Rumah indekos bernama Wisma Arjuna ini punya sepuluh kamar yang saling berhadapan dan dilengkapi dengan empat buah kamar mandi luar. Salah satu kamar mandinya terletak di samping kamarku yang berada paling ujung. Bangunan kamar kos kami berada di belakang rumah induk. Untuk masuk ke bangunan kos melalui garasi di samping rumah.
Sempat terlintas di pikiranku, kenapa kamar kos ini bernama Wisma Arjuna? Apakah karena penghuninya ganteng-ganteng seperti Arjuna dalam pewayangan. Tiba-tiba aku merasa bangga sekaligus geli sendiri karena menganggap diriku masuk dalam kategori ganteng tadi. Tapi sejujurnya aku memang merasa bangga bisa menjadi anak kos, aku merasa selangkah lebih dewasa. Dari yang tadinya anak SMA tinggal bersama orang tua, sekarang menyandang status sebagai mahasiswa, sebagai anak kos Wisma Arjuna.
Sebenarnya aku tidak punya banyak pilihan saat mencari kamar kos. Aku cuma mendapatkan informasi dari Sandy, mahasiswa teknik kimia yang kukenal saat daftar ulang bahwa masih ada kamar di tempat kos dia. Karena tak punya cukup waktu untuk survey ke tempat kos lain, begitu mengecek kamar kos aku langsung mengambilnya karena hanya tinggal satu yang tersisa di Wisma Arjuna ini. Letaknya cukup strategis karena dekat dengan kampus. Di sekitar juga banyak fasilitas seperti ATM, minimarket dan pusat kuliner mahasiswa.
Dari kesepuluh kamar, hanya dua kamar yang berisi anak baru. Yaitu kamarku dan kamar Sandy. Lainnya adalah mahasiswa-mahasiswa senior. Bahkan ada juga yang sudah bekerja.
Pada awalnya aku agak bingung, haruskah aku memperkenalkan diri satu-persatu ke tiap kamar yang lain. Aku pun bertanya pada Sandy, namun katanya tidak perlu. Katanya orang-orang di kos ini cenderung introvet. Sibuk di kamar masing-masing. Aku pun mengikuti apa kata Sandy. Sesekali aku cuma mengangguk sambil tersenyum kalau berpapasan dengan anak kos lain saat hendak ke kamar mandi ataupun ke dapur. Dan sejauh ini tidak ada masalah.
Rumah kos ini memiliki balkon yang menyatu dengan loteng untuk tempat menjemur pakaian. Pemandangan dari balkon cukup indah apalagi di malam hari. Di kejauhan aku bisa melihat bangunan tinggi kampusku. Sementara di bawah, aku bisa melihat jalanan dengan lalu-lalang motor para mahasiswa.
Aku heran. Selama beberapa hari tinggal di Wisma Arjuna, belum pernah kutemui seorang pun di balkon ini. Padahal tempat ini cukup asik untuk menghabiskan malam. Benar juga kata Sandy, anak-anak kos ini cenderung introvet. Mereka lebih sering menghabiskan waktu di kamar.
Hari ini malam Minggu, sudah hampir satu jam aku duduk di balkon sambil makan martabak manis yang tadi kubeli dengan sebotol air mineral. Tadinya aku mau mengajak Sandy makan, tapi ternyata ia sedang mengerjakan tugas di luar. Beruntung aku tidak kuliah di jurusan teknik kimia sepertinya yang banyak tugas. Aku kuliah di jurusan pariwisata.
"Anak baru ya?" Seseorang muncul di balkon. Aku kaget dan masih bengong. Ia mengangkat alisnya yang tebal dan menunggu jawabanku.
"I-Iya, Mas." Jawabku agak terbata. Aku mencoba tersenyum. Laki-laki dengan kaus kutang dan celana basket itu tak membalas senyumku. Ekspresinya datar.
"Rendy" Lelaki dengan rambut ikal itu mengulurkan tangannya. Aku pun meraihnya. Genggaman tangannya erat. Kedua mata cekung dengan bulu mata lebat itu menatapku. Aku merasa terintimidasi.
"Saya, Andra, Mas" Jawabku. Ia pun melepaskan genggamannya.
"Mau martabak, Mas?" Kusodorkan sekotak martabak manis ke arahnya. Ia mengambil sepotong tanpa ragu lalu mengunyahnya.
Entah kenapa perutku terasa mulas. Ada perasaan takut sekaligus cemas. Mungkin karena selama ini aku tak pernah mengobrol dengan orang asing apalagi yang usianya lebih tua dariku secara dekat. Aku takut obrolan kami tak nyambung.
Dari perawakannya, Mas Rendy memang terlihat jauh lebih dewasa dariku. Ada bekas cukuran di wajahnya. Tentu kalau tak dicukur kumis dan jambang lebat akan menghiasi wajahnya. Sangat bertolak belakang denganku, kumisku baru tumbuh dan belum rata. Kalau kubiarkan memanjang akan seperti kumis lele.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boti-Boti Problematik
RomanceAndra yang mulai menjalani kehidupan sebagai mahasiswa baru mulai menemukan jati dirinya. Untuk pertama kalinya ia hidup merantau jauh dari orang tua. Di kota yang baru itulah, Andra mulai menyadari bahwa ia bukan seperti laki-laki pada umumnya yang...