Toko kopi yang berada di daerah Pleret, Bantul, itu memiliki ukuran yang kecil, hanya sepetak ruko sebesar counter penjualan pulsa. Meski kecil, rak-rak kayu yang memenuhi ruangna ini dipenuhi oleh stoples-stoples kaca berisi biji kopi. Terdapat 75 varian kopi Indonesia yang dijual di sini, begitu klaim yang tertulis pada spanduk besar yang dipampang di bagian depan bangunan toko.
Jarak dari rumah Pansa menuju toko ini kurang lebih 28 kilometer. Cinta sama sekali tidak melayangkan protes karena harus menempuh jarak sejauh ini. Ia justru senang karena dapat menghabiskan satu jam bersama kekasihnya, meski keduanya lebih sering diam.
Pansa mengobrol dengan penjaga toko kopi ini. Seorang laki-laki yang tampaknya seumuran dengan Cinta. Mereka mulai mengobrol serius. Pansa menyebutkan jenis-jenis dan varietas kopi yang tidak Cinta mengerti.
Cinta duduk pada salah satu bangku yang berada di sana. Membiarkan Pansa hanyut dalam dunianya sendiri. Lima belas menit berselang, Pansa mengikuti Cinta untuk duduk.
"Sudah?" Cinta bertanya
"Sedang digiling dan dikemas."
Tidak lama kemudian, laki-laki lain yang lebih tua dari penjaga toko itu datang, menyuguhkan dua cangkir kopi hitam panas. "Ini salah satu best seller di tempat kami. Gayo Wine. Monggo disambi."
Pansa menghirup aroma kopi tersebut. Wangi buah-buahan yang manis merasuk ke hidungnya. "Ini masuknya arabika, ya, Mas?" Tanyanya sebelum menyeruput kopi tersebut.
"Iya. Gayo Wine cuma tersedia jenis arabika, dan kebetulan seluruh jenis kopi Gayo yang kami jual hanya tersedia varietas arabika."
Lelaki itu masih berdiri di tempatnya menunggu komentar Pansa tentang kopi Gayo Wine yang telah ia sajikan.
Pansa menyeruput kopi itu sekali, wajahnya datar. Disruputnya untuk kedua kali. Wajahnya masih datar. "Iya, ada hint seperti wine, dikit."
Lelaki itu tersenyum. "Karena proses pembuatannya difermentasi seperti wine." Lelaki itu mengalihkan pandangannya pada Cinta, "monggo Mbak, diminum. Saya permisi dulu."
Cinta hanya tersenyum, ia tidak minum kopi hitam, tetapi tidak mungkin menolaknya terang-terangan.
"Nggak suka?" Pansa bertanya pada Cinta yang hanya mendiamkan kopi di hadapannya.
Cinta menggeleng.
"Dicoba dulu. Nanti kalau memang ngga suka, aku minum."
Cinta menuruti saran Pansa. Disesapnya kopi yang masih panas itu. Begitu kopi hitam itu membanjiri lidahnya, alisnya berkerut, dengan penuh keterpaksaan ditelannya kopi yang memenuhi mulutnya. Cinta tidak mengerti, kenapa kekasihnya begitu meyukai barang pahit itu.
"Kecut, ya?"
"Pahit."
"Tapi, ada hint asamnya, kan?"
"Nggak tahu, nggak suka." Cinta tampak sangat tersiksa
Pansa tersenyum iba, tidak tega melihat kekasihnya. Diambil alihnya kopi jatah Cinta, diminumnya kopi itu dalam beberapa kali teguk hingga habis.
"Sampai rumah bikin americano ice enak nih, cuacanya mendukung." Pansa bercelutuk.
"Kamu barusan minum dua cangkir kopi." Cinta melayangkan protes.
"Kan, bukan es."
Cinta mendengus kesal. "Bikin es cokelat saja, ya?" Ia menawarkan
"Emang punya cokelat bubuk."
"Aku punya."
"Buatin."
"Iya, nanti aku buatkan."
Tak lama kemudian penjaga toko tadi memanggil Pansa, menyerahkan sebuah tas berisi kopi yang telah digiling. Usai Pansa membayar belanjaannya keduanya bergegas pulang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Di Kehidupan Lain, Mari Jatuh Cinta Lagi
Fiksi PenggemarMilk x Love Indonesia AU Pada kehidupan lain, mari jatuh cinta lagi. Jika kita reinkarnasi berkali-kali, berkali-kali pula aku ingin jatuh cinta lagi denganmu. Entah berakhir bersama, atau berakhir yang sama. Aku akan selalu jatuh cinta denganmu.