Annyeong, 2032!
Haechan mengerjap dengan jantung yang berderu kencang karena gugup. Ternyata begini rasanya melintasi waktu? Mual dan pusing mendera dirinya kala sampai di tempat tujuan yang dia belum tahu itu apa.
"Minum dulu biar gak pusing lagi," kata Jeno sambil menyerahkan sebotol air yang dia dapat dari meja kerjanya.
Setelah meneguk habis, Haechan mengedarkan pandangannya. "Ini tempat apa?"
"Rumah kita. Ini ruang kerja aku."
Haechan membolakan matanya tak percaya. "Maksud kamu.. kamar hotel 421 itu jadi ruang kerja kamu sekarang? Dan hotel itu jadi rumah kita?"
Jeno mengangguk. Awalnya dia pun tak percaya mereka membeli hotel itu dan merenovasinya menjadi rumah besar mereka sekarang. Yang awalnya hotel 10 lantai sekarang menjadi rumah 4 lantai. Rooftop dan roof garden di lantai 4. Ruang kerja, gym, dan kolam renang private dibuat di lantai 3. Kamar utama, kamar anak, kamar tamu, dan ruang santai di lantai 2. Serta ruang tamu, dapur, dan kamar pekerja berada di lantai 1.
Pintu utama terletak di lantai dasar dengan halaman luas yang dimanfaatkan sebagai parkir para tamu, sementara halaman belakang digunakan sebagai taman dan tempat bermain dengan kolam renang terbuka. Garasi keluarga terletak di basemen.
"Mewah banget, Jen, sampe ada lift. Ini gak salah? Beneran rumah kita di masa depan? Siapa yang ngide anjir, gue beneran kaget."
"Ngomongnya yang bener, sayang."
Haechan terkekeh. "Maaf, aku masih syok abis jalan-jalan di rumah sendiri."
"Tapi kamu suka rumahnya?"
"Suka dong. Impian aku banget sejujurnya, hehehe. Berarti ini aku yang minta bikin rumah ginian ya?"
Jeno mengusak kepala Haechan gemas. Setelahnya dia mengamit jemarinya dengan Haechan. "Udah siap ketemu sama Woojin dan diri aku di masa ini?"
Haechan menghela napas pelan sebelum mengangguk. Membuat Jeno membawanya ke lantai 2 melalui tangga. Itu Haechan yang minta, sambil menyiapkan diri untuk bertemu Woojin lagi.
Sesampainya di depan pintu kamar utama. Jeno melepaskan genggamannya. Dia menyuruh Haechan membuka pintu saat sudah siap.
Perlahan, Haechan mengangkat tangannya meraih handle pintu. Bunyi 'klek' menandakan dirinya akan segera bertemu dengan orang yang dirindukannya selama ini. Jantungnya berdegup kencang, hampir sama ketika penyakitnya menyerang, tapi ini bukan soal penyakit.
Sesosok anak kecil berdiri lima meter dari Haechan berada. Anak itu masih berperawakan sama, hanya rambutnya saja yang semakin gondrong dari terakhir kali mereka bertemu.
Mata Haechan memanas, membendung cairan kala anak itu menoleh dengan tatapan yang menyipit, persis Jeno. Beberapa detik mereka bertatapan dengan menyiratkan rindu masing-masing, Haechan menyunggingkan senyum.
"PAPAAA!"
Anak itu berlari dengan air mata yang lolos membasahi pipi. Haechan merentangkan tangannya, membawa sang anak ke dalam pelukan hangat. Haechan ikut menitikkan air mata ketika mendengar anak itu sesegukkan.
"Woojin.. anak papa."
Sementara di ambang pintu, Jeno hanya tersenyum penuh bahagia. Keputusannya untuk pulang dan membawa Haechan tidak salah. Woojin, sang anak, benar-benar terlihat utuh ketika bertemu Haechan.
"Papa, I miss you so so so so much!"
"Papa misses you too, baby." Haechan mengeratkan pelukannya. "Lama kita gak ketemu, kamu sehat, sayang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Are We Gay? || Nohyuck
FanficBxB | mpreg | fiksi, fiksi, fiksi | idol life | harsh words | 18+ | cr on pinterest Nohyuck slight Jaemle ㅡ Haechan menemukan anak laki-laki berusia 5 tahun di depan asrama ilichil dengan sepucuk surat. Anak itu memanggil Haechan dengan sebutan papa...