Selalu Menghindar

446 46 0
                                    

Jika penyesalan bisa digambarkan, maka luasnya lautan tak akan cukup mewakili perasaan sesal dalam hati seorang ibu yang kehilangan anaknya



_______________

Suasana dalam kamar Al menegang sejak kedatangan kakak dari Gavin yang tak lain adalah Ghina, wanita itu membombardir adiknya dengan berbagai pertanyaan juga sumpah serapah karena tak mengetahui kalau keponakannya sedang sakit, mungkin orang lain akan mengatakannya berlebihan tapi Ghina benar-benar kesal saat mendapati Al tidur meringkuk dengan wajah pucat dan suhu tubuh hampir mendekati 40 derajat. Anak itu bisa mati kalau ia tidak datang karena adiknya yang sama sekali tidak melakukan apapun untuk sang anak.

"Mbak udah bilang berulang kali Gavin, kalau kamu nggak sanggup biar kakak sama Mama yang rawat Al, kamu keterlaluan tau gak?"

"Aku udah bilang aku gak tau Alvaero sakit"

"Gila kamu Vin, kalau mbak nggak datang mati anakmu"

"Mbak!!"

"Kenapa? Takut kamu? Kapan sih kamu sadarnya? Anak kamu udah mau 16 tahun lo Vin, sampai kapan kamu mau bersikap cuek sama anakmu, sampai kapan kamu akan terus menyalahkan Al atas apa yang terjadi antara kamu sama Kanaya"

"Jangan bahas itu mbak"

Sang kakak mendengus kesal, "Kamu selalu menghindar setiap mbak bicarain Kanaya, kenapa? Kamu nyesal? Mbak yang minta Kanaya kasih Alvaero ke kamu karena dia anak kamu, tanggungan kamu, tapi sekarang mbak menyesal, harusnya Kanaya bawa aja Al sama dia"

Gavin tak menanggapi sang kakak, ia terlalu lelah hari ini untuk terus dibombardir dengan berbagai kata menyakitkan.

"Aku lagi capek mbak, please"

"Terserah kamu, dari awal kamu emang gak pernah mau menerima kehadiran anakmu"

Ghina meninggalkan Gavin yang juga ikut keluar dari kamar Al, kedua tak sadar berdebat di kamar Alvaero, dan anak yang mereka kita masih tidur ternyata sudah sadar sejak Ghina membentak Gavin.

Al membuka matanya pelan, matanya berlinang, mendengar ucapan tante nya  membuat Al merasa bersalah pada Papa nya, pasti sangat sulit untuk Papa nya karena harus membesarkan anak yang tidak diinginkan selama 16 tahun.

"Maaf Pa" gumam Al lalu kembali menutup matanya.

***

"Akkk buka mulutnya sayang"

Al menghela napas berkali-kali, dengan terpaksa ia membuka mulutnya memasukkan sendok berisi bubur ayam buatan tante nya, sore ini, Al tersadar setelah tidur panjangnya, ia terbangun dengan tubuh yang sudah lebih baik, terima kasih pada tante nya yang baik hati, tapi yang membuat Al kesal adalah tante nya yang kembali memperlakukannya seperti bayi.

"Tante, Al bisa makan sendiri"

"Eit nonono, demam kamu baru turun, kamu pasti lemas kan, udah mangap aja tante yang suap"

Al menatap Papa yang sejak tadi hanya diam di sofa, santai meminum kopinya tak menghiraukan tante nya yang sejak tadi terus memaksanya membuka mulut seperti bayi. Dengan berat hati Al mengikuti semua instruksi sang tante, ia harus menghargai semua perlakuan tantenya. Jujur, Al bersyukur tante dan neneknya sangat baik walaupun ia suka kesal karena terus diperlakukan seperti bayi. Al harus berterima kasih karena ia juga tumbuh menjadi remaja karena bantuan dari tante nya.

Tempat PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang