tau di belakang gue dan gimana hati lo sebenernya. Jujur aja deh bang! Masalahnya lo ketemu dia tiap hari, apalagi pas gue gak ada! Demen gak lo sama mbak Bina?"

Dia meringis kecil mendengar sewotan gue, "Beneran dilabrak gue ternyata!"

"Gue kan bilang!"

"Enggak Bani, gue gak naksir isteri lo."

Gue memicingkan mata, menampakan wajah gak percaya, "Masa? Tapi lo kok baik banget sama dia? Nemenin atasan pergi kayak gini kan bukan jobdesk sekertaris."

"Soal ini, gue emang pure mau bantu isteri lo. Hampir tiap hari dia ke kantor dengan wajah sembabnya, gak jarang juga gue mergokin dia nangis, ditambah perutnya yang suka kram dan sakit. Gue cuma empati aja."

Ya ampun, berasa diingetin lagi tentang dosa gue yang itu, sampe pas denger kesaksian tersebut, hati gue ngilu bayangin mbak Bina sesuai deskripsi dari bang Janu.

"Jadi cuma karena empati?" tanya gue, mencoba fokus pads topik ini.

"Sebenernya lebih dari itu."

Gue melotot, "Tuh kan! Ngaku juga lo kodok empang!"

Echoes (Bina & Bani 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang