Bab 5 - Cowok Red Flag

968 35 2
                                    

Waktu kecil dulu makanan yang paling enak dimakan setelah berenang adalah bekal buatan ibu yang berupa indomie goreng. Tentunya bentuk mie sudah kotak mengikuti kotak tempat makannya. Kalau sekarang makanan yang enak dimakan adalah apapun itu, asal makannya sambil melihat Mas Rendy. Halah.

Setelah berenang, kami berempat mampir ke warung nasi goreng untuk makan malam. Jujur aku sebenarnya masih merasa kikuk kalau mengingat kejadian tadi di ruang ganti kolam renang. Aku tidak bisa menghilangkan dari pikiranku. Bayangan penis-penis menggantung milik Mas Rendy dan Mas Edi terus menghantui pikiranku.

Bahkan kini, ketika nasi goreng pesananku datang. Aku langsung tersedak karena menahan tawa ketika melihat potongan sosis yang agak besar. Entah kenapa aku terbayang lagi penis-penis menggantung punya mas-mas tetangga kos ku di Wisma Arjuna.

"Kamu nggak apa-apa, Ndra?" Tanya Mas Rendy.

"Oh nggak, nggak apa-apa, Mas" Ku atur lagi napas. Kemudian minum segelas teh hangatku. Aku tersenyum kecil menerima perhatian darinya. Kami pun kembali sibuk dengan makan malam masing-masing. Sesekali aku masih tersenyum geli.

"Kamu tadi gimana, San? Dapet nomer ceweknya?" Tanya Mas Edi, memecah keheningan. Aku ingat tadi Sandy menghampiri sekelompok cewek di kolam renang.

"Nggak, Mas. Cuma ngobrol-ngobrol biasa kok." Jawab Sandy.

"Yah, gimana sih? Kayaknya ini anak-anak baru mesti kita ajari, Ren." Mas Edi beralih ke Mas Rendy.

"Janganlah! Jangan kau rusak anak-anak ini. Mereka masih polos." Jawab Mas Rendy.

"Justru karena masih polos itu, kita ajari gimana caranya menaklukkan wanita." Balas Mas Edi sambil mengelus dagunya. Ia tersenyum lebar ke arahku dan Sandy.

Jujur. Sebenarnya aku sering merasa tak nyaman saat terjebak obrolan cowok-cowok straight. Sering kali mereka menjadikan perempuan sebagai objek seksual dalam obrolannya.

"Kamu tadi lihat kontolnya Rendy kan?" Tanya Mas Edi kepadaku. Tentu saja aku kaget. Tak tahu harus merespon bagaimana. "Sudah nggak kehitung memek perempuan yang dibantai kontol tak bersunatnya Rendy itu." Lanjut Mas Edi.

Sarap nih orang, pikirku. Di depan orangnya langsung ngomongin soal kontol dan aktivitas seksual. Aku yakin ada cerita rahasia yang bisa dikulik dari mereka berdua.

"Hei, cukup-cukup, Ed. Jangan buka kartu lah di sini." Mas Rendy kelihatan tak nyaman. Tapi inilah kesempatanku untuk tahu lebih tentang cowok bernama Rendy ini. Sepertinya Mas Edi dan Mas Rendy ini sangat akrab. Bahkan sampai tahu kartu As masing-masing. Aku curiga, pasti pertemanan mereka bukan pertemanan yang biasa saja. Menarik. Jiwa-jiwa detektifku bangkit.

"Emangnya, pacar Mas Rendy banyak ya?" Aku menimpali omongan Mas Edi dengan pertanyaan.

"Nggak ada kata pacaran di kamusnya Rendy. Dia deket cewek cuma buat ini." Mas Edi menyelipkan ibu jari di antara telunjuk dan jari tengah. Simbol orang melakukan seks. "Diam-diam kayak gini, Rendy itu penakluk wanita. Kontolnya selalu mencari lubang meki. "

"Masa sih, Mas?" Kali ini aku beneran kaget tapi sekaligus penasaran. Sementara Sandy sibuk dengan makan malamnya. Sepertinya dia tidak terlalu tertarik dengan topik obrolan ini.

Aku masih berusaha mencerna. Di bayanganku sosok Mas Rendy adalah orang yang kalem. Taat dengan agama. Anak baik-baik. Apalagi kutahu setiap Minggu, ia ke gereja. Rasanya tidak mungkin ia menjalani pergaulan sebebas itu. Berganti-ganti cewek? Sampai melakukan hubungan seks?

"Bener. Tanya aja Rendy." Kata Mas Edi sambil mengangkat alisnya ke arah Mas Rendy. Aku menunggu jawaban laki-laki Manado ini.

Yang namanya Rendy tidak menggubris. Ia hanya tersenyum kecil seperti biasanya. Ku mencoba memancing pertanyaan pada si laki-laki Jawa gempal.

"Kalau Mas Edi? Pacarnya juga banyak?" Tanyaku pura-pura polos.

"Dia malah sudah punya istri dan anak." Sahut Mas Rendy cepat.

"Itu kan di kampung. Di sini selalu single dong. Single dan available buat ngewe." Jawab Mas Edi diikuti tawanya. Memang gila ini orang. Mulutnya tidak ada filternya.

"Sudah ya, nggak usah bahas itu lagi. Kita balik sekarang yuk.." Potong Mas Rendy.

Sampai di kamar aku terus memikirkan informasi yang baru kuterima tentang Mas Rendy. Aku masih susah untuk percaya. Kata Mas Edi banyak cewek baper dibuatnya. Bahkan sampai nangis minta dipacari oleh Mas Rendy. Sepertinya bagi perempuan, Mas Rendy masuk kategori cowok red flag. Habis enak-enak terus pergi. Bukannya jadi ilfil, aku justru semakin tertarik. Ada kesan dominan dari sosoknya.

Aku membayangkan, bagaimana laki-laki seperti Mas Rendy kalau sedang menggauli perempuan. Apakah kasar ataukah romantis? Biasanya ia melakukan dengan gaya apa? Doggy kah? Missionaris kah? Apa dia suka menjilati vagina juga kah? Lalu bagaimana ekspresinya saat kontolnya diisap? Bagaimana saat dia mencapai klimaks? Apakah ia berteriak melenguh saat ngecrot?

Ah gila. Membayangkan itu semua. Membuat penisku menegang. Kali ini aku tak mampu menahannya. Kupastikan pintu kamar sudah terkunci. Lampu sudah kumatikan. Jangan sampai kejadian hampir kepergok oleh Sandy terulang lagi.

Dalam pejam mataku, kubayangkan Mas Rendy sedang menghujamkan kontol berkulupnya ke lubang kenikmatan. Ia menggenjot tanpa ampun. Peluhnya bertetesan.

Akankah fantasiku ini bisa menjadi kenyataan? Bagaimana caranya untuk mewujudkan?

(Bersambung)

_____________________________________________

Vote dan komentar dari pembaca akan sangat berarti agar penulis lebih semangat menuliskan cerita ini. Terima kasih

Boti-Boti ProblematikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang