4. Lelaki Jahat

3 0 0
                                    

Siap-siap... Bab ini cukup menguras kesabaran

Happy reading...

****

Omelan Bu Daria memekakkan telinga Zia dan Selina. Bu Daria menceramahi mereka tanpa ampun, apalagi saat mendengar penyebab pertengkaran mereka adalah karena pacaran, hampir satu jam berlalu, sungguh rasanya membuat Zia ingin sekali tantrum.

"Makanya Ibu tidak pernah setuju ada siswa siswi yang pacaran! Mana ada pacaran anak sekolah itu bikin pintar, yang ada kalian jadi ribet seperti ini. Coba seandainya kalian tidak pacaran, gak akan ada namanya selingkuh-selingkuhan, gak ada merana-merana usia dini!"

Tatapan tajam itu menghunus Selina dan Zia yang duduk di bersebelahan tepat di sofa seberang Bu Daria duduk. Sebuah meja kayu berukuran tidak terlalu besar menjadi pembentang jarak. Wanita berbadan berisi itu sesekali menujuk-nunjuk geram ke arah wajah dua siswi di depannya.

"Kalau sudah begini bagaimana mau fokus belajar? Tujuan kalian sekolah itu mau menuntut ilmu atau mencari pacar, sih? Coba kalian pikirin lagi."

Zia berdecak. "Tapi saya pacaran biar semangat sekolah, Bu," ucapnya membela diri tanpa berani membalas tatapan Bu Daria.

Bu Daria mengembuskan napas lelah. "Alasan yang klasik. Coba lebih realistis, kamu itu sebenarnya bersemangat untuk ketemu pacar, bukan semangat untuk belajar." Bu Daria menatap tegas pada Zia.

"Masa kami gak boleh jatuh cinta, Bu? Ibu kan pernah muda juga," ujar Selina ikut-ikutan membela diri.

"Jatuh cinta boleh, pacaran jangan!"

Ceramah Bu Daria masih panjang kali lebar kali tinggi. Zia pusing sekali. Ujung-ujungnya dari semua ini, dia dan Selina mendapat surat peringatan, dan dipaksa untuk saling meminta maaf dan memaafkan. Mereka juga dihukum membersihkan toilet sekolah sebagai efek jera karena sudah membuat keributan.

Sepanjang membersihkan toilet, mereka hanya saling diam dengan wajah kecut menyiratnya kebencian satu sama lain. Tak ada yang melakukan tugasnya dengan ikhlas. Kalau saja mereka tidak mengingat peringatan Bu Daria yang akan melakukan pemanggilan orang tua apabila mereka membuat keributan lagi, mungkin sudah sejak tadi pertengkaran kembali membara. Sikap satu sama lain saling menyulut emosi.

Zia meletakkan pelnya dengan kasar, kemudian mencuci tangannya di washatfle. Dia menatap cermin, melihat hijabnya yang masih menampakkan noda. Saat Selina pun turut mencuci tangan di sebelahnya, Zia mencebik, "Semua ini gara-gara lo!"

Selina menajamkan matanya menatap pantulan Zia dari cermin. "Lo yang duluan nyiram gue!"

Zia tersenyum sinis. "Dasar, gak sadar diri. Kalo lo gak nyebelin, gue gak bakal nyiram lo!" ucap Zia kemudian melangkah keluar dari toilet. Dia tak ingin emosinya kembali meledak berlama-lama bersama Selina.

Begitu keluar dari toilet, Zia langsung mendapati sosok Ardan berdiri tak jauh dari sana. Selina yang juga baru keluar pun melihatnya, Selina langsung menghampiri Ardan. Zia memutar bola mata malas melihat kedua orang yang tak berperasaan itu, lalu dia berbalik badan, memilih melewati jalan lain untuk menuju kelasnya. Namun Zia yang baru melangkah malah ditahan oleh Ardan yang tiba-tiba ada di belakangnya dan menarik lengannya.

Zia menatap heran sekaligus kesal dengan cowok yang diiringi Sang Pacar di sampingnya. Zia paling sebal harus mengakui fakta itu sekarang.

"Gue mau ngomong," ujar Ardan.

Zia melepaskan tangannya. "Gak usah pegang-pegang!"

"Zia, gue tau lo marah. Tapi gue gak suka sama sikap kasar yang gak bisa lo kendaliin itu."

The AnthonymsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang