Aku penasaran apa yang terjadi di dalam kamar Mas Rendy. Sepasang laki-laki dan perempuan dewasa di dalam kamar kos, dengan pintu tertutup, sepatu si perempuan dimasukkan, volume TV agak kencang, rasanya tidak mungkin kalau tidak terjadi apa-apa.
Aku menunggu suasana kos benar-benar sepi dulu. Waktu sudah lewat dari jam 12 malam. Aku keluar kamar dengan hati-hati. Sengaja ku tak memakai sandal agar tidak menimbulkan suara. Kupastikan pintu kamar anak-anak kos sudah tertutup semua. Aku berjalan menuju kamar Mas Rendy yang ada di seberang kamarku.
Untungnya lampu di koridor sudah dimatikan sejak tadi. Kalau tidak tentu akan muncul bayanganku di dalam kamar Mas Rendy yang sudah gelap. Aku berjongkok dan menempelkan kupingku pada pintu. Samar-samar kudengar hentakan yang berulang di kasur. Sesekali terdengar suara perempuan, seperti suara rintihan yang tertahan. Kuamati sekeliling, hanya ada lobang kunci pada pintu. Terlalu sempit. Tak terlihat apa-apa.
Masih dengan merunduk, aku bergeser ke arah jendela. Di tempatku sekarang suara hentakan terdengar lebih jelas. Sepertinya kasur Mas Rendy beradu dengan tembok. Aku berharap ada celah gorden yang terbuka. Sayangnya tidak kutemukan. Kutempelkan telingku agar lebih jelas mendengar. Terdengar suara orang ngobrol. Sesekali kudengar mereka tertawa. Apa sudah selesai ya prosesi ngewe mereka? Aku kecewa karena belum berhasil melihat adegan apa-apa.
Aku masih mencoba mendengarkan apa yang sedang terjadi di dalam. Tiba-tiba kudengar suara kunci pintu dibuka. Aku segera lari naik tangga yang menuju loteng. Dari atas loteng kulihat Mas Rendy berjalan ke kamar mandi. Hanya mengenakan celana boxernya. Di keremangan malam kulihat tubuh Mas Rendy berkilatan karena basah oleh keringat. Tak lama terdengar suara gemercik air. Ternyata Mas Rendy sedang kencing dalam keadaan pintu kamar mandi tetap terbuka. Apa aku pura-pura ke kamar mandi juga ya, agar bisa melihat kontolnya lagi? Tapi ku urungkan, aku tetap berdiam di sini sampai Mas Rendy kembali ke kamar.
Begitu kudengar pintu tertutup dan terkunci. Aku pun turun pelan-pelan dari loteng. Aku berhenti di tengah tangga. Kenapa tak terpikirkan dari tadi. Di tangga yang menempel dinding luar kamar Mas Rendy ini, aku bisa melongok ke lubang ventilasi meskipun harus berjinjit. Dari lubang ventilasi aku bisa melihat isi kamar Mas Rendy. Sayangnya aku tak bisa melihat keduanya karena posisi mereka dekat dengan tembok.
Terdengar suara-suara erangan. Aku coba mengintip lagi. Kucoba memicingkan mata. Dari cermin di lemari, aku bisa menangkap bayangan Ica tobrut sedang bergoyang. Di bawahnya ada Mas Rendy tapi ku hanya bisa melihat pahanya saja. Paha yang besar dan berbulu itu. Sepertinya mereka sedang melakukan gaya woman on top.
Ica yang telanjang terus bergoyang di atas kontol Mas Rendy, kepalanya menengadah bergeleng-geleng keenakan. Sayangnya aku tak bisa melihat kontol Mas Rendy. Pasti kalau ngaceng ukurannya besar sekali. Buktinya Ica tobrut sampai kelojotan dibuatnya. Buah dada Ica yang besar itu terpental-pental karena goyangannya sendiri yang penuh nafsu. Seperti yang kuduga. Mas Rendy memang penyuka cewek tobrut. Kulihat kedua tangannya meremas-remas buah dada si Ica. Sesekali kulihat Mas Rendy bangun. Mukanya tenggelam di antara dua bukit kembar Ica. Dimain-mainkan puting kiri dengan jari, sementara puting kanan dihisap dengan mulutnya.
"Ah, ah, aku keluar.. Mas.. Aach.." Suara Ica kudengar. Kemudian kulihat keduanya ambruk. Tubuh Ica jatuh di atas badan Mas Rendy.
Sebenarnya kakiku sudah kesemutan, tapi aku tak mau melewatkan momen langka ini. Mas Rendy berdiri. Ia berjalan ke pinggir kasur. Aku bisa melihatnya secara langsung tanpa lewat cermin. Gila. Di antara rimbun jembut, kontolnya yang terbungkus kondom itu mengacung. Hampir menyentuh pusarnya.
Ia menarik kaki Ica tanpa ampun. Kasar. Layaknya sebuah boneka mainan. Ditelungkupkannya Ica ke kasur. Ia berjongkok kemudian menjilati dadan menyedot lobang kenikmatan wanita itu. Gimana ya rasanya lendir meki itu? Memang ya, cowok-ckwok straight selalu gila pada memek. Kenapa aku malah jijik? Ah iya, aku kan gay.
Ica terus melenguh. Sesekali menjerit. "Sakit, ah.. Jangan gigit.. Jangan gigit.. Ah.. Ah.. Jangan gigit, Mas" Gila, Mas Rendy, aku tak pernah membayangkan cowok sekalem itu bisa sedemikian brutalnya. Ia tak mempedulikan permintaan Ica. Kali ini aku bisa melihat sisi lain seorang Rendy. Laki-laki penyedot memek.
Puas menjilati lubang kenikmatan wanita itu, Mas Rendy menusuk-nusukkan jarinya hingga terdengar suara berkecipak. Kemudian memain-mainkan penis panjangnya itu. Ditepuk-tepuk di belahan memek Ica. Tak lama kemudian kontolnya sudah tenggelam di liang kenikmatan Ica. Doggie style.
Mulanya Mas Rendy hanya bergerak maju mundur secara pelan. Gerakannya teratur dan berirama. Tiba-tiba dihentakkan pantatnya yang padat itu sekuat tenaga. Ica memekik. Kaget. Tentu kontolnya yang keras merojok masuk hingga dalam rahim Ica.
Sepertinya Mas Rendy tak ingin berlama-lama lagi. Ia menggenjot tanpa ampun. Gerakannya sudah tak berirama lagi. Sambil diremas-remasnya dada Ica dari belakang. Plok plok plok. Terdengar suara paha Mas Rendy beradu dengan pantat Ica. Sepertinya ia sudah tak peduli lagi jika ada tetangga kos yang mendengar. Nafsu sudah mengendalikannya. Justru aku yang cemas, jangan sampai ada anak kos yang keluar.
"Oh, fuck.. Enak banget, Ca.. Memek lo sempit.. Anjing enak banget.." Beberapa kali kudengar Mas Rendy mengumpat.
Dijambaknya rambut Ica sambil terus menggoyangkan panggulnya. Kemudian dipegangnya pinggang Ica, ditarik ke arah badannya. Seolah Mas Rendy ingin agar kontolnya bisa masuk sedalam mungkin ke lubang Ica. Sesekali ditamparnya bokong Ica. Wanita itu pun hanya pasrah.
Sepertinya kaki Ica sudah lemas. Ia tak berkutik ketika diangkat atau ditarik oleh Mas Rendy. Kemudian hentakan Mas Rendy makin kuat, dan terlihat ia mengejan. Mulutnya menyeringai melepas kenikmatan. Ia mendesah. Beberapa kali otot pantatnya berkedut. Kemudian ambruk di tubuh Ica.
Begitupun aku. Dari tadi aku tak mampu menahan birahi. Aku mengocok penisku selagi melihat Mas Rendy membantai memek Ica. Ku biarkan pejuhku berceceran di tangga yang berupa corcoran semen ini.
Aku puas sekaligus degdegan. Baru kali ini aku melihat adegan seks secara langsung. Tak pernah terbayang akan menonton live show si pemilik kontol berkulup. Mas Rendy sungguh luar biasa.
Tak terasa azan subuh berkumandang. Aku buru-buru segera bergegas turun tangga. Aku ingat ada kuliah pagi hari ini.
"Loh, Ndra, ngapain pagi-pagi gini ke loteng?"
Aku kaget. Mas Edi muncul. Sepertinya hendak ke kamar pagi.
"Oh, tadi nyari baju, Mas. Kupikir ketinggalan di jemuran, tapi ternyata nggak ada."
Bodoh. Mana ada orang subuh-subuh mencari baju di jemuran. Tapi bodo amat. Sepertinya Mas Edi tak terlalu ambil pusing, ia segera masuk kamar mandi. Aku yakin Mas Edi tidak curiga, benar kan?
(Bersambung)
KAMU SEDANG MEMBACA
Boti-Boti Problematik
RomanceAndra yang mulai menjalani kehidupan sebagai mahasiswa baru mulai menemukan jati dirinya. Untuk pertama kalinya ia hidup merantau jauh dari orang tua. Di kota yang baru itulah, Andra mulai menyadari bahwa ia bukan seperti laki-laki pada umumnya yang...