Zia kesal luar biasa karena tak berhasil membuat Ardan dan Selina kena masalah. Zia tak jadi mengadukan apa yang dia lihat karena Ardan berhasil memutarbalikkan fakta. Zia kalah sebab tak punya bukti, malah dia dihukum karena Ardan menuduhnya telah memfitnah karena gagal move-on. Zia juga kecewa, Radit tidak membelanya. Padahal Radit bisa turut bersaksi.
Apakah Radit semarah itu padanya? Zia tahu persis Radit bukan tipe yang akan membiarkan sesuatu berjalan dengan salah, tapi kenapa kali ini Radit membiarkannya? Kenapa Radit tega melakukan ini?
****
Ini adalah pertama kalinya Radit ikut kajian. Bagas yang mengajaknya sebab Bagas pun turut merasakan teman sebangkunya itu nampak murung dan lebih sering diam akhir-akhir ini. Bagas sebenarnya iseng saja mengajaknya, tak disangka Radit benar-benar datang ke masjid ini bersamanya dan bertemu Ustadz Rahman.
Kajian dilaksanakan seusai sholat isya berjamaah, dan setiap malam rabu seperti ini adalah khusus laki-laki. Malam ini pembahasan seputar salat.
"Thanks udah ngajakin gue," ucap Radit saat dirinya dan Bagas duduk bersama di atas tangga masjid. Pengajian sudah selesai, tetapi mereka masih betah duduk santai sambil menatap langit malam bertabur bintang.
"Iya, gue seneng lo datang."
"Kayaknya gue bakal usahain selalu datang. Gue suka cara Ustaznya ngajar. Kenapa guru-guru agama di sekolah gak kayak begitu, ya? Di sekolah biasanya kita cuma diajarin cara ibadah aja, tanpa tahu maknanya. Gue gak pernah tahu kalau setiap gerakan salat sedalam itu makna-maknanya," cerita Radit, terlihat jelas dia bersemangat mempelajari soal salat.
"Iya itulah masalahnya pendidikan agama di Indonesia. Gue juga sering mikir begitu. Semoga aja suatu hari bisa lebih baik."
"Hm." Radit mengangguk setuju.
Mereka saling diam cukup lama, membiarkan suara lalu lalang kendaraan mengisi keheningan.
"Bagas, gue penasaran sama pandangan islam soal pacaran. Gue pernah denger katanya haram. Kenapa haram?" tanya Radit akhirnya bersuara.
"Itu ada di Al-Qur'an, surah Al-Isra' ayat 32. Artinya itu janganlah kamu mendekati Zina, sungguh itu perbuatan keji dan munkar."
Bagas menegakkan posisi duduknya. "Di situ tertulis jangan mendekati Zina, bukan jangan berzina. Karena Zina gak bakal terjadi kalo gak dekat dulu 'kan? Dan pacaran itu, adalah kegiatan yang paling berpotensi mendekatkan pada Zina. Begitu penjelasan Ustadz, dulu pernah dibahas."
"Gimana kalo pacarannya gak aneh-aneh? Tapi malah saling support dalam kebaikan, misalnya ngingetin salat, ke kajian kayak gini bareng-bareng. Apa masih haram?"
"Sama aja, Dit. Cuman itu dibungkus sama kegiatan agamis aja biar kelihatannya baik, padahal tetap aja gak bisa menepis keharamannya, soalnya haramnya pacaran itu gak berpusat sama satu aspek aja. Mendekati zina, berbuat sia-sia, bisa membuat lupa diri, dan juga karena Allah sayang, makanya dilarang. Allah gak mau kita ini melakukan hal yang berpotensi bisa menyakiti dan merugikan diri sendiri, soalnya pacaran itu hubungan yang rawan, gak ada ikatan kuat yang menjamin keterikatan satu sama lain. Kalo terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, mudah banget untuk saling meninggalkan."
Radit menyimak penjelasan Bagas, dia mengangguk-angguk paham.
"Tapi masalahnya, sepaham-pahamnya kita sama logika pacaran, kalo perasaan gak dikontrol bisa aja membuat kita lupa dan akhirnya pacaran juga. Makanya, gue cenderung menjaga jarak sama cewek-cewek. Bukan apa-apa, gue khawatir gak bisa ngontrol perasaan dengan baik."
"Menurut lo salah gak kalo gue baik dan ramah ke semua orang, termasuk teman-teman cewek?"
"Ramah itu jelas bagus. Tapi kalo sama cewek, itu sensitif. Mereka bisa menyalah artikan kebaikan kita. Kalo saran gue sih, tetap harus ada batasan."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Anthonyms
Fiksi Remaja#karya 3 "Mengapa cinta bagiku justru berlawanan dari maknanya?" Sahabat Kanzia bunuh diri gara-gara depresi diputuskan pacarnya. Tak lama setelahnya, pacar Kanzia justru kepergok menyelingkuhinya. Awalnya Kanzia berpikir untuk menyusul saja sang sa...