Aku menemani Sandy makan malam di sebuah cafe tak jauh dari rumah indekos kami. Cukup jalan kaki kurang dari sepuluh menit dari Wisma Arjuna.
Nyamleng Cafe ini lebih mirip warung dengan ukuran besar. Sebuah bangunan semi terbuka berdiri di pinggir sawah. Terdapat belasan meja besar yang masing-masing dilengkapi oleh dua buah bangku panjang. Tiap meja muat untuk enam orang. Suasana pinggir sawah dengan gemercik air dan bunyi serangga malam menjadi daya tariknya.
Kami memilih duduk di pinggir dinding yang terbuka agar bisa merasakan udara malam. Aku masih geli dan tersenyum sendiri mengingat kejadian beberapa menit yang lalu. Hampir saja Sandy memergokiku yang sedang coli. Semua gara-gara Mas Rendy ganteng sialan itu yang terus terbayang di kepalaku. Beruntungnya aku sempat menarik selimut untuk menutupi tubuh setengah telanjangku dan pura-pura tidur ketika Sandy masuk kamar dan membangunkanku. Dan kami pun berakhir di Nyamleng Cafe ini dengan aman.
Menu yang disajikan di cafe ini bukanlah makanan-makanan mewah. Sandy memesan ayam geprek dan segelas es teh. Sementara aku karena sebelumnya sudah makan di warung indomie, hanya memesan snack yaitu sepiring singkong goreng beserta es jahe susu. Harga makanannya terbilang murah. Tak heran, Nyamleng Cafe ini selalu ramai dipenuhi mahasiswa dan mahasiswi.
Nongkrong di cafe semacam ini merupakan hal baru bagiku. Semasa SMA bisa dihitung berapa kali aku pulang ke rumah di malam hari. Biasanya sebelum magrib aku sudah sampai rumah. Itu pun karena les atau jam pelajaran tambahan. Masa-masa kuliah itu ternyata menyenangkan sekali. Aku bebas melakukan apa-apa yang belum pernah kulakukan saat SMA dulu.
Pandanganku menyapu ke sekeliling cafe. Aku tak pernah bosan melihat aktivitas orang-orang dengan berbagai latar belakang. Gelak tawa dan hiruk pikuk terdengar dari tiap meja. Beberapa anak muda terlihat sedang bermain kartu. Menyenangkan melihat ekspresi orang-orang yang ada di cafe ini.
Sebagian orang terlihat menarik dengan gaya outfitnya. Aku selalu kagum pada orang-orang yang bisa memadupadankan baju sehingga terlihat mencuri perhatian. Namun mesti begitu, ada juga tipe orang yang walau dengan oufit biasa saja, bahkan kaos usang sekalipun, tetap terlihat menarik. Orang tersebut sedang berada di meja sebelahku.
Di antara lima orang di meja sebelah, lelaki dengan kaos oblong yang agak kedodoran dan celana jeans mencuri perhatianku. Tentu saja karena wajah gantengnya. Bibir tipis dengan alis tebal. Dia selalu tersenyum lebar sambil mendengarkan temannya bercerita. Tak henti-hentinya memamerkan giginya yang rapi. Ada garis-garis kerutan di sudut matanya tiap ia tersenyum lebar. Entah kenapa senyumnya menular kepadaku.
Aku terus mencuri pandang padanya. Sepertinya ia sadar. Tiap kali ia akan menoleh ke arahku, kulemparkan pandangan ke arah lain. Begitu beberapa kali.
"Heh, ngapain senyum-senyum dari tadi?" Tanya Sandy. Ternyata ia menyadari tingkahku yang tak biasa.
"Hah, nggak kok. Ini lagi skrol di tiktok. Banyak video lucu." Ucapku mengalihkan pembicaraan.
"Kerjaan skrol tiktok mulu. Di kos mulu, lu. Lama-lama ansos kayak anak-anak kos lainnya." Sandy merepet.
Dibanding aku, Sandy memang lebih sering main ke luar. Entah itu mengerjakan tugas bersama teman atau main ke mal. Sementara aku lebih senang nonton netflix atau baca buku di kamar. Baru keluar kalau lapar atau kebelet.
"Biar nggak bosen di kos mulu, besok Sabtu kita ke sini ya." Sandy mengeluarkan empat lebar tiket. "Kita nonton festival film Asia di bioskop".
"Lha kok tiketnya banyak banget. Kita kan cuma berdua?" Sahutku.
"Itu tugasmu, buat nyari temen nonton yang lain." Jawab Sandy enteng. Sambil menyeruput es teh nya.
Tadinya aku sudah sumringah. Dalam hatiku girang. Aku terpikirkan untuk mengajak Mas Rendy sekalian. Pasti seru nonton film di bioskop sambil duduk sebelahan dengannya.
"Ajak cewek ya. Temen kuliahmu. Anak pariwisata kan cantik-cantik." Jawaban Sandy, meruntuhkan harapanku. "Anggap aja double date gitu."
Sandy memintaku mencari teman cewek di jurusanku untuk ikut nonton festival film Asia. Salah satu target pribadi Sandy adalah punya pacar dari jurusan sosial. Ia tidak mau mencari pacar anak IPA karena menurutnya tidak seru. Terlalu akademis katanya. Aku hanya mengangguk-angguk saja sambil memikirkan siapa teman kuliahku yang akan kuajak.
Ku menoleh lagi ke meja sebelah. Ternyata sudah berganti pengunjung. Ku lihat ke sekeliling. Si pemilik senyum indah itu sudah tidak terlihat di cafe ini. Aku kecewa. Aku masih ingin memandanginya. Aku ingin mengenalnya.
Sebelum pulang ke kos, aku mampir dulu ke kamar kecil. Aku masih menggumam dalam hati. Dipikir gampang cari temen cewek buat nonton? Nanti kalau temenku salah paham atau baper gimana? Bukannya lebih seru kalau ajak Mas Rendy saja? Lagipula aku kan tidak tertarik pada cewek. Hatiku rasanya kesal. Begitu selesai kencing dan mencuci tangan di wastafel. Seseorang menghampiriku.
"Boleh minta nomer whatsapp?"
Demi apa? Seseorang laki-laki dengan kaos oblong oversize dan celana jeans pendek yang sempat mencuri perhatianku tadi telah berada di sampingku. Aku kaget. Ia meminta nomer whatsapp dan aku tak tahu harus merespon bagaimana. Seperti mimpi.
"Namaku Dion." Katanya sambil mengulurkan tangan. Aku diam beberapa saat kemudian menjabat tangannya dengan keraguan.
"Andra." Jawabku singkat. Aku menengok ke sekeliling. Aku takut ketahuan orang kalau sedang diajak kenalan oleh laki-laki. Jujur ini pengalaman pertama bagiku. "Sorry ya, aku ditunggu teman."
Buru-buru aku mengajak Sandy pulang. Di perjalanan aku masih bertanya-tanya, apakah penampilanku menunjukkan kalau aku seorang gay? Apa benar istilah gaydar itu? Apakah sesama cowok gay bisa bisa saling mendeteksi?
Perasaanku campur aduk. Ada sedikit sesal karena aku tak memberikan nomer whatsappku. Aku melewatkan kesempatan mengenal orang yang kuanggap menarik. Dan faktanya ternyata ia juga tertarik padaku. Kuingat-ingat namanya. Dion, semoga kita bisa bertemu lagi.
Apakah aku akan bisa bertemu lagi dengannya? Di mana aku bisa menemukannya?
(Bersambung)
_____________________________________________
Vote dan komentar dari pembaca akan sangat berarti agar penulis lebih semangat menuliskan cerita ini. Terima kasih
KAMU SEDANG MEMBACA
Boti-Boti Problematik
RomanceAndra yang mulai menjalani kehidupan sebagai mahasiswa baru mulai menemukan jati dirinya. Untuk pertama kalinya ia hidup merantau jauh dari orang tua. Di kota yang baru itulah, Andra mulai menyadari bahwa ia bukan seperti laki-laki pada umumnya yang...