27. Tipenya

0 0 0
                                    

Senyum lebar terulas di bibir gadis berhijab coklat yang tengah memainkan ponsel di bawah kolong mejanya. Zia tengah berbalas pesan dengan Lovi, adiknya Radit. Bagaimana Zia tak senang, Lovi mengundangnya sepulang sekolah untuk ke rumah Radit. Kedua adik perempuan Radit itu jelas sangat menyukai Zia sejak pertemuan pertama, mereka ingin bertemu lagi, katanya mau diajari make-up.

Kesempatan emas mana lagi yang lebih indah dari ini? Rasanya Zia tak sabar menunggu pulang sekolah, dia akan pulang bersama Radit. Bagaimana tak senang? Sudah lama dia dan Radit tidak bepergian bersama, padahal dulu Radit selalu senang menemaninya.

"Zia, Bu Nani lihatin lo dari tadi. Simpen HP lo," tegur Fiona berbisik.

Zia berdecak kecil. "Bawel!"

Dia menaruh ponsel itu dengan raut kesal, namun berubah senyum ketika terbayang rencananya nanti.

Fiona memerhatikan gelagat Zia sambil bertanya-tanya, apa gerangan yang membuatnya nampak begitu bahagia seperti itu?

****

"Di mana, ya?" gumam seseorang membuat Fiona menoleh.

Sesosok laki-laki dengan tas hitam tersampir di bahunya sedang menunduk ke arah deretan pot bunga, gelagatnya nampak celingak-celinguk mencari sesuatu.

Fiona langsung menghampiri cowok itu. "Nyari apa, Radit?"

Radit tersentak saat melihat Fiona tiba-tiba muncul di sampingnya. "Belum pulang?"

"Habis dari toilet. Ini mau pulang."

"Oh iya, duluan aja," jawab Radit singkat.

"Lo nyari apa? Mau gue bantu?" tawar Fiona ikut melihat-lihat ke sekitaran pot bunga.

"Gak usah, gue bisa sendiri." Radit berjalan ke tempat lain masih dengan mata yang menelisik ke segala penjuru.

Entah apa yang dia cari, Fiona sangat penasaran sehingga mengikuti kemana pun langkah Radit. "Apa sih yang lo cari? Barang punya lo ada yang kececer?"

"Iya," jawab Radit.

"Apa? Kasih tau gue, gue mau bantuin nyari."

"Pulpen."

"Ciri-cirinya?"

"Warna hitam, ada motif garis-garis warna gold di tutupnya," jawab Radit tanpa menatap Fiona.

Terulas senyum tipis di bibir Fiona, dia memilih menunda sebentar untuk pulang, membiarkan Mamanya yang sudah menunggu untuk menjemputnya. Urusan pertanyaan Sang Mama, bisa diurus nanti, Fiona bisa beralibi apa saja, asalkan momen bersama Radit tak tersia-siakan.

Sudah berlalu sepuluh menit, namun benda yang dicari tak kunjung ketemu. Radit pun menghela napasnya nampak lelah.

"Kayaknya udah hilang, Dit. Lo beli pulpen baru aja," ujar Fiona juga sudah lelah.

Radit tak menjawab, dia mencoba mencari lagi ke sekitar. Melihat usaha Radit yang sebegitunya hanya demi sebuah pulpen, Fiona jadi penasaran.

"Sebagus apa sih pulpennya? Pulpen langka, ya? Lo beli di luar negeri? Pasti pulpen mahal 'kan?" terka Fiona.

"Bukan pulpen mahal, cuma pulpen biasa. Makasih sudah nolongin, mending lo pulang duluan aja, Fi."

"Kasih tau dulu, kalo cuma pulpen biasa kenapa lo nyari segitunya banget?"

"Gue sayang aja."

"Sayang?" Fiona diam sebentar. "Pasti bukan pulpen biasa, pasti berharga banget buat lo."

Radit diam beberapa saat, dia membalas tatapan Fiona sebentar, lalu mengangguk dan bergumam singkat, "Hm."

"Yaudah, gakpapa kita cari lagi sampai ketemu," ujar Fiona mengulas senyum cerianya, tak peduli hati gundah memikirkan Mamanya yang akan mengomel karena menunggunya lama.

The AnthonymsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang