20. Letting Go

1.1K 129 15
                                    

Sudah dua minggu sejak kepulangan Woojin. Jeno merasakan banyak perubahan dari Haechan. Kekasihnya lebih sering murung di kamar, tidak berselera makan, dan tidak lagi melontarkan senyum sama sekali.

Hal itu tidak hanya Jeno yang merasakan, tetapi Dreamies dan Ilichil hyungdeul tak terkecuali. Mereka semua merasakan raga Haechan yang seperti tak bernyawa. Semua hal sudah mereka lakukan. Membelikan barang-barang hingga membuatkan makanan kesukaan Haechan. Namun lelaki manis itu tetap tidak beranjak, dia tetap memilih bergelung di bawah selimut. Membuat mereka menyerah sejenak, membiarkan Haechan melakukan keinginannya.

Dengan gontai, Jeno memasukkan kata sandi asrama Dreamies. Setelah seharian Jeno sibuk dengan jadwal modeling yang padat, akhirnya dia bisa beristirahat malam ini. Meskipun tidak sepenuhnya dikatakan istirahat, sebab keadaan Haechan masih membebani pikirannya.

"Oi, Jen!" sapa Renjun yang sedang duduk sambil menonton televisi.

"Gimana Haechan?"

Renjun menggeleng, menandakan belum ada perubahan positif dari teman segrupnya itu. "Lo bujuk gih, Jen. Seharian dia belum makan dan keluar dari kamar. Gue sama yang lain udah berusaha bujuk tetep gak ada tanggepan. Jujur gue khawatir, Haechan segitu sedihnya ditinggal pergi sama Woojin."

Jeno mendengarkan.

"Cuma gue berusaha paham aja, orang tua mana yang mau ditinggal sama anaknya? Apalagi dia gak tau kapan bisa ketemu lagi, dan kita semua tau kalo Haechan bener-bener sesayang itu sama Woojin," imbuh Renjun.

Jeno mengangguk. "Kalo gitu gue ke kamar ya. Thanks udah jagain Haechan."

"Santai. Lo jangan lupa istirahat juga, Jen. Jaga kesehatan!" kata Renjun setelah Jeno beranjak ke kamarnya.

Cklek

Jeno memasuki kamarnya yang terbilang hening, walaupun kenyataannya Haechan ada di sana. Lelaki itu tersenyum simpul sambil menatap buntalan selimut yang dia yakini Haechan sedang tidur atau pura-pura tidur. Jeno menyimpan tas dan mantelnya di gantungan yang tersedia. Lalu dia pun memilih untuk membersihkan diri terlebih dahulu.

Setelah mengenakan pakaian santai, Jeno mendekat ke arah Haechan. Dia menyibak selimut dengan pelan, menampilkan wajah Haechan yang pucat karena tidak berselera makan beberapa hari ini.

Jeno mengusap kepala Haechan, menyalurkan kehangatan, kenyamanan, dan semua yang bisa Jeno berikan agar Haechannya kembali ceria. Jeno rindu Haechan yang kemarin-kemarin. Jeno rindu senyuman manis Haechan, rindu tawa merdu Haechan, dan rindu melihat Haechannya bahagia.

"Haechanie.." Jeno memasang senyumannya walau tahu bahwa Haechan tidak akan menghiraukan. Lelaki manis itu hanya menatap langit-langit kamar. "Ada banyak hal yang mau aku bilang sama kamu. Aku gak maksa kamu untuk bales, tapi tolong dengerin ya?"

Jeno membaringkan tubuhnya di sebelah Haechan, membawa sang kekasih ke dalam pelukan hangat, tidak terlalu erat juga tidak terlalu longgar.

"Kamu tau? Aku sangat bersyukur dan berterima kasih sama apa yang terjadi di kehidupanku sekarang. Aku bisa dapet cinta dari kamu, bisa pacaran sama kamu, bahkan aku bisa peluk kamu sepuasnya. Hal-hal yang dulu aku gak bisa lakuin, sekarang dengan mudah bisa aku lakuin sama kamu. Makasih ya."

Jeno terdiam sejenak. Mengambil napas dalam sebelum melanjutkan perkataannya.

"Tapi, Haechanie. Di samping itu, aku banyak minta maaf sama kamu. Aku cukup sadar kalo aku banyak salah. Maaf, di masa sekarang ataupun masa depan, aku belum cukup bikin kamu bahagia. Maaf atas keteledoran aku ya. Maaf karena udah bikin kamu sedih dengan kepulangan Woojin. Harusnya, aku di masa depan gak perlu memaksakan diri datengin Woojin ke sini."

Are We Gay? || NohyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang