Bab 17 - Mabuk

821 25 0
                                    

Minggu pagi buta. Aku terbangun karena suara gaduh. Seseorang menggedor-gedor pintu garasi dari tadi. Kulihat jam di handphone, masih jam dua pagi. Aku pun segera keluar untuk memeriksanya. Kulihat kamar-kamar lain masih gelap. Entah sedang pada tidur atau di luar kos.

Kubuka pintu garasi. Ternyata Mas Rendy. Terkulai di kursi samping garasi. Tak ada motornya. Kemungkinan ia pulang naik ojek online.

"Mas, Mas Rendy.. Bangun Mas.." Kucoba membangunkannya. Ia hanya menggumam tidak jelas.

Kudekati wajahnya. Aroma alkohol seketika menguar. Pastilah Mas Rendy mabuk habis minum-minum di bar. Segera kuangkat tangannya kemudian kupapah masuk ke kos. Cukup susah karena aku yang bertubuh mungil dan kurus ini harus memapah laki-laki tinggi besar yang sedang tidak sepenuhnya sadar.

Kuantarkan ia sampai ke depan kamar. Aku tak kuat menahannya. Kuarahkan Mas Rendy untuk duduk di kursi depan kamarnya. Ia pun langsung rebah.

"Mas, kunci kamarnya di mana?" Aku bertanya.

Percuma. Mas Rendy sama sekali tidak merespon. Kuperiksa saku-saku celananya. Aku tetap tak menemukannya. Akhirnya mau tak mau kubawa ia ke kamarku.

"Hoek.. Hoek.." Sial. Mas Rendy muntah ketika aku membawa masuk ke kamar. Muntahan menjijikkan itu berceceran di lantai depan kamarku. Sebagian mengenai baju dan celananya. Tanganku pun turut jadi korban.

Aku tak mau seprai dan kasurku kotor. Aku pun berusaha melepas kaos dan celana panjangnya. Repot sekali. Aku mesti mencopot sepatu boot kulitnya dulu, kemudian celana jeans yang lumayan ketat. Hanya menyisakan celana dalam berwarna putihnya.

Setelah membersihkan tubuhnya dengan handuk. Kubaringkan ia di kasur. Lalu kubersihkan bekas-bekas muntahan di lantai dan kutaruh pakaian kotornya di keranjang miliknya.

Aku mengela napas panjang setelah semuanya beres. Gila. Pagi buta gini aku sudah harus berolahraga. Kutinggal Mas Rendy yang masih tak sadar. Aku pun memutuskan untuk mandi.

Begitu aku kembali ke kamar. Penis di balik handukku langsung bereaksi. Aku baru menyadari, seseorang yang sedang tertidur terlentang dan nyaris telanjang di ranjangku ini adalah Mas Rendy. Sosok laki-laki yang kukagumi. Laki-laki Manado dengan kontol berkulup pembantai meki perempuan. Kedua tangannya terkulai di atas membuat bulu-bulu ketiaknya terekspos. Begitupun bulu-bulu halus di dada dan perutnya.

Ada tato baru yang memenuhi pundak dan bahunya. Mungkin karena belakangan ini aku jarang di kos dan lebih sering keluar bersama Dion sehingga ku tak mengetahuinya.

Kudengar Mas Rendy mengigau. Namun tak jelas apa yang diucapkannya. Kudekatkan kepalaku di mukanya. Napas yang keluar dari mulutnya masih beraroma alkohol.

"Mas.. Mas Rendy.. " Kutepuk-tepuk pipinya. Ia meraih tanganku. Aku ditariknya. Aku dipeluknya. Aku berusaha melepaskan diri namun tidak bisa. Tenaganya terlalu kuat.

"Astrid.." Nama perempuan yang diucapkan.

Dengan mata setengah terpejam ia menciumi leherku. Aku coba menyadarkannya namun percuma.

"Mas Rendy, ini aku Andra, Mas. Mas Rendy.." Ia tak menghiraukannya. Lagi-lagi ia menyebutkan nama Astrid.

Aku pasrah. Mas Rendy menindihku. Bibirnya bertemu bibirku. Kali ini aku membiarkannya. Kurasakan hangat dan basah. Aku pun membuka bibirku. Lidah kami bertemu. Aku tak peduli dengan aroma alkohol yang tersisa. Yang terpenting, seseorang yang sedang menciumku ini adalah Mas Rendy. Laki-laki yang kuidam-idamkan selama ini. Waktu seolah berhenti.

