29. Bertemu Akan Berpisah

1 0 0
                                    

Susah payah Zia membujuk Airin untuk pulang dan beristirahat di rumahnya. Jenazah Naufal akan dimakamkan besok pagi, Airin tidak ingin pisah dari Naufal, namun mengikut saran dari Arum, Zia setuju untuk membujuk Airin pulang dahulu. Karena keluarga besar Naufal juga banyak, tidak semuanya kenal dengan Airin, Airin pun tak bisa leluasa juga di situasi seperti itu.

Rumah Airin sepi, orang tuanya sedang pergi ke luar kota, baru bisa pulang besok. Malam ini Zia dan Arum menginap di rumah Airin, agar gadis itu tidak kesepian.

Dengan air mata yang tak berhenti berlinang, akhirnya Airin yang kelelahan terlelelap juga. Sementata itu, Zia tidak bisa tidur. Dia tidur di tengah antara Airin dan Arum kiri kanannya. Saat Zia menoleh ke kiri, rupanya Arum pun masih belum tidur.

Mereka sepakat untuk keluar sebentar dari kamar Airin. Zia dan Arum duduk di ruang tengah dengan segelas air hangat di atas meja.

"Kasihan banget Airin, aku gak tega, Kak," ucap Zia tertunduk. "Aku kepikiran gimana besok dan seterusnya Airin ngelewatin semua ini? Pasti berat banget buat dia."

Arum mengangguk kecil. "Kamu harus selalu dampingi dia."

"Iya pasti." Zia meminum air hangatnya, lalu pikirannya kembali bergelayut. "Airin sama Naufal itu saling mencintai banget, mereka perfect couple, aku selalu iri lihat hubungan mereka. Naufal selalu memperlakukan Airin kayak ratu, Airin gak perlu khawatirin soal kesetiaan, Naufal selalu bisa dipercaya. Aku yakin banget mereka bakal langgeng sampai menikah suatu hari nanti, tapi ternyata...." Zia tertunduk lesu.

"Kita gak pernah tahu masa depan bakal kayak gimana. Gak semua rencana kita bisa terwujud, kalau bukan karena orangnya yang bermasalah, ya karena takdirnya berkata lain," ujar Arum menanggapi.

Zia hanya diam, dia masih membayangkan perasaan Airin yang begitu perih.

"Kalau Airin sama Naufal gak pernah pacaran, mungkin hari ini Airin gak bakal seterpukul ini."

Mendengar ucapan Arum, kepala Zia terangkat, dia menatap serius pada Kakak sepupunya itu. "Maksud Kak Arum?"

"Melihat apa yang barusan terjadi, Kakak pikir memang sebaiknya jangan pacaran. Bisa jadi hubungan pacarannya memang terkesan sehat dan saling membahagiakan, tapi siapa yang menjamin bakal terus begitu sedangkan perpisahan bukan cuma putus, bisa jadi perpisahannya dengan cara begini."

"Kak, tapi kan perpisahan bukan cuma tentang pacaran, semua yang bertemu bakal berpisah, mau keluarga kek, temen kek, bahkan yang nikah juga bisa cerai."

"Iya kamu benar. Cuman yang kakak maksud itu, hubungan pacarannya, sangat disayangkan, karena statusnya gak resmi dan terhitung dosa, lalu setelah berpisah, sakitnya sama dan bisa lebih sakit daripada kehilangan keluarganya sendiri, padahal pacar itu bukan keluarga, hanya orang luar." Arum menghela napas kecil. "Kalau seandainya gak pacaran, mungkin sedihnya gak bakal sedalam itu. Karena yang bikin kehilangan terasa semakin menyakitkan itu adalah perasaan memiliki."

Zia terdiam mendengar penuturan Arum. Zia pikir yang dibilang Arum ada benarnya. Selama ini Airin adalah yang paling dekat dengan Naufal, yang paling mengerti segalanya tentang Naufal, Airin selalu ingin membuktikan bahwa dia dan Naufal saling memiliki dan melengkapi satu sama lain. Mereka bahkan lebih saling memahami daripada dengan keluarga sendiri. Pasti kesedihan Airin sangat amat dalam, tak bisa lagi Zia menjabarkannnya.

"Kamu bisa ngerasain situasi tadi kan, status Airin yang cuma pacar, membuat dia memiliki batasan begitu Naufal sudah gak ada. Dia dan keluarganya Naufal, tetaplah orang asing, karena mereka cuma pacaran, bukan terikat status keluarga dengan ikatan hubungan yang lebih resmi kayak tunangan atau pernikahan."

Lagi-lagi ucapan Arum menyentil ke hati Zia, separuh hatinya mengakui ucapan Arum benar meski separuh lainnya masih ingin menyangkal bahwa pacaran tidak seremeh itu.

The AnthonymsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang