Chapter 62 : Pengecut

267 16 2
                                    

Setelah memandikan istrinya, Alan mengangkat tubuh Abel ke tempat tidur mereka dan membiarkan istrinya beristirahat. Alan sendiri melanjutkan mandinya yang sempat tertunda karena kegiatan mereka tadi.

Alan menyabuni seluruh tubuhnya sambil tersenyum karena membayangkan kegiatan panas mereka tadi. Sungguh rumah tangganya bersama Abel tidak akan pernah membosankan.

Ponsel Abel bergetar di nakas. Abel yang telah tertidur pulas tak mendengarnya.
Ponselnya terus bergetar hingga beberapa kali.
Alan yang telah selesai mandi, keluar dari kamar mandi dan mendengar getaran dari nakas.
Ia berjalan ke arah nakas dan melihat siapa yang menelepon istrinya.
Sebuah nomor tanpa nama.

Alan mengangkatnya.
"Halo, Abel?" Ucap suara di seberang sana.
"Arabella sedang tidur, ada yang mau kau sampaikan padanya? Nanti akan aku sampaikan saat dia sudah bangun." Jawab Alan dengan nada dinginnya seperti biasa.
Alan tau kalau si penelepon adalah Niko.
"Tidak perlu kalau begitu. Titip salam saja dan katakan padanya kalau saya menelepon." Ucap Niko dengan anda sopan.
"Hmm baiklah." Jawab Alan singkat.

Setelah panggilan mereka berakhir, Alan mendengus.
"Seolah aku mau mengatakan pada istriku saja!" Gumam Alan.
Ia kembali meletakkan ponsel Abel di nakas lalu ia membuka kopernya sendiri untuk mengambil pakaian tidurnya.
Setelah selesai berganti pakaian, Alan berbaring di sebelah istrinya lalu memeluk erat tubuh istrinya yang kini sedang berbaring membelakanginya.
Alan memejamkan mata lalu membiarkan alam mimpi menjemput tubuhnya yang lelah.

*****

Niko mengumpat saat mendengar suara suami Abel. Padahal tadinya ia berharap Abel lah yang akan mengangkatnya bukan suaminya. Ia butuh bicara dengan Abel. Dia baru saja mengetahui rencana perjodohannya dengan wanita yang tak dikenalnya. Ayahnya baru saja mengatakan kalau dia di jodohkan dengan anak sahabatnya. Niko menolak keras ide itu, namun ayahnya bersikukuh.
Niko memanggil pelayan dan memesan minuman lagi. Ini sudah botol keduanya, tapi Niko benar-benar tak peduli saat ini.

Pintu VVIP terbuka lebar. Terlihat tiga pelayan cantik membawakan pesanannya. Satu orang membawakan satu botol minuman. Satu orang membawakan makanan dan satu orang lainnya membawa buah segar.
Niko tak perduli dengan para wanita itu. Dia hanya mengulurkan tangan untuk mengambil botol keduanya. Seorang wanita cantik masuk dengan mengenakan pakaian rapi. Dia adalah Misha. Sekretaris Niko yang telah disiapkan oleh ayahnya untuk mengurus segala keperluan Niko selama di luar negeri. Sekertaris Niko yang selalu mengikutinya kemana pun Niko pergi.

Dan sudah satu tahun belakangan ini Niko tinggal di China mengurus cabang perusahaan keluarganya disini sesuai permintaan ayahnya.
Namun yang Niko tidak tau, Misha adalah calon istri Niko. Mereka berdua di jodohkan karena ayah mereka berdua adalah sahabat dekat. Misha tentu saja mengetahui tentang hal ini. Dia menyukai Niko sejak ayahnya memberitahu rencana perjodohan ini dengan memberikan foto Niko padanya. Sayangnya sepertinya Niko tak tertarik pada wanita mana pun. Setiap hari Misha selalu memergoki Niko yang menatap fotonya dengan seorang wanita. Misha berusaha keras menahan diri untuk tidak menanyakannya.
Misha masih tetap sabar berada di samping Niko hingga sekarang berharap agar hati Niko bisa ia luluhkan. Ia juga ingin menjalani pernikahan yang bahagia dengan Niko.

Niko kembali mengulurkan tangannya meminta botol keduanya. Misha mengusir tiga wanita tadi lalu duduk di samping Niko.
"Anda sudah terlalu mabuk, Pak! Biar saya mengantar anda kembali ke apartement." Ucap Misha.
"Siapa bilang? Aku belum mabuk. Buktinya aku tau siapa kau?" Ucap Niko melantur.
Misha diam saja. Niko membuka tutup botol minuman lalu menuangkannya ke gelas.
Ia menenggak minuman itu langsung dan mengerenyit saat merasakan tenggorokannya seolah terbakar.
"Mau tau rahasiaku Misha?" Ucap Niko sambil menyenderkan tubuhnya ke bantalan sofa memejamkan mata.
"Rahasia apa pak?" Tanya Misha lembut.
"Sejak masih sekolah aku mencintai satu wanita. Wanita cantik dengan wajah yang lembut dan juga kuat. Dia hanya bersama ibunya yang sakit-sakitan. Tapi sejak dulu dia tak mau meminta bantuan siapa pun. Dia berjuang sendirian. Saat lulus sekolah, dia kuliah bersamaku. Dia mengambil beasiswa. Dan melakukan banyak pekerjaan part time sepulang kuliah untuk membiayai hidupnya dan ibunya. Dia menganggapku sahabat lelakinya paling dekat. Aku rela di anggap seperti itu sejak masih sekolah agar dia tidak menjauhiku."

Misha mendengarkan cerita Niko dengan seksama. Ia membiarkan Niko bercerita hingga puas dan lega.
"Lalu saat kami berdua lulus kuliah, aku di minta ayah untuk bekerja di perusahaan. Aku menawarinya namun dia menolak. Dia memilih tetap bekerja part time hingga bertahun-tahun. Lalu suatu ketika dia memutuskan bekerja pada seorang pengusaha kaya. Harusnya kau tau siapa pria itu mengingat dia juga terkenal di dunia bisnis. Alan Mahendra Robert." Lanjut Niko dengan nada sedih.
Misha tau siapa pria yang dimaksud Niko. Siapa pun yang berkecimpung di dunia bisnis pasti mengetahui siapa Alan ini.
"Hanya beberapa Minggu bekerja bersama pria itu, entah kenapa mereka memutuskan menikah. Bahkan aku pernah dengan tidak sengaja mengetahui Abel bersama pria itu pagi-pagi sekali. Abel sedang mandi kau tau?" Niko tertawa miris namun sepertinya ceritanya masih belum selesai.
"Mereka menikah. Bahkan hingga sekarang Abel belum mengetahui perasaanku padanya. Karena aku begitu pengecut, aku kalah dari pria itu. Harusnya aku yang mengatakan kepada Abel dulu kalau aku mencintainya. Bukan pria itu. Pria itu tidak mencintainya kau tau. Abel pasti akan lebih bahagia jika bersamaku." Raung Niko. Ia terisak sambil menutup matanya dengan tangan kirinya.

Misha menuang minuman ke gelas dan meminumnya dalam sekali tenggak. Toleransinya terhadap alkohol sangat tinggi jadi ia tak khawatir untuk mabuk.
"Apa sekarang Abel tidak bahagia bersama suaminya?" Tanya Misha hati-hati.
Seketika Niko menurunkan tangannya.
"Tidak. Dia bahagia. Sangat bahagia kurasa. Walaupun mereka sempat terpisah selama tiga tahun, tak membuat Abel melirikku sebagai pria sama sekali. Saat aku tau mereka berpisah, aku kembali mendekati Abel kau tau? Aku berusaha menjadi seorang "pria". Sayangnya Abel tak menganggapku begitu. Abel tetap menganggapku sahabat dekatnya." Jawab Niko lagi.
Ia kembali menuang minuman dan kembali menenggaknya dengan kasar.

Melihat calon suaminya seperti ini mau tidak mau membuat hati Misha terasa pedih. Dia tak bisa melakukan apapun untuk mengurangi sakit hati Niko. Bahkan tiga tahun sudah berlalu, Niko masih juga tak melupakan cintanya. Padahal wanita yang di cintainya sudah berbahagia dengan pria lain.
Misha menghela nafas pelan.
"Misha?" Panggil Niko.
"Hmmm? Ada apa pak?" Jawab Misha.
"Kurasa jika aku menerima perjodohan yang diatur ayah, aku hanya akan menyakiti calon istriku. Aku tidak akan pernah mencintainya, cintaku sudah habis di Abel. Sisanya hanya melanjutkan hidup saja." Jelas Niko lalu kembali menyenderkan kepalanya ke bantalan sofa.
Misha menatap Niko dengan perasaan campur aduk.

Arabella Back To Me, Please!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang