8. Dua kepribadian?

1.9K 179 2
                                    


**

Matahari bersinar begitu terang siang hari ini. Panasnya menyengat membuat suhu tubuh meningkat. Sekarang pukul dua belas, artinya jam istirahat kedua pun tiba.

The Eclipse sudah berkumpul di kantin untuk mengisi perut kosong mereka, karena untuk sementara ini mereka harus merelakan waktu istirahat pertama dipakai latihan band.

Oline selesai makan lebih dulu dibanding teman-temannya yang lain. Ia berpamitan untuk pergi duluan karena ingin ke toilet katanya.

Sepulang dari toilet, langkahnya terhenti di lorong koridor yang sepi.
Sebuah dentingan piano menarik perhatiannya. Oline mendekati sumber suara.

Pintu ruang musik itu sedikit terbuka. Dengan rasa penasarannya, ia memasuki ruangan tersebut. Alunan musik yang indah ini semakin terdengar jelas. Oline tertegun memperhatikan punggung siswi di depannya, gadis itu memainkan lagu dari Vierra - Rasa ini.

Selama kurang lebih 3 menit, oline berdiam di tempatnya hingga lagu tersebut habis Oline memberi tepuk tangan. Sontak gadis itu terkejut.

Oline mendekatinya, "skill piano lo boleh juga". Seketika siswi itu menoleh. "oline?"

Oline sudah mengira kalau orang yang sedari tadi dipandanginya ini adalah erine, jelas sekali ia mengenali postur tubuhnya.

Oline menyenderkan badannya pada sisi piano. Sejenak mereka berdua bertatapan, namun erine segera memutuskan kontak mata. Tak sehat buat jantungnya jika berlama-lama menatap mata oline.

"udah kepikiran mau pilih ekskul apa?"

"tetep mau modern dance sih kayaknya"

"kenapa nggak musik?"

"biar gak ketemu lo"

Oline mengernyit. "lo aneh" ucap erine, ia pun berdiri dari duduknya. Saat hendak melangkah pergi, oline menahan pergelangan tangannya.

Erine kembali menatapnya seolah bertanya. "ajarin gue main piano" ujar oline asal ceplos, sejujurnya ia tak tau harus mengatakan apa.

Lima belas menit berlalu, Oline masih berkutat memainkan tuts piano bersama erine yang duduk disampingnya. Dengan telaten erine mengajari oline, oline melakukan apa yang erine ajarkan juga, tapi selama itu juga ia tidak begitu fokus pada jemarinya, yang ia perhatikan dari tadi adalah wajah erine yang nampak serius itu. Erine yang tidak sabaran kerap kali menegur dan memarahinya. Oline sungguh tidak peduli dengan ilmu piano tersebut, menurutnya paras erine yang menggemaskan ini lebih menarik untuk dilihat.

"salah. ini kesini tekennya." omel erine memindahkan telunjuk oline yang melenceng lebih dua tuts. Hal itu terjadi berulang-ulang. Saat Erine mengalihkan pandangannya, wajah mereka bertemu. Oline yang terlanjur ketangkap basah tengah memandanginya pun kini membeku.

Sepasang mata keduanya saling memandang. Kejadian di mobil kemarin kembali berputar dalam ingatan.

Oline, sebenernya mau lo apa sih?
Lo bikin hati gue gak karuan tau gak!

Oline menaruh telapak tangannya pada punggung tangan erine yang berada di atas deretan tuts piano, tapi pandangan mereka sama sekali tak teralihkan. Oline sedikit meremas tangannya, membuat erine dapat merasakan dinginnya jemari halus milik oline.

Suara jam dinding memenuhi isi ruangan saat ini. tidak ada lagi percakapan dari dua insan yang sekarang tengah sama-sama membisu. Jujur saja, oline juga tak tau kenapa ia melakukan hal ini, ini terjadi diluar dari akalnya, isi hatinyalah yang meminta ini semua. Lekat-lekat ia perhatikan kedua manik yang dibungkus bulu mata lentik itu. Hingga suara deheman dari seseorang menyadarkan mereka. Erine menarik tangannya bersamaan dengan putusnya kontak mata keduanya.

Sun! -orineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang