Suara ketukan pintu. Aku sudah tahu siapa yang akan datang. Ivanka yang memberitahuku tadi saat di kampus.
"Gila lo ya? Pindah kos nggak bilang-bilang!" Sandy mencerocos ketika ku membuka pintu kamar. Ia langsung masuk ke kamar diikuti Ivanka. Sandy rebahan di kasur sementara Ivanka lesehan di karpet.
"Apaan sih, datang-datang langsung marah-marah." Sahutku. "Tanya kabar dulu lah, atau apa gitu?" Lanjutku.
"Ya marah lah, kamu pindah kos nggak ngasih tahu." Tukasnya sambil menoyor kepalaku.
Ternyata ia meminta tolong pada Ivanka untuk menanyakan keberadaanku. Berkali-kali Sandy mencoba menghubungiku namun tak bisa. Aku memang sengaja mengganti nomor handphoneku.
Sebenarnya aku menghindari teror dari seseorang, Mas Edi. Beberapa kali ia menghubungiku. Ya, tak ada alasan yang lain. Mas Edi mengajakku ngewe lagi. Dia bilang kangen dengan lubang analku. Dih. Najis. Aku membayangkan ekspresi mesumnya saat mengatakan itu. Terpaksa ku ganti nomerku.
"Kenapa pindah kos?" Sandy meminta penjelasan. Ia bangkit kemudian duduk. Suasana mendadak hening.
Aku mengela napas panjang. Kupandangi Sandy dan Ivanka satu persatu. Mereka menunggu jawabanku. Mungkin sudah saatnya, pikirku.
Sandy dan Ivanka perlu tahu jati diriku yang sebenarnya. Bahwa selama ini aku menyembunyikan identitasku sebagai seorang gay. Kalau pada akhirnya mereka akan menjauhiku, tak apa. Aku siap dengan risiko tersebut. Paling tidak aku bisa melepaskan satu beban dari diriku.
"San, Van, aku sebenernya.. " Kutarik napas lagi untuk memantapkan kata-kata ini keluar dari mulutku. Sandy dan Ivanka masih menunggu.
"Aku ini gay." Kuucapkan dengan cepat. Ada kelegaan setelah mengucapkannya. Meski ku tak tahu akan seperti apa respon mereka.
Suasana kamar mendadak hening. Sandy dan Ivanka saling berpandangan. Mereka masih diam. Lantas mereka menatapku. Aku mengangguk
"Iya, aku gay." Kuulangi lagi. Aku meyakinkan kalau mereka tidak salah dengar.
Di luar dugaan. Ivanka justru tersenyum. Ia meraih tanganku.
"Aku udah tahu kok." Sahut Ivanka. "Udah kelihatan dari dulu. Makasih kamu mau jujur sama aku" Lanjutnya.
"Jadi kalian selama ini sudah tahu? Emang kelihatan ya?" Aku mencoba memastikan. Timbul pertanyaan di kepalaku. Bagaimana mereka bisa tahu? Apakah gerak-gerikku terlalu ngondek? Entahlah. Ku menoleh pada Sandy.
"Selama ini aku juga sudah curiga tapi aku mencoba denial." Sahut Sandy.
"Apa yang bikin kalian curiga?" Aku penasaran.
"Aku sih karena ngelihat kedekatan kamu sama Dion. Kayak bukan teman biasa aja. Dion care banget sama kamu. Kalian pacaran kan?" Tanya Ivanka.
Aku menggeleng sambil tersenyum. Lantas kuceritakan bagaimana hubunganku dengan Dion. Tentang ia yang sudah menyatakan perasaannya, aku yang butuh waktu, sampai akhirnya ia pamit.
"Ah sayang sekali. Kalau aku jadi kamu sih, aku nggak pakai mikir langsung kuterima aja Dion itu" Ivanka menyesalkan keputusanku.
Perasaan bersalah muncul kembali di dadaku. Apa kabar Dion ya? Tapi mungkin sekarang dia sudah bahagia dengan keputusannya. Tak ada yang perlu kusesali.
"Kalian nggak apa-apa kalau aku gay? Kalian masih mau temenan sama aku?" Tanyaku sedikit tak yakin.
"Ya iyalah, tapi awas ya, jangan naksir aku ya" Celutuk Sandy.
"Hey, gay-gay gini aku masih milih-milih kalee.." Jawabku kesal. Kulempar bantal ke arah Sandy. Ia cepat menghindar. Kami bertiga pun tertawa. Syukurlah, dalam hati aku bersyukur karena mereka mau menerimaku.
Aku ingat kembali ketika pertama kali datang ke kota ini dan bertemu Sandy. Ternyata sampai hari ini Sandy jugalah teman yang ada di sisiku. Padahal kemarin aku sempat memikirkan itu. Kupikir aku akan benar-benar sendiri. Aku kehilangan teman-temanku. Tapi syukurlah, ternyata aku salah.
"Jadi kenapa kamu pindah kos?" Sandy mengulangi pertanyaannya. Mungkin dia belum puas dengan jawaban yang kuberikan.
"Mas Edi, memperkosaku.." Jawabku.
Sandy mengernyitkan dahi. Begitupun Ivanka. Mereka menunggu ceritaku.
"Mas Edi kenapa?" Sandy memastikan.
"Dia melecehkan aku." Jawabku. Kucari pengganti kata dari memperkosa yang tetap terdengar aneh di telinga.
"Melecehkan gimana?" Ivanka sudah tak sabar menanti penjelasanku.
Akhirnya kuceritakan semua. Tentang perlakuan Mas Edi malam itu. Mulai dari bagaimana ia mengajakku minum wine hingga akhirnya aku mabuk dan diperkosa olehnya. Termasuk juga foto-foto dan video ancaman darinya.
"Anjing!" Sandy tampak emosi. "Nggak bisa dibiarin. Ini harus dilaporkan ke polisi, Ndra." Ucap Sandy dengan suara geram. "Ayo kita laporin bajingan itu!" Sandy bangkit dari duduknya. Ivanka berusa menenangkan.
Aku hanya menggeleng. Sandy menatap penuh pertanyaan.
"Aku nggak mau keadaan semakin kacau, San. Aku nggak mau juga aibku menyebar ke mana-mana." Jawabku. Sandy dan pacarnya mengangguk-angguk memahamiku.
"Tapi si Edi bangsat itu nggak bisa didiamkan. Kita mesti kasih pelajaran." Sahut Sandy masih dengan volume suara yang meninggi.
"Sudahlah. Yang penting sekarang aku jauh dari dia.." Aku mencoba menenangkan Sandy walau sepertinya ia masih belum bisa menerima.
"Mas Rendy tahu soal itu?" Ivanka bertanya.
Aku kaget mendengar nama Mas Rendy disebut. Aku hanya menggeleng.
"Dia mesti tahu kelakuan temen bangsatnya itu." Ucap Sandy. Lagi-lagi aku hanya menggeleng.
"Mas Rendy gimana ya, udah sehat?" Aku mencoba mengalihkan pembicaraan.
Sandy menggeleng. "Sejak pulang dari rumah sakit aku belum melihatnya lagi."
Ternyata Mas Rendy sampai hari ini belum pulang ke kos Wisma Arjuna. Kamu di mana, Mas Rendy?
"Ya udah, yang penting kalian semua ada di sini. Aku sudah happy. Tadinya kupikir kalian nggak mau temenan sama aku lagi kalau tahu aku ini gay." Aku tersenyum. Ada perasaan haru dalam dadaku. "Terima kasih ya."
Ivanka memelukku. Sementara Sandy menoyor kepalaku. Mungkin ia gengsi untuk memberikan pelukan juga. Tak apa. Aku memakluminya. Memiliki teman-teman yang ada saatku terpuruk itu sudah lebih dari cukup.
"Di sini ada kamar kosong nggak?" Tanya Sandy. "Aku mau ikut pindah sini boleh ya. Nggak sudi aku melihat wajah si Edi. Tapi aku masih belum ikhlas sih Ndra. Kayaknya aku mau kasih pelajaran untuk Edi." Sandy meyakinkanku. Entah balas dendam macam apa yang direncanakannya.
Momen haru biru hari ini ditutup dengan makan malam bersama Sandy dan Ivanka. Tak lupa kami mengajak Putri. Aku pun membuat pengakuan tentang jati diriku sebagai seorang gay kepadanya juga. Aku bahagia karena tak lagi merahasiakannya dari teman-teman dekatku. Setelah semua yang telah terjadi, kini aku tahu masih ada teman-teman yang selalu setia di sisiku.
____________________________
SELESAI
Nantikan Boti-Boti Problematik Season 2. Saat ini penulis sedang mulai menulis novel Barcelona Mi Amor, sebuah side story dari tokoh Dion.
![](https://img.wattpad.com/cover/373159054-288-k215012.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Boti-Boti Problematik
RomanceAndra yang mulai menjalani kehidupan sebagai mahasiswa baru mulai menemukan jati dirinya. Untuk pertama kalinya ia hidup merantau jauh dari orang tua. Di kota yang baru itulah, Andra mulai menyadari bahwa ia bukan seperti laki-laki pada umumnya yang...