Kontolku sudah ngaceng maksimal. Handukku sudah terlepas. Bisa kurasakan hangat tubuh Mas Rendy di kulitku. Perlahan ku telusuri setiap lekuk tubuh berototnya dengan tanganku. Kurasakan bulu-bulu di dadanya. Ia masih terpejam dan memagut bibirku. Kubelai dagunya. Terasa kasar oleh bekas cukurannya.

Tanganku beralih ke dadanya yang pejal. Meski agak susah karena Mas Rendy menindihku, aku bisa merasakan putingnya menegang. Ia bereaksi ketika jari-jariku berhenti di sana. Ia melenguh.

Aku meraba perutnya yang sixpack. Ternyata seperti ini bentuknya. Terasa tonjolan-tonjolan keras di perutnya. Dan kurasakan ada sesuatu yang keras yang lain yang menekanku. Kepala kontol Mas Rendy sudah keluar dari celana dalamnya. Pelan kusentuh dengan jariku. Kurasakan banyak precum yang keluar di lubang kencingnya. Ibu jariku berputar-putar di sana, kemudian kusesap precum milik Mas Rendy.

Mas Rendy mulai melakukan gerakan seperti orang bersanggama. Aku tak bisa bergerak ketika badan kekarnya menindihku. Ia bergerak naik turun di atasku. Aku dalam dilema. Aku takut jika ia tiba-tiba sadar. Aku ingin membangunkannya namun di satu sisi aku tak ingin melewatkan kesempatan ini. Ini adalah momen yang kutunggu-tunggu sekian lama.

"Mas Rendy.." Kataku lirih.

Mas Rendy tak menjawab. Ia terus mencumbui leher dan wajahku. Aku berusaha menolaknya namun kedua tangannya memegangi tanganku. Aku tak bisa bergerak. Mau tak mau kuterima ciuman-ciuman darinya.

Ketika tanganku terbebas. Kubantu turunkan celana dalamnya. Kali ini kontol ukuran jumbo benar-benar terbebas. Aku memegangnya. Hampir tak muat dalam genggaman. Keras dan panas. Terasa penuh di tanganku. Mas Rendy mulai merasakan kenikmatan ketika ku pelan mengocoknya. Kumainkan juga kulupnya. Ia melenguh. Ia merintih.

Tentu jika ada kesempatan aku ingin merasakan kontol Mas Rendy dalam lubang analku. Namun sepertinya itu terlalu sulit. Lagipula aku tak punya persediaan kondom dan pelicin. Akhirnya kuarahkan kontol ngaceng Mas Rendy di antara dua pahaku. Kubasahi dengan liurku agar licin.

Mas Rendy mulai menemukan posisi yang pas. Ia menyesuaikan gerakannya. Pinggulnya maju mundur. Kontolnya kujepit di antara dua pahaku. Sesekali menyentuh kantung zakar dan pinggir lubang silitku. Ia bergerak maju mundur dengan irama yang teratur. Kali ini bukan hanya ia, tapi kujuga menciumi kulitnya. Kuhirup aroma jantan yang keluar dari tubuhnya.

Mas Rendy makin mempercepat gerakannya. Ia mengentoti sela pahaku layaknya lubang memek. Bisa kurasakan napasnya yang memburu. Di antara dua pahaku, kontolnya makin mengeras dan membesar. Aku makin merapatkan kakiku. Kontolnya berkedut. Ia melenguh. Cairan panas menembak sepraiku dan sebagian di kulit pahaku. Ia pun terkulai di sampingku.

Kuusap pahaku untuk mengambil spermanya. Kudekatkan jari-jariku ke hidungku. Ternyata seperti ini aroma pejuh milik laki-laki idamanku. Kuabaikan rasa jijik dan kucoba menjilatnya. Aku cuma ingin tahu seperti apa rasanya.

Melihat tubuh telanjangnya, kontolku masih ngaceng. Dengan sisa-sisa pejuh miliknya, kujadikan pelicin untuk mengocok kontolku. Aku onani sambil memandangi tubuhnya. Kuciumi lenganku mencari aroma tubuhnya yang tertinggal di tubuhku.

"Mas Rendy.. " Aku menyebut namanya ketika sampai di puncak kenikmatanku. Seumur hidupku, ini adalah orgasme ternikmat yang pernah kurasakan.

Kupakaikan lagi celana dalamnya. Kemudian kututupi tubuhnya dengan selimut. Lalu aku pergi membersihkan diri ke kamar mandi. Setelah mengenakan pakaian aku pun beringsut ke balik selimut. Aku beranjak tidur dengan perasaan bahagia.

Dalam hati aku bertanya-tanya, siapakah Astrid yang tadi disebutnya?

(Bersambung)

Boti-Boti ProblematikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang