Vote dan comment^^
***
Bani Hanif Ashraf
Brakkk....
Tidur gue yang baru 2 jam itu terganggu ketika ada suara benda jatuh yang langsung membangunkan gue. Saat menoleh gue sudah melihat mbak Bina yang berlari kecil keluar kamar dengan buku-buku yang biasanya di nakas samping sisi mbak Bina tidur itu kini tergeletak di lantai, mungkin mbak Bina gak sengaja menjatuhkannya.
"Sayang kamu kenapa?" Tanya gue saat melihat isteri gue seperti terburu-buru keluar kamar dan menuruni tangga sambil menutup mulutnya sendiri.
Karena gak mendapat jawaban, akhirnya gue pun mengikutinya.
Hoekkk....
Mata gue membulat ketika mendengar suara itu dari kamar mandi yang menjadi tujuan mbak Bina.
"Buna... kenapa?" Gue menghampiri isteri gue yang sudah membungkuk di depan kloset setelah mengeluarkan isi perutnya.
"Kayaknya aku mulai mual-mual," ucap mbak Bina.
Gue menatapnya isteri gue yang masih memegangi perutnya itu khawatir, belum juga gue menjawab, mbak Bina sudah kembali menghadap kloset untuk muntah kembali.
Rambutnya yang gak diikat itu otomatis berjatuhan ke bawah, gue pun meraih rambutnya itu untuk gue ikat dengan tangan kanan gue sedangkan tangan kiri gue gunakan untuk memijat leher belakangnya.
"Udah sayang?" Tanya gue setelah mbak Bina berhenti.
Isteri gue itu mengangguk. Gue langsung memapahnya untuk keluar dari kamar mandi dan membawanya duduk di sofa.
Gue seka bibirnya dengan tisu yang gue ambil di atas meja, dan gue bantu untuk mengikat rambutnya menggunakan ikat rambut yang ia gelangkan di pergelangan tangannya.
"Sebentar aku ambil minum sama minyak kayu putih dulu ya," ucap gue sebelum beranjak ke dapur untuk mengambil minum dilanjut mengambil kotak obat yang ada di laci televisi dimana minyak kayu putih itu berada, lalu kembali duduk di samping mbak Bina.
Setelah menyodorkan minum pada mbak Bina, gue mengangkat sedikit baju tidurnya lalu gue usapkan sedikit minyak kayu putih di perutnya.
"Gak usah ke kantor dulu ya?" pinta gue.
"Kan hari ini mau ke pemakaman Celline, buat wakilin kamu."
Gue menggeleng, "Gak usah, aku bilang kan gak baik ibu hamil ke pemakaman."
"Tapi aku gak mau kamu yang datang."
"Iya, aku gak datang juga, suruh aja sekertaris kamu buat wakilin."
"Janu?"
"Iya."
"Tumben."
"Ya manfaatin dia aja biar ada gunanya, toh dia pergi sendiri, gak sama kamu."
Mbak Bina tersenyum tipis, "Iya nanti aku minta tolong sama Janu."
Dan gue pun hanya mengangguk sambil menguap karena gagal menahan rasa kantuk gue ini.
"Gimana tidur kamu?" Melihat gue yang menguap, mbak Bina bertanya setelahnya.
"Aman."
"Bohong."
"Aku tidur kok bun."
KAMU SEDANG MEMBACA
Echoes (Bina & Bani 2)
FanfictionEach tragedy, each echo, shatters their fragile peace, plunging them into a relentless cycle of grief and guilt.