Perasaan yang mendebarkan

505 45 3
                                    

*******

Disepanjang jalan pulang, mereka berempat berjalan beriringan. Dari kiri Chocho dengan senyum bahagianya karena telah berbelanja, Sarada dengan pipi sedikit merona dan pandangannya yang sesekali melirik ke bawah, Boruto dengan ekspresi datar khasnya dan Mitsuki seperti biasanya.

"Kalian ketempat tadi mengapa?" tanya Chocho membuka pembicaraan, sorot matanya menunjukkan penasaran. "Tapi kalian tidak ada bawa apa-apa. Tidak menemukan sesuatu yang diinginkan ya?" tanyanya lagi, kali ini sambil menaikkan satu alisnya, pandangannya beralih dari Boruto ke Mitsuki dengan penuh rasa ingin tahu.

Mitsuki tersenyum tipis, "Tadi itu, aku hanya mencari sesuatu yang ingin ku cari, tapi tidak ada." Ia lalu melirik sekilas ke arah Boruto yang masih diam, senyumnya sedikit melebar, "Dan untuk Boruto, aku yang mengajaknya, minta ditemani." Tuturnya kepada Chocho.

Boruto hanya mengangguk kecil sebagai jawaban. Ia berusaha mengabaikan detak jantungnya yang terasa lebih cepat dari biasanya. Pandangannya sengaja ia alihkan ke arah jalanan yang ramai, namun sesekali ia melirik ke samping, tepatnya ke arah Sarada yang berjalan di sebelahnya. Entah kenapa boruto merasa canggung berjalan di berdampingan dengan Sarada yang ada di sebelahnya. Boruto merasa tak paham dengan dirinya sendiri. Namun boruto dapat menyembunyikan dengan ekspresi datarnya itu.

Sedangkan di sisi lain, Sarada juga merasa merasakan hal yang sama seperti Boruto. Jantungnya berdebar kencang, terasa seperti hendak keluar dari rongga dadanya. Ia meremas erat tali tas belanjaannya, berusaha menenangkan diri. Pipinya yang merona semakin menjadi, membuat hatinya semakin bergemuruh. Sarada tak berani menatap boruto atau sekedar menoleh kepadanya. Sarada masih terus mengingat kejadian yang terjadi di tempat pembelanjaan itu.

Setelah pembicaraan singkat antara chocho dan di jawab Mitsuki itu, suasana menjadi sedikit hening. Hanya suara langkah kaki mereka berempat dan suara-suara dari orang lain yang berlalu lalang juga.

Dengan membawa barang belanjaannya, Sarada berjalan dengan menundukkan kepalanya, pandangannya tertuju pada ujung sepatu miliknya. Rambut hitamnya yang terurai sebagian, ikut terayun lembut mengikuti ritme langkahnya. Sesekali, hembusan angin sepoi-sepoi juga ikut membuat rambutnya tertiup angin seperti rumput bergoyang yang tertiup angin dan mengacak rambutnya. Sarada terus berjalan beriringan dengan yang lainnya, namun pikirannya melayang entah ke mana.

Tanpa menyadari disekelilingnya, Sarada terus melangkah tanpa waspada. Seorang pria berpakaian seperti pencuri berlari kencang. Dengan napas terengah-engah, pria itu berusaha menghindar dari beberapa orang yang mengejarnya. Karena Sarada lengah dan larut dalam pikirannya. Alhasil dalam hitungan detik, tubuh mereka bertabrakan, orang itu menabrak Sarada.

Sarada yang tiba-tiba ditabrak pun terkejut dan tak dapat menyeimbangkan tubuhnya.
Sehingga Tubuhnya terdorong keras. "Akh!" Pekik Sarada, tubuhnya terhuyung ke belakang. Ia memejamkan mata, bersiap-siap merasakan sakit saat tubuhnya menghantam tanah. Namun, yang ia rasakan justru sepasang tangan kuat yang menopang pinggangnya.

Perlahan, ia membuka mata dan mendapati wajah seorang pemuda tampan tepat di hadapannya. Sarada tak dapat menyembunyikan keterkejutannya ketika ia membuka matanya, wajahnya yang sangat dekat dengan seseorang yang menolongnya. Wajahnya yang tampan dengan mata safir cerah terbentang di hadapannya, begitu dekat hingga ia bisa melihat jelas bulu mata lentik pemuda itu. Hidung mancung dan bibir tipisnya membentuk garis tegas yang kontras dengan tatapan lembut yang ia pancarkan. Jantung Sarada berdegup kencang, pipinya terasa panas.
Orang yang menolongnya itu juga menatapnya dengan tatapan tajam namun terdapat sisi kelembutan tersendiri menurut Sarada.

Dengan Mata safir yang bertemu dengan mata hitam pekat Sarada mereka berdua saling bertatapan. Keduanya terdiam, seolah dunia berhenti sejenak. Sarada juga masih memegang erat barang belanjaannya yang tidak lepas dari genggaman tangannya. Boruto nama pemuda yang menolong Sarada itu juga diam dan tetep memegang tubuh Sarada agar tidak jatuh ketanah. Dari jarak sedekat ini Boruto mengambil kesempatan untuk dapat melihat wajah sarada dari dekat. Wajahnya yang bulat, matanya yang seperti malam namun begitu tenang di lihat dengan bulu mata yang lentik, begitu cocok ditambah dengan kacamatanya menambah kesan tersendiri untuknya, hidung yang tidak terlalu mancung namun sesuai untuknya serta bibir tipisnya yang bewarna pink namun alami begitu nampak sekali dilihatnya. Satu kata yang timbul di benak boruto saat ini adalah kata yang tepat untuk orang yang sedang dilihatnya adalah "cantik"

Mereka terus saling menatap dalam diam, seakan dunia hanya berisi mereka berdua. Waktu seolah berhenti sejenak. Namun, deheman keras dari Chocho menyadarkan mereka dari lamunan.

"Ehemm! Ehemm!" Chocho berdehem keras, kedua tangannya ia lipat di depan dada yang sudah merasa iri melihat boruto dan Sarada yang dari tadi masih tatap tatapan tanpa bergerak sedikit pun

Chocho lalu berjalan ke depan Sarada dan boruto yang masih saling berpegangan itu dengan tersenyum lebar sambil memandang mereka berdua.
"Gomen, ganggu". " bukannya aku mau merusak momen kalian, tapi sampai kapan kalian begitu". tanyanya dengan nada bercanda, namun sorot matanya penuh arti.

Boruto dan Sarada pun tersadar. Sontak dengan gerakan cepat, Sarada pun langsung melepaskan dirinya dari boruto yang telah menolongnya dan boruto juga menurunkannya.

Tatapan mereka bertemu sejenak, lalu dengan cepat mereka mengalihkan pandangan, wajah mereka berdua kini terlihat memerah karena malu.

"Kau tidak apa-apa, Sarada?" tanya Boruto dengan suara lembut, berusaha menyembunyikan detak jantungnya yang bergemuruh. Matanya tak lepas dari wajah gadis di hadapannya, mencari tanda-tanda luka atau cedera.

Sarada mengangguk pelan, berusaha menguatkan dirinya. "I-iya, aku baik-baik saja," jawabnya, suaranya sedikit gemetar sambil berusaha mengalihkan pandangan, berusaha menyembunyikan rasa malunya dan tatapan dari boruto. Didalam hatinya ia juga merututi dirinya sendiri yang tidak waspada sehingga sampai sempat dirinya di tabrak orang. Sarada juga merasa kesal kepada orang yang menabraknya itu, kenapa orang itu menabraknya, "sepertinya dia tidak menggunakan matanya dengan baik" umpatnya merasa kesal

Setelah dapat mengendalikan emosi dan rasa malunya. Sarada menarik nafas dalam-dalam, lalu menatap Boruto dengan matanya. "Arigatou, Boruto. Karena kau, aku selamat." Suaranya terdengar tulus, penuh syukur.

Boruto tersenyum tipis, namun dengan wajah dingin seperti biasa "hn, lain kali kalo jalan tu lihat ke depan, Sarada." Katanya nada suaranya datar, namun ada sedikit kekhawatiran tersembunyi di baliknya. Ekspresinya menunjukkan bahwa ia sedang berusaha keras untuk bersikap biasa saja.

Saat itu, Chocho ikut berbicara dengan sorot jahil di matanya. Ia menatap Boruto dan Sarada, senyumnya lebar. "Wah, wah, tadi itu kalian mesra sekali," ujarnya sambil terkekeh. "Apa lagi kamu, Boruto? Kau begitu cepat sekali menolong Sarada!"

Sarada dan Boruto tersentak mendengarnya, sontak mereka menoleh ke arah Chocho, wajah mereka berdua memerah seperti tomat. Namun setelah itu, Boruto menundukkan kepala, berusaha menyembunyikan rasa malunya, sementara Sarada menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan dan menyembunyikan senyum yang muncul di sudut bibirnya. Mereka saling bertukar pandang sejenak, sebelum Boruto buru-buru mengalihkan tatapan ke arah lain.

Boruto lalu berbicara dengan tergagap, mencoba membela diri "Bu-bukan begitu! Aku hanya tidak ingin dia terluka. "

"Yah, Boruto memang tidak bisa melihat gadisnya kenapa-kenapa, Itulah sebabnya dia selalu ada untuk Sarada". Ucap Mitsuki sambil menaikkan alisnya dengan ekspresi yang sulit dibaca. Matanya yang tenang justru membuat suasana semakin canggung bagi Boruto.

Wajah Boruto dan Sarada semakin memerah, keduanya merasa terjebak dalam situasi yang canggung. Mereka saling melirik dengan cepat dan segera mengalihkan pandangan, berusaha menyembunyikan kecanggungan yang terasa di antara mereka.

"Sudahlah, jangan canggung begitu," lanjut Chocho sambil tertawa merasakan kecanggungan diantara keduanya, sambil melangkah maju. "Ayo kita lanjutkan perjalanan. Kalian tidak mau kan berdiri di sini terus?" Ia melirik ke belakang dengan senyum nakal sebelum berjalan lebih jauh bersama Mitsuki.

Mereka berempat melanjutkan perjalanan, suasana masih sedikit canggung dan cukup tegang bagi Boruto dan Sarada. Sesekali, Chocho melontarkan candaan yang membuat Mitsuki tersenyum tipis, sementara Boruto dan Sarada hanya bisa saling melirik dengan wajah yang masih merona dan hati berdebar.

Saat mereka berjalan, Sarada mencuri pandang ke arah Boruto, melihat ekspresi bingung di wajahnya. Dia tidak bisa menahan senyum kecilnya. Boruto yang merasakan tatapan itu, langsung menoleh dan mendapati Sarada sedang tersenyum. Dalam sekejap, wajahnya kembali memerah, membuatnya merasa semakin gugup

Di tengah perjalanan itu juga, suara tawa Chocho dan Mitsuki mengisi keheningan, tetapi Boruto dan Sarada tetap terjebak dalam dunia mereka sendiri-dunia penuh rasa malu dan kecanggungan.























Jangan lupa setelah membaca jangan lupa vote atau komennya okeee!!!

Borusara: Melangkah Ke Depan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang