19. Sampai Jumpa

1.3K 147 27
                                    

Jeno tengah asik mengobrol dengan Woojin sambil memperhatikan Haechan di dapur. Hari ini bibi tidak datang sebab Haechan ingin membuat sarapan sendiri. Kalau kata Haechan, terakhiran sebelum Woojin pulang ke tempat asalnya.

Oh, Haechan belum sempat mengobrol dengan Jeno terkait Jeno semalam. Biarlah itu nanti saja.

"Pagi-pagi udah di dapur aja lo, Chan," ujar Jaemin yang memasuki dapur dengan Chenle, Renjun, dan Jisung.

"Emang di mana lagi harusnya, hyung?" tanya Jisung. Biasanya kan pagi-pagi memang waktunya mereka sarapan bersama.

"Gak jelas emang," celetuk Renjun.

"Tau nih, Jaemin hyung aneh banget. Masa dia dari jam empat pagi udah bangun grasak-grusuk di kasur," imbuh Chenle. Dia terganggu dengan suara berisik Jaemin dini hari tadi.

"Salahin dua orang itu tuh, masa nganu di dapur tengah malem anjir." Jaemin mendengus saat teman-temannya menyerang. Padahal dia hanya bertanya pada Haechan saja tadi.

"Hah?" Jeno mengerutkan dahinya. Sementara Haechan sudah mematung di tempat. "Nganu apaan dah? Gue tidur nyenyak perasaan."

"Dikira gue gak denger suara berisik di dapur? Pas gue liat taunya lo sama Haechan lagi ciuman di meja makan ini. Untung lo berdua kagak ngewe juga di sini," kesal Jaemin.

"Apaan dah lo, ngarang cerita."

"Beneran anjir, Jen. Lo kalo mau berzina tuh tau tempat napa. Untung gue yang keluar kamar, kalo Chenle gimana?!"

Jeno ikut kesal dituduh hal yang tidak dia perbuat sama sekali. "Mimpi kali lo!"

"Udah woi, ada anak kecil di sini," tegur Renjun sambil membantu Haechan menata sarapan di meja.

Mereka pun terdiam dan sibuk dengan pikirannya masing-masing. Terlebih lagi Haechan yang bingung akan mulai dari mana. Ingin mengelak tentang yang dibilang Jaemin, tapi itu benar adanya, bahkan Jaemin pun melihat sendiri.

Akhirnya, setelah mereka selesai sarapan, Haechan menginterupsi dengan dehaman, membuat yang lain menatap ke arahnya.

"Emm.. ada hal yang harus kalian tau." Haechan menjeda sejenak. "Hari ini Woojin bakal pulang ke tempat asalnya setelah hampir lebih dari dua bulan tinggal sama kita."

"HAH?!"

Haechan mengangguk saat mereka menatap penuh tanya seraya terkejut.

"Jadi semalem itu Jeno dari masa depan dateng ke sini. Awalnya dia mau bawa Woojin. Tapi untungnya gue bisa minta satu hari biar Woojin punya waktu pamitan sama kalian."

"Ayah dateng ke sini?" Woojin bertanya setelah mendengarkan penjelasan sang papa. "Ayah beneran mau jemput aku, pa?"

Haechan mengusap lembut kepala Woojin. Anak itu berkaca-kaca. "Kenapa, sayang? Kamu gak mau pulang?"

Woojin menggeleng. "Bukan. A-aku kangen ayah. Apa ayah baik-baik aja?"

Mulut Jeno terasa gatal ingin menjawab, tapi akhirnya dia membiarkan Haechan dan Woojin berbicara. Jeno yakin bukan dirinya ini yang dimaksud Woojin.

"Ayah kamu baik, sayang. Cuma papa khawatir karena ayahmu kurus sekali."

"Iya," sendu Woojin. "Setelah papa pergi, ayah jarang makan.. lupa sama anaknya juga."

"Maafin ayah kamu ya. Setelah ini, papa yakin dia bakal menyayangi Woojin seperti dulu." Haechan tersenyum. "Sekarang, Woojin main sama paman Lele dan paman Jie dulu ya."

Setelah ketiga 'anak' itu pergi, Haechan menghela napas sejenak. Kemudian dia menoleh ke arah Jeno. "Maaf. Aku nggak bilang ke kamu lebih dulu tentang ini. Tapi setelah apa yang Jaemin bilang tadi, aku sekaligus mau pengakuan dosa."

Are We Gay? || NohyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang