Lagu mulai berputar, penampilan mereka lakukan dengan baik dan kami monitor dari dalam backstage. Aku bersama sensei menonton dari layar yang terhubung dengan kamera sentral di tengah venue theater. Kami terkagum melihat 12 member yang tengah perform tersebut, betapa keren dan menawannya mereka semua. Theater yang biasanya dibawakan oleh 16 orang namun mereka bawakan dengan 12 orang dan berjalan dengan sangat baik. Aku tak tau bagaimana team yang sekarang tengah perform di Yogyakarta, namun aku berharap mereka juga dapat menampilkan yang terbaik di sana."Loh, kok Gendis?" tanyaku pada Sensei, pria itu menggeleng dan tertawa ke arahku.
"Lagi hot banget kyaknya sampe gak sadar?" balas Sensei bertanya padaku, membuatku tersipu malu mendengar ledekannya.
"Gendis gantiin siapa?" tanyaku sambil mulai menghitung member dan memperhatikan mereka satu-satu.
"Eemm... siapa yang gak ada ya?" Aku mulai mengingat-ngingat.
"LIA!" ucapku sedikit kencang ketika baru menyadari kalau Lia yang tidak ada, tepat ketika lagu berganti menjadi lagu kedua di setlist Aturan Anti Cinta tersebut.
"Iya... aku kak" suara Lia terdengar di sampingku dan Sensei, ia tersenyum pada kami dan mengambil bangku untuk duduk di samping kami.
Aku melihat Lia yang terlihat pucat, ia memakai jaket yang resletingnya ia kaitkan sampai atas. Aku bisa melihat dirinya kurang sehat, tetapi aku baru mengetahui hal ini karena semalam ia terlihat biasa saja. Ia meminta air putih padaku dan aku langsung memberikannya."Dia, sakit, semalam sampai batuk tapi keluar darah." ucap sensei, memberitahu kenapa Lia sampai tak perform.
"Tapi batuk doang kak, bukan yang berdarah kyak di sinetron gitu loh..." ucapnya dengan cepat seakan mengklarifikasi sebelum aku sempat menyuarakan rasa khawatirku.
"Ganti cuaca dan radang aja kyaknya karena MnG dan 2shot kemarin, uhuuk uhuuk" tambahnya, ia terbatuk karena berbicara terlalu panjang.
"Udah, jangan ngomong dulu" ujar sensei, Lia terkekeh dan mengangguk pelan.
Kami kembali menonton, melihat penampilan para member yang menawan dengan kostum dress sleeveless bintang-bintang tersebut. Lagu telah memasuki outro, para member berlari kecil sambil memasuki backstage. 12 member segera berlari ke backstage dan melakukan quick change dengan cepat dan gesit namun tetap tepat. Mengganti pakaian mereka dengan kostum berikutnya yang seperti baju sekolah berlapis rompi hijau.
"Quick quick quick" ucap sensei dan staff wardrobe yang standby di dekat tirai pembatas stage dengan backstage.
Outro yang mungkin hanya berkisar 1 menit itu menjadi waktu untuk mereka mengganti kostum berikutnya, berapa kalipun aku melihat quick change para member, berkali-kali juga aku terpukau dan memuji betapa kerennya mereka. Satu persatu dari member telah berganti pakaian, aku sempat melihat Feni yang melirik ke arahku sambil mengedipkan satu matanya. Tingkah Feni membuat birahiku kembali terpancing, teringat akan kejadian sebelum pertunjukan ini. Aku menghela nafas, menghilangkan pikiran kotorku dari tempat ini.
"Selalu, sampai umur berapapun tak akan ingin melepas seragamku~" musik berputar, lagu bermain, para member menyanyikan dengan semangat.
Aku yang kini berdiri di dekat tirai masuk backstage dihampiri oleh Lia yang menonton teman-temannya dari balik tirai, memperhatikan bayangan mereka yang tengah menari dengan siluet-siluet warna-warni dari lightstick penonton. Teriakan lantang suara penonton yang bersemangat untuk menyemangati para member yang perform terdengar bergemuruh, riuh dan membuat tengkukku meremang, keren sekali.
"Uhuuk... uhuk!" aku mendengar Lia terbatuk, membuatku menoleh ke arah dirinya yang tengah berdiri di belakang tirai tengah.
Lia nampak ikut menari, mengikuti koreo dengan lincah dan semangat seperti para member yang tengah tampil. Ia mengeluarkan semua hal yang ia telah pelajari.
"Uhuuuk... uhuk uhuk!" Lia kembali terbatuk, aku langsung menghampiri dirinya dan menangkap tangannya yang tengah mengikuti koreo.
"Stop stop... nanti kamu makin sakit..." ucapku menghentikan dirinya.
Lia berhenti menari, namun aku bisa melihat wajahnya kecewa dan sedih. Matanya menatapku dengan sedikit berkaca, tetapi wajahnya memerah karena menahan batuk yang terus keluar.
"Duduk" ucapku padanya, tak tega melihatnya yang terus terbatuk.
Aku mengerti mengapa ia sampai seperti ini, rasa kecewa karena tak bisa tampil pasti membuat hatinya hancur. Segala yang telah dia persiapkan ternyata tak bisa ia tampilkan dengan baik, tak bisa ia tunjukan kepada para penggemar yang antusias menantikan dirinya dan teman-temannya. Aku tau kaki dan tangannya pasti ingin bergerak, ingin keluar dan ikut tampil. Ia menurutiku, duduk di atas box yang ada di backstage, matanya menatapku nanar. Kesedihan dan kekecewaan terpancar sekali dari sorot mata bulatnya.
"Kak... mau perform... gimana cara cepet sembuh?" pertanyaan yang sedih, yang aku sendiri tak mengerti bagaimana menjawabnya.
"Istirahat dulu, harusnya gak usah ikut ke venue... istirahat aja" ujarku, namun wajahnya terlihat makin kecewa.
"Tapi kamu udah terlanjur di sini, aku temenin ya... kita nonton dari sini aja gapapa" kataku lagi, sambil mengusap kepalanya lembut.
Ia duduk di atas box, tubuh mungilnya terlihat layu dan sedikit pucat. Beberapa kali ia terbatuk sepanjang kami menonton, meski tak sekencang ketika ia menari tadi. Aku berdiri di dekatnya, ia memegangi lenganku sepanjang menonton teman-temannya. Tangannya bahkan sedikit mencengkram kuat dan bergetar.
"Kau memanjangkan rambut, dan menjadi dewasa~"
Kami mendengarkan dengan serius, aku bisa melihat tubuh Lia bergerak mengikuti beat, mulutnya ikut bernyanyi meski diselingi batuk pelan. Kami bertatapan sesaat ketika lagu memasuki reff, Lia tiba-tiba memberikan senyum padaku sambil terkekeh dan terbatuk.
"Uhuk... aku punya ide..."
"Ide apa?" tanyaku padanya, ia mengajakku duduk di atas box namun ia turun dari atas box setelahnya.
"Gini..."
Lia melepas jaket zipper yang ia kenakan, menampilkan tubuh berbalut tanktop putih di baliknya. Tangannya menggelung rambutnya ke belakang, bergerak menggulung dengan mata yang terus menatap mataku sambil tersenyum miring. Ia mengikat rambutnya menjadi ponytail lalu terkekeh ke arahku.
"Uhuk uhuk... hehe" Lia mendekati tubuhku dan berdiri tepat di tengah kedua kakiku.
Aku tau, aku sangat bisa menduga apa idenya, pasti tak jauh-jauh dari hal dewasa yang sudah bisa aku duga. Tetapi, akal sehatku sudah tidak ada karena rasa kentang yang ku dapat karena hanya Feni saja yang tadi mencapai kepuasannya.
"Kalau aku sepong kakak, trus minum peju kakak, aku yakin pasti tenggorokanku lebih cepat sembuh" ucapnya, tangannya memegang kedua pahaku sambil bergerak perlahan menuju celana yang aku kenakan.
"Hah... logika apa itu?" tanyaku terkejut, aku tak menduga alasan aneh seperti ini yang ia gunakan.
"Hahahaha aneh banget kamu!" ujarku lagi, Lia hanya terkekeh sambil menarik turun celana yang aku kenakan.
"Loh, kan nanti peju kakak ngalir ke tenggorokanku yang radang dan luka... siapa tau obat, kan protein!" ucapnya terkekeh.
Lalu penisku yang sudah ciut itu sudah tak lagi berbalut apapun. Masih belum berdiri dan perkasa, penisku dipegang oleh Lia.
"Hehe masih kecil... uhuk uhuk... ayo dong besar lagi..." pegangnya sambil mengelus batang penisku.
"Nghhh...!" aku mengerang karena geli yang terasa, Lia memasukan penisku ke dalam mulutnya meski belum berdiri.
Selengkapnya di :
https://trakteer.id/Bersimfoni
satuan :
https://karyakarsa.com/KelinciBeku
KAMU SEDANG MEMBACA
Mini Series
Fiksi PenggemarMulai nanti, kalau ada One Shoot yang akhirnya jadi Series, akan di upload di sini.