Bab 14 - Masa Lalu Dion

663 20 0
                                    

Hari ini untuk pertama kalinya aku berlatih di gym. Sebenarnya ini adalah keinginan lama yang belum kesampaian. Selama ini aku selalu takut untuk memulainya karena ku tidak tahu apa-apa tentang olahraga angkat beban. Beberapa waktu yang lalu aku sempat berpikir untuk ikut Mas Rendy latihan namun aku urungkan karena sekarang aku punya Dion untuk menemaniku. Latihan bareng Dion lebih masuk akal daripada dengan Mas Rendy yang bodynya sixpack kayak patung Yunani itu. 

Semua dimulai ketika aku ngobrol dengan Dion tentang ketidakpercayaandiriku memiliki bentuk badan yang kurus. Walaupun Dion selalu mengatakan bahwa tidak ada yang salah dengan bentuk badanku. Bahkan katanya aku terlihat cute karena posturku yang ramping. 

Akhirnya Dion menawarkan untuk berlatih bersama di sebuah gym. Pilihan kami jatuh pada sebuah gym kecil di dekat kampus. Salah satu alasannya karena budgetku yang terbatas. Padahal tadinya Dion tidak keberatan untuk membayarkan membershipku di sebuah mega gym yang ada di mall tapi aku menolaknya. Aku tak ingin menjadi beban untuk Dion. Dan aku juga tak ingin memanfaatkan kedekatan kami untuk kepentingan pribadiku. 

Meskipun terletak di dekat kampus ternyata isi fitness center ini bukan hanya para mahasiswa. Ada juga bapak-bapak dengan body mirip atlet binaraga. Aku sempat ngeri melihatnya. Dion menjuluki tempat olahraga ini dengan sebutan Gym Majapahit, selain karena alat-alatnya yang lawas juga karena body orang-orangnga mirip pendekar Majapahit. 

Dion sudah familiar dengan alat-alat dan fungsinya. Ia biasa latihan di penginapan milik Pakdhe-nya yang menyediakan fasilitas alat olahraga untuk para tamu. 

Aku mengikuti Dion berpindah dari satu alat ke alat yang lainnya. Ia memperagakan bagaimana cara menggunakannya kemudian aku mencobanya. Memang dasarnya aku masih cupu, untuk beban paling ringanpun aku tak sanggup mengangkatnya. Akhirnya Dion mengajakku untuk berlatih kekuatan tangan dulu, agar terbiasa dengan beban. Ia memintaku mengangkat dumble selalama beberapa hitungan yang diulang-ulang. Kurasa setelah ini lenganku tak akan sanggup untuk mengangkat gayung. 

“Loh, Dion, lama ya nggak ketemu. Sombong ya sekarang nggak pernah main ke rumah.” Tiba-tiba seseorang menghampiri kami. 

Dari bentuk fisiknya kurasa orang ini sudah berumur di atas tiga puluh tahun. Laki-laki dewasa gemuk dengan singlet ketat berwarna biru dan celana yang menyerupai legging. Dalam hatiku bertanya-tanya, kok ada ya orang pede dengan celana seketat ini. Ada jendolan di selangkangannya namun malah membuatku jijik. Hal lain yang membuatku terganggu adalah cara bicaranya yang agak lenjeh dan manja kepada Dion. 

“Eh, Om Amri. Iya nih, sibuk kuliah, Om” Jawab Dion. Ia berusaha tersenyum meski agak terpaksa. 

“Oh, karena sudah ada yang baru ya..” Ucap laki-laki bernama Amri sambil memandang sinis ke arahku. Kemudian ia mengulurkan tangan padaku dengan gaya sok cantik, mau tak mau aku pun menjabatnya. 

“Amri” Ia menyebutkan namanya. 

“Andra” Jawabku singkat. Aku tidak berusaha ramah padanya. 

“Main ke rumah dong. Om kangen di.. ” Amri tak melanjutkan kata-katanya. Ia justru melihat ke arahku dan memperagakan gerakan pinggulnya ke depan belakang. Sudah pasti itu maksudnya gerakan orang ngewe. Berarti Dion dan orang ini pernah berhubungan badan? Gila. 

Seketika moodku langsung jelek. Tiba-tiba aku malas melanjutkan latihan lagi. Aku ingin lekas pergi dari hadapan si Amri. 

“Udahan yuk.. Capek.. Laper..” Aku memberi kode pada Dion untuk mengakhiri latihan. 

Akhirnya sesi latihan gym pertamaku selesai kurang dari satu jam. Suasana hati dan semangatku menjadi berantakan karena makhluk bernama Amri itu. Bahkan saat kami keluar gym, Amri itu masih sempat melambaikan tangan dan memberikan kiss bye pada Dion. Aku kesal sekali rasanya. Seperti ada sesak yang menumpuk di dadaku. Ingin rasanya kujambak rambut si Amri itu. 

Sebelum pulang kami mampir dulu ke tempat makan. Dari tadi aku lebih banyak diam. Aku menunggu Dion untuk memberikan penjelasan. Dan sepertinya Dion tahu dengan isi pikiranku. 

“Tadi itu namanya Om Amri.." Aku hanya diam. Membiarkan Dion melanjutkan cerita. 

“Aku dulu kenal dia dari aplikasi kemudian beberapa kali main ke rumahnya.” Lanjut Dion. “Kerjanya di bank..” Dion menambahkan informasi yang tidak penting menurutku. 

“Terus kamu tidur dengannya?” Aku memotong penjelasannya. 

“Ya, begitulah.” Dion tidak berusaha mengelak. 

“Kok bisa sih?” Tanyaku heran. 

“Ya, bisa saja emang kenapa? Toh aku juga single.” Jawab Dion. 

“Maksudku, kok kamu bisa sih ngewe dengan orang kayak gitu. Emang kamu bisa nafsu ya?" Tanyaku. 

“Orang kayak gitu gimana?” Nada suara Dion agak meninggi. Baru kali ini kami terlibat obrolan perdebatan seperti ini. “Ya, kan dia sama aja kayak kamu, kayak aku, emang apa bedanya? Ya nyatanya aku juga bisa nafsu sama dia.” 

Aku cuma bisa mengela napas panjang. Di perjalanan mengantarkanku ke kos Dion tak banyak bicara. Bahkan kali ini ia tak memberikan ciuman pamitan seperti biasanya. Sepertinya ia marah. Tapi bodo amat. Aku juga merasa kesal padanya. Apakah aku cemburu? Entahlah. 

Aku masih tidak habis pikir, bisa-bisanya Dion berhubungan badan dengan cowok seperti Amri itu. Membayangkannya saja aku jijik. Memangnya Dion ini tidak punya kriteria ya? Kenapa murahan sekali? Dengan wajah ganteng kayak gitu harusnya dia itu lebih selektif memilih siapa yang akan diewenya. Bukan yang seperti Om Amri lebay itu. 

Aku jadi berpikir, sudah berapa orang yang diewe oleh Dion ini? Apakah bentuknya juga aneh-aneh seperti Amri itu? Pasti Dion ketemu orang-orang itu gara-gara grindr. Tapi mau bagaimana pun juga aku tidak bisa mengubah masa lalu dia. Mau tak mau aku harus menerimanya. 

Malam ini tak ada kabar apapun dari Dion. Biasanya sebelum tidur kami masih sering ngobrol. Aku juga gengsi untuk mulai menghubungi dia duluan. Entah kenapa suasana hatiku buruk semalaman. Rasanya serba salah dan uring-uringan. Aku sudah berusaha memejamkan mata tapi tetap susah tidur. Mencoba nonton Netflix juga tidak ada yang menarik. 

Dalam kekesalan serta kegabutanku, akhirnya kubuka aplikasi grindr. Aku mencoba menerka-nerka orang-orang mana yang sudah tidur dengan Dion. Aku merasa tidak terima. 

Kalau dipikir-pikir, aku ini yang rugi ya. Dion pasti sudah pernah ngewe dengan banyak orang sementara aku baru dengan Dion saja. Rasanya tidak adil. Kupikir tidak ada salahnya kalau aku ngewe dengan orang lain, toh aku dan Dion juga belum ada tanda jadian. Status kami bukan pacar. 

T25: Hi

T25: Fun? 

Sebuah akun di grindr bernama T25 mengirimkan pesan padaku. Aku pun membalasnya. 

Dito: Hi

Dito: yuk

Kemudian akun T25 mengirimkan fotonya. Not bad. Paling tidak seleraku lebih tinggi daripada Amri itu. Dion memang bodoh. 

T25: ada tempat? 

Dito: ada

T25: ada whatsapp? 

Aku pun memberikan nomor whatsappku pada orang tersebut. 

(Bersambung) 

Boti-Boti ProblematikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang