9. Satu Kelompok

1 0 0
                                    

Happy reading....

****

Fiona berusaha fokus memahami rumus IPA dari buku tebaldi atas mejanya. Namun entah kenapa, kali ini benar-benar sulit. Pikirannya kalut, suasana hatinya bagai badai yang tak kunjung reda.

Saat Fiona menoleh ke kanan, yang dia lihat Zia sedang membalikkan badan, tertawa cekikian entah membicarakan apa dengan Lisa dan Wiwin yang duduk di belakang mereka.

"Sst! Kalian berisik banget sih, gue susah fokus nih!" tegur Fiona.

Zia mengernyitkan alis. "Santai aja kali. Lo lagi PMS?"

"Pak Anton masih di depan, coba sekali-sekali hargai guru yang lagi ngajar."

Lisa dan Wiwin memilih menyudahi, mereka jadi sedikit takut dengan Fiona hari ini. Sementara Zia, dia cemberut, tak senang dengan ucapan Fiona. Zia membetulkan posisi badannya kembali menghadap ke depan, lalu bersedekap.

"Gue gak suka kimia."

"Hampir semua mapel lo gak suka," sahut Fiona malas, tanpa menatap Zia.

****

Jam istirahat berlalu, Fiona terus bersikap dingin, dan sekali bicara cenderung ketus. Zia jadi malas berbicara dengannya. Kalau menstruasi memang lagi sakit-sakitnya mending tidak usah sekolah saja, daripada melampiaskan ke orang lain begini, pikir Zia.

Sambil menunggu jam istirahat selesai, di mejanya, Zia lebih memilih sibuk mengedit fotonya daripada mengajak Fiona berbicara.

"Wih bagus," seru Zia senang dengan hasil editannya. "Tinggal upload." Senyum lebar menghiasi bibirnya.

"Zia."

Fiona tiba-tiba bersuara. Zia menoleh pada teman sebangkunya itu.

"Apa?" tanyanya menatap Fiona bergantian sambil menatap ponselnya karena kegiatan memosting fotonya belum selesai.

"Lo kenapa nolak Dion?"

Zia diam beberapa saat, menatap Fiona lebih serius. "Lo tau?"

"Iya, gue tau. Kenapa lo nolak cowok sebaik Dion? Bukannya lo pengin punya pacar?" Fiona menatap mata Zia lekat.

"Gue gak bisa. Sahabat ya tetap sahabat buat gue," jawab Zia santai. Dia kembali asyik dengan ponselnya.

Hati Fiona merasa patah saat mendengarkannya. "Harusnya lo terima dia."

"Kenapa emangnya?"

"Karena gue udah susah payah ngerelain dia buat lo," ucap Fiona dalam hati, dia tak mampu bersuara, dadanya bergemuruh.

Fiona hanya diam, Zia memilih cuek, namun sesaat kemudian dia teringat sesuatu.

"Habis ini sejarah, ya?" tanyanya mengganti topik, membuat Fiona mengernyit bingung.

"Iya, kenapa tiba-tiba nanyain mapel?"

Zia tersenyum lebar. "Kata Bu Yuni, Radit masuk kelompok gue. Entah kenapa rasanya gue jadi bersemangat."

Fiona tak mengalihkan pandangannya, masih terus menatap Zia dengan segala sikap santainya, dan jalan pikirannya sendiri.

"Zia, coba serius. Lo beneran mau nyia-nyiain cowok sebaik Dion?"

Zia jadi heran. "Lo kenapa sih? Dion baik bukan berarti harus jadi pacar gue, lagian lo pikir gue udah move-on dari Ardan?" Zia menghela napasnya. "Jangan bikin gue keinget dia lagi."

"Justru itu. Dion tau segalanya tentang lo, bahkan tentang keinginan lo balas dendam, dia pasti bakal membuat misi lo berjalan lancar," ujar Fiona menggebu.

The AnthonymsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang