Kubuka mataku. Aku kaget. Sebatang rokok yang telah menyala berada di sela bibirku. Rupanya Mas Rendy yang melakukannya. Rokok yang tadi diisapnya telah berpindah ke mulutku.
"Gimana enak nggak?" Tanyanya.
"Manis.." Jawabku sambil menjilat ujung rokok yang telah basah oleh ludahnyatersebut.
"Diisep coba.." sahut Mas Rendy, "katanya belum pernah merokok kan? Sini aku ajari."
Baru satu hisapan, aku langsung terbatuk-batuk. Mataku merah berair. Mas Rendy justru terkekeh-kekeh melihatku. Ia pun mengambil kembali rokoknya dari tanganku. Disodorkannya botol air mineral padaku.
Ternyata merokok tidak sekeren yang terlihat. Dulu aku sering mangagumi model-model iklan rokok di TV yang terlihat macho. Aku ingin menjadi keren seperti mereka. Dengan rahang kotak, alis lebat, dan bekas cukuran di dagu. Wujudnya sebelas dua belas dengan Mas Rendy ini. Tentu saja model rokok itu terlihat menarik karena memang sudah ganteng, beda ceritanya dengan tukang becak atau pak ogah yang merokok tentu tidak terlihat menarik.
"Sorry..sorry.." katanya, "next time lagi deh belajar ngrokoknya ya. Aku cabut dulu. Kalau lagi bengong nggak ada temen, main aja ke kamarku. Kamar nomer 5." Katanya kemudian bangkit dan turun dari balkon.
"Iya, Mas." Sahutku. Walau aku tak terlalu yakin apa aku punya nyali untuk mengunjungi kamarnya.
Jujur. Aku takut. Keakraban yang ditunjukkan oleh Mas Rendy membuatku cemas. Aku datang ke kota Jogja ini dengan sebuah penyangkalan bahwa aku memiliki ketertarikan pada laki-laki. Aku punya sisi gelap yang selalu ku sembunyikan. Aku ingin menghilangkan perasaan ini. Tapi aku tidak tahu bagaimana caranya?
Aku tidak tahu kapan mulanya. Yang aku ingat, sejak duduk di bangku SMP, aku suka melihat kakak kelas yang ganteng. Begitupun dengan band idola, aku suka Panic! At The Disco karena sosok vokalis Brendon Urie yang begitu memesona. Aku memiliki poster bandnya di kamar, tentu orang tuaku tidak curiga. Mereka mikir aku layaknya remaja cowok lainnya yang menyukai band pop rock. Aku mematahkan stereotip cowok gay selalu suka diva seperti Ariana Grande atau Lady Gaga.
Aku paling suka setelah ujian semester, selama satu minggu diadakan kegiatan class meeting di sekolah. Masing-masing kelas bertanding olahraga. Di momen inilah aku bisa puas melihat sosok idolaku di sekolah.
Perwira Aditama, nama kakak kelas yang selalu dielu-elukan oleh para siswi. Wira panggilannya. Ia tidak hanya ganteng tapi juga jago bermain basket. Aku seperti halnya murid-murid lain yang antusias menonton pertandingan basket antar kelas. Namun yang tidak mereka tahu, pandanganku tak lepas dari sosok bernama Wira.
Obsesiku pada seorang Wira, tidak hanya di sekolah. Ketika aku sampai di rumah, nama Wira diam-diam masih kusebut. Ia sering menjadi objek fantasi seksualku. Aku peluk dan ciumi bantal guling seolah sedang mencumbu bibirnya. Aku raba dada dan leherku sambil terpejam membayangkannya sedang menyentuh tubuhku. Wira juga lah yang muncul dalam mimpi basah pertamaku.
Selama SMP hingga SMA, di saat teman-teman lain mulai berpacaran dengan lawan jenis, aku tidak. Aku hampir tak punya ketertarikan secara seksual pada perempuan. Menjalin hubungan dengan laki-laki tentu juga tak kulakukan. Aku takut kalau sampai aib ini menyebar ke orang-orang bahkan sampai ke orang tuaku.
Selama ini aku terus menyembunyikan keganjilan yang ada dalam diriku. Ada kalanya aku ingin bercerita pada seseorang tapi aku takut kalau reaksinya tidak seperti yang kuharapkan dan malah memperburuk keadaan. Kusimpan sendiri rahasia ini dalam sudut gelapku. Diam-diam aku sering menonton video dewasa sesama laki-laki. Aku sadar kalau aku tertarik pada laki-laki, tapi kujalani kehidupanku di tempat umum layaknya cowok normal, istilahnya discreet.
Aku sempat merasa lega ketika musim ujian akhir sekolah dan penerimaan ke universitas. Perhatianku fokus pada ujian-ujian tersebut. Aku tak lagi menonton video dewasa gay untuk melampiaskan gejolak nafsu remajaku yang menggebu. Bahkan aku sempat berjanji nanti di kampus aku akan belajar mendekati perempuan. Aku yakin bisa sembuh dari tingkah dan perilaku yang salah ini.
Namun kini, sesosok bernama Rendy Febrian Makaley ini menggoyahkan pertahananku. Sesampainya di kamar, aku tak bisa tidur. Wajah laki-laki berkulit bersih khas Manado itu terus terbayang. Kuingat-ingat lagi lekuk otot bisep dan trisepnya, pahanya yang gempal di balik celana basket, dan aroma parfum yang segarnya yang seperti aroma buah jambu air.
Aku membayangkan seperti apa bentuk benda yang tersembunyi dalam tonjolan celananya. Apakah panjang? Apakah besar? Apakah warnanya hitam kontras dengan kulit putihnya? Apakah disunat atau tidak? Ah gila! Sosok Mas Rendy yang baru kukenal membuat perasaanku tak keruan.
Aku tak tahan lagi. Penisku menegang. Kumatikan lampu. Kulepas celana kolorku. Kuraih body lotion di meja. Dalam gelap aku mulai memainkan kelaminku. Kuraba-raba tubuhku.
Sudah lama aku tidak merasakan nafsu yang begitu menggebu. Penisku sangat tegang. Terasa berkedut-kedut. Aku mengurutnya pelan ke atas bawah. Sesekali kupercepat gerakanku. Basah. Precum sudah keluar dari lubang kencingku. Kumain-mainkan ibu jariku di sana.
Baru mulai kurasakan kenikmatan dengan kocokan tangan, tiba-tiba terdengar ada yang mengetuk pintu kamarku.
"Ndra, Andraa.." ternyata suara Sandy. Mau apa dia malam-malam begini.
Kulihat gagang pintu bergerak. Sial. Aku lupa mengunci pintu. Bagaimana ini kalau Sandy masuk? Tak cukup waktu untuk memakai celanaku kembali. Bisa-bisa ia memergokiku yang sedang coli.
Apa yang harus kulakukan?
(Bersambung)
_____________________________________________
Vote dan komentar dari pembaca akan sangat berarti agar penulis lebih semangat menuliskan cerita ini. Terima kasih
KAMU SEDANG MEMBACA
Boti-Boti Problematik
Roman d'amourAndra yang mulai menjalani kehidupan sebagai mahasiswa baru mulai menemukan jati dirinya. Untuk pertama kalinya ia hidup merantau jauh dari orang tua. Di kota yang baru itulah, Andra mulai menyadari bahwa ia bukan seperti laki-laki pada umumnya yang...