Bab 13 - Lucky I'm in Love

767 23 1
                                    

Semakin aku mengenal Dion, semakin aku menemukan banyak hal baru. Siapa yang akan menyangka, sosok yang kalem pemilik senyum yang meneduhkan dan rajin salat itu, begitu di ranjang berubah menjadi laki-laki yang brutal. Bibir, telinga, leher, perut, dan tentu saja lubang analku sudah menjadi saksinya. 

Membayangkan bagaimana ekspresi wajah garangnya saat sedang menggenjotku mampu membangkitkan gairahku. Tiba-tiba celanaku terasa sesak. Tapi cukup. Malam ini aku sedang tidak ingin bercinta. Aku ingin mengagumimu Dion dari sisi yang lainnya. 

Malam ini aku mengajak Sandy, Putri, dan Ivanka ke sebuah kafe di daerah Jogja bagian selatan. Letaknya tak jauh dari penginapan milik Pakdhe-nya Dion. Kafe ini banyak dipenuhi orang-orang asing, mulai dari bule kulit putih, orang kulit hitam, maupun orang Asia Timur. Kalau bule-bule itu pada memesan bir, kami cukup kopi dan teh. 

Dion yang mengundangku kemari. Aku sudah tahu kalau salah satu hobinya adalah bermain gitar. Pernah kulihat koleksi gitarnya menggantung di dinding kamar. Dia juga pernah bersenandung untukku. Namun yang aku baru tahu malam ini, ternyata Dion seorang musisi yang biasa tampil di atas panggung. Tiba-tiba aku merasa bersalah. Ternyata aku tak benar-benar mengenalnya. 

Buat aku yang introvert, datang ke keramaian seorang diri rasanya terlalu berat. Akhirnya ku ajak sekalian Sandy, Putri, dan Ivanka. Lagi pula, beberapa kali Sandy memintaku dibuatkan double date lagi bersama dua teman kuliahku itu karena malu buat mengajak secara langsung. Dasar cemen. Kupikir pedekatean Sandy pada Ivanka sudah berjalan lancar. Tak tahunya masih jalan di tempat. 

“Seperti biasa, tiap Rabu malam, ada Malam Akustik bersama Dion Megantara..” Seorang MC mempersilakan Dion naik ke panggung. Dion tampil dengan sederhana, outift kaos oblong dengan logo MTV dan celana pendek. Meski begitu ia tetap mencuri perhatian para penonton. 

Jujur aku pun baru tahu kalau nama panjangnya adalah Dion Megantara. Selama ini ku tahunya hanya Dion saja. 

“Kok kamu nggak pernah cerita sih punya temen sekeren ini? Udah ganteng, seniman pula.” Celutuk Ivanka sambil melihat penampilan Dion yang sedang memetik gitar. 

Bagaimana mau cerita, kalau aku sendiri juga baru tahu tentang fakta ini. Mungkin karena selama ini fokusku adalah bagaimana bisa bercumbu dan bercinta dengannya. 

“Eh aku juga bisa main gitar lho.” Sahut Sandy. Aku tertawa geli melihat upaya Sandy tak ingin kalah bersinar dari Dion.

“Iyaa, tapi kan kamu nggak tampil di atas panggung kayak temennya Andra itu” balas Ivanka menggoda Sandy. Sementara Sandy hanya bisa tersenyum masam. 

“Udah punya pacar belum sih? Kenalin dong.” Putri menimpali.

“Nggak tahu” Jawabku sambil mengangkat bahu. 

Aku hanya menggeleng. Sejujurnya aku tahu kalau Dion masih single. Masalahnya, tidak ada harapan untuk kamu, Putri. Selama beberapa minggu ini yang memiliki kedekatan khusus dengannya adalah aku sendiri. Aku bukannya kegeeran, tapi rasanya Dion tidak mungkin dekat dengan orang lain. Tiap kali kami bersama, Dion selalu fokus padaku, jarang sekali ia membuka handphonenya. 

Kami memang tak pernah mengutarakan perasaan sayang, bahkan sekadar lewat teks whatsapp pun tidak, namun kebersamaan kami sudah cukup untuk menyatakan hubungan kami bukan seperti teman biasa. Lagi pula mana ada teman biasa sampai ngewe segala. 

“I dedicated this song to my friend..” Dion membuat prolog kemudian dilanjutkan petikan gitarnya. 

Aku tahu lagu ini. Dari intro gitar akustiknya, ini adalah lagu lama milik Jason Mraz.

"Lucky I'm in love with my best friend
Lucky to have been where I have been
Lucky to be coming home again.." Penggalan lirik lagu yang dinyanyikan Dion. 

Di sela-sela lagu, Dion melambaikan tangan pada kami. Putri dan Ivanka seketika histeris. Suara Dion sungguh empuk. Seperti memang diberi pita suara khusus oleh Tuhan untuk bernyanyi. Beberapa pengunjung ikut bernyanyi. 

“Pasti ini lagu buat pacarnya. So sweet banget nggak sih?” Ucap Putri. Ia tak bisa menyembunyikan kekagumannya. Kedua tangannya di pipi. Matanya berbinar melihat Dion bernyanyi. 

“Beruntung banget ya, yang jadi pacar Dion.” Seru Ivanka. 

“Jangan-jangan pacarnya ada di sini..” Putri berseru. Aku sempat kaget. 

Putri memandang ke sekeliling. Tatapan matanya menyelidik. Siapa tahu ia menemukan tersangka yang dicurigainya sebagai pacar Dion. 

Ucapan Ivanka membuatku berpikir, apa memang seberuntung itu jika menjadi pacar Dion? Aku tak menyangkal kalau Dion adalah sosok laki-laki yang menyenangkan. Dia memiliki tipe wajah ganteng yang tidak membosankan. Seperti ketika ku pertama kali melihatnya, dan perhatianku tercuri olehnya, saat kami makan bersama di luar banyak cowok atau pun cewek curi-curi pandang padanya. 

“Ah nggak kok, mereka itu ngeliatin kamu Ndra.” Dion sering mengelak jika kuberitahu ada yang memandanginya. Sepertinya dia tak sadar kalau wajahnya ganteng. Kalau saja outfitnya lebih keren pasti mirip artis FTV. 

Aku jadi heran. Dengan fisik dan segala kelebihan yang dimilikinya, harusnya ia mudah untuk mendapatkan pacar. Ia bisa saja memilih cowok yang ganteng. Namun kenapa beberapa minggu ini, dia memilih menghabiskan harinya denganku? Wajahku biasa saja. Kulitku mungkin agak putih, tapi tak ada yang istimewa. Bahkan aku sering tidak percaya diri karena merasa terlalu kurus. Lantas apa yang dilihat Dion dariku? 

Apakah aku bisa dibilang tidak bersyukur jika sampai sekarang aku masih sering membanding-bandingkan Dion dengan Mas Rendy. Dalam hati kecilku, aku takut jika aku memantapkan hati pada Dion, aku akan kehilangan kesempatan memiliki Mas Rendy. Entah kenapa Mas Rendy yang pecinta meki itu masih sering mengganggu pikiranku. 

Tepuk tangan bergemuruh begitu Dion selesai menyanyikan lagu terakhir. Dion menghampiri kami dan mengucapkan terima kasih karena telah datang. Ia memberikan kode padaku, untuk menemuinya di parkiran. Kami mencuri waktu untuk berduaan di mobilnya. Dion menatapku lama kemudian tersenyum. 

“Kenapa, Dion?" Aku salah tingkah. Takut ada yang salah dengan diriku. 

“Aku kangen, Ndra.” ucapnya tulus. 

Kemudian ia mengecup bibirku dalam keheningan. 

(Bersambung) 


_____________________________________________

Vote dan komentar dari pembaca akan sangat berarti agar penulis lebih semangat menuliskan cerita ini. Terima kasih

Boti-Boti ProblematikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang