Chapter 6 : Debaran itu lagi

1.8K 96 1
                                    

Hari keberangkatan ke Paris telah tiba, Abel sudah bangun sejak pagi dan bersiap-siap. Koper pun sudah tertata rapi didekat pintu. Abel sudah menyiapkan apa yang akan dibawa sejak tadi malam. Sekitar pukul 07.00, Handphone Abel berdering dan menunjukkan bahwa yang mengirim pesan sudah berada dibawah. Abel pun bergegas mematikan tv nya, lalu mengecek sekali lagi apa ada kompor ataupun air yang menyala. Setelah yakin semuanya aman, Abel pun langsung turun dan menemui Alan yang menunggu di dalam mobil sambil menunjukkan wajah datarnya.
"Nih orang ya, kalo gak cakep pasti jadi hujatan. Udah mah gak cakep, mukanya judes pula. Yaampun Bel, mulut...mulut... julid bener" Batin Abel. Ternyata yang jadi sopir baru Alan adalah Bang Bob mantan preman yang dulu pernah mencoba meminta uang dari Abel saat Abel baru menginjakkan kaki di Jogja.
"Hallo Bel, apa kabar?" Bang Bob menyapa Abel terlebih dahulu.
"Loh Bang, kok?" Abel sangat terkejut melihat Bang Bob
"Gua udah tobat Bel, gak jadi preman lagi. Mau kerja yang bener aja. Kan serem kalau tiap gua malak pasti doa orang-orang jelek buat gua".
"Alhamdulillah. Bagus deh Bang, lagipula kalau makan dari hasil malak bukannya kenyang yang ada malah penyakitan". Abel terlihat santai dalam menanggapi kata-kata Bang Bob. Sedangkan Alan terlihat penasaran melihat interaksi mereka berdua namun tak mengatakan apa-apa. Dan pada akhirnya sepanjang perjalanan Abel dan Bang Bob tidak henti-henti mengobrol.

Sesampainya di bandara, Abel berusaha keras mengikuti langkah kaki Alan. Disamping Alan yang berjalan cukup cepat, langkah nya pun lebar-lebar sehingga membuat Abel sedikit kewalahan mengikutinya namun Abel tetap berusaha mengikuti sambil menggerutu.
"Masya allah. Nih orang gak sadar apa yak kakinya panjang kek usus 12 jari. Jalannya cepet banget, padahal kan kita gak telat".
Akhirnya Abel bisa menyusul langkah kaki Alan dan ikut berjalan cepat disampingnya walaupun dengan muka cemberut. Hal itu tidak luput dari perhatian Alan sehingga membuatnya menghentikan langkah tiba-tiba dan membuat Abel menghentikan langkahnya juga. Karena Alan tak kunjung bicara akhirnya Abel yang bertanya duluan.
"Ada apa pak? Kenapa berhenti tiba-tiba?"
"Kamu lelah kan mengikuti langkah kaki saya yang terbiasa cepat. Kita istirahat sejenak". Alan berkata masih dengan ekspresi sedatar biasanya. Karena Abel sudah mulai membiasakan diri dengan hal itu, dia pun tidak berkata apa-apa.
Sekitar 3 menit mereka beristirahat, Alan pun berjalan kembali dengan langkah yang lebih pelan dan Abel pun berjalan disamping Alan.

Perjalanan memakan waktu kurang lebih 21 jam. Abel yang memang kurang tidur memutuskan untuk langsung tidur begitu sampai di pesawat. Alan yang tadinya membaca majalah, meletakkan kembali majalahnya untuk memperhatikan Abel yang sudah tertidur pulas.
"Kenapa gadis ini seperti memiliki 2 kepribadian yang berbeda, saat berinteraksi dengan mama ataupun Pak Bob gadis ini terlihat sangat santai dan lebih terbuka. Bahkan saat berbicara dengan klien dia lebih banyak tersenyum. Tapi saat berinteraksi denganku, dia terlihat kaku dan tidak banyak bicara seperti memendam banyak hal yang ingin dia utarakan tapi dia tak mau mengatakannya. Apa aku membuatnya ketakutan. Tapi dia tidak terlihat seperti gadis yang lemah?". Alan terus berkata dalam hati sambil memperhatikan Abel.

Perjalanan bisnis Abel dan Alan di Paris berlangsung selama 1 minggu. Di hari terakhir mereka disana, Alan memberi waktu bagi Abel untu belanja atau jalan-jalan namun Abel menolak karena takut lupa jalan pulang dan yang ada malah menghabiskan waktu dengan bertanya-tanya pada orang dan malah merepotkan Alan nantinya. Alan pun akhirnya memutuskan untuk menemani Abel. Kerja Abel sebagai translator sangat bagus. Proyek ini berhasil juga berkat kelihaian Abel dalam berbicara dan meyakinkan kolega. Sedangkan Alan pun ingin membeli sesuatu untuk mamanya dan dia akan meminta saran Abel nantinya. Saat sampai di salah satu pusat perbelanjaan Alan mengajak Abel ke toko tas yang bermerk.
"Ini playboy satu ini ngajak gua kesini pasti mau beliin salah satu dari ceweknya yang banyak itu. Pantesan mereka nempel, sogokannya tas bermerk cuy". Abel menggerutu dalam hati.
"Tolong tanyakan tas yang cocok untuk wanita umur 50an" Alan berbicara kepada Abel.
"Buat Tante Mala?" Abel menatap Alan dengan tatapan bertanya. Alan hanya menganggukkan kepala. Sedangkan Abel hanya menggerutu dalam hati karena telah berprasangka buruk terhadap Alan.
Saat Abel sedang melihat-lihat tas yang ditunjukkan oleh pramuniaga, Alan pun berjalan dan melihat-lihat di stan parfum. Dia akan membeli parfum yang biasa ia gunakan. Parfum dengan harga yang bagi Abel bisa buat biaya hidupnya lebih dari 2 bulan. Ada satu tas yang elegan yang menarik perhatian Abel. Abel pun menoleh ke belakang namun tidak menemukan Alan.
"Pouvez-vous attendre un moment?" (Bisa kau tunggu sebentar?)
"Bien sûr, mademoiselle". (Tentu saja, Nona). Pramuniaga tersenyum menanggapi perkataan Abel.
Abel pun berjalan dengan cepat sambil sesekali mendongakkan lehernya mencari keberadaan Alan.
"Nih makhluk satu bukannya diem eh malah keluyuran, ini masa gue harus muterin mall segini gedenya buat nyari". Abel berbicara sambil menggerutu. Abel pun melihat Alan yang ada di stan parfum. Alan yang masih belum meyadari kedatangan Abel masih sibuk memilih parfum namun kali ini dia memilih parfum untuk wanita. Abel pun menepuk pelan punggung Alan sehingga Alan pun berbalik dan hanya menaikkan sebelah alisnya.
"Itu tas nya mau yang mana pak?". Abel bertanya kepada Alan.
"Sebentar. Menurut kamu yang ini wanginya gimana ?". Alan bertanya kepada Abel sambil memberikan kertas yang sudah disemprot parfum. Abel mencium kertas itu.
"Kalau dikertas ini sih wanginya enak, tapi kan aroma tubuh seseorang tuh bisa membuat aroma parfum jadi beda-beda".
Alan pun menyemprotkan parfumnya ke leher Abel lalu mengendusnya. Abel hanya terdiam tak bergerak, dia bisa merasakan nafas Alan di lehernya.
"Ya ampun, harus banget ya ngendus-ngendus leher gue kayak gini?. Gue deg-degan nihh". Abel membatin.
"You smells good". (Bau mu wangi). Alan berbisik di telinga Abel.
"Mati gue, dia berbisik di telinga gue pake suara itu. Bel, kontrol bel...kontrol...". Abel terus merapalkan mantra dalam hati yang dirasa bisa menetralkan debaran jantungnya.
Alan pun mengambil parfum itu dan parfum lain menuju kasir untuk mengutusu segala tetek bengek pembayaran. Sedangkan Abel yang berusaha menguasai dirinya langsung mengikuti Alan dibelakangnya menuju kasir, siapa tahu kemampuannya dibutuhkan.
"Pantesan wanginya sedep bener, harganya aja bisa buat gue makan ayam penyet tiap hari selama berbulan-bulan". Abel membatin.
Setelah Alan selesai, dia membawa ada dua tas jinjing yang dia genggam di tangan kirinya. Sedangkan Abel yang dasarnya buta tentang jalan jadi lupa dimana tadi tempat tas yang dia suka. Alan yang jalan didepan menjadi penunjuk arah mereka dan kembali ke penjual tas tadi, lalu Abel menunjukkan tas yang menarik perhatiannya.
"Yang ini gimana pak?". Abel memegang tas berwarna abu-abu cerah yang elegan meminta pendapat Alan. Alan memperhatikan sebentar lalu menganggukkan kepala. Abel pun berbalik ke pramuniaga yang melayani mereka.
"Nous prenons celui-ci" (Kami ambil yang ini). Kata Abel sambil menyerahkan tas yang telah dipilih.
"Oui, mademoiselle" (Baik, Nona). Sambil menunggu tas dibungkus, Abel pun memainkan hp nya untuk mengusir rasa bosan dan canggung. Tiba-tiba Alan memberikan paperbag yang dibawanya tadi kepada Abel. Abel yang terkejut sempat tertegun sebentar lalu menatap ke arah Alan.
"Ini apa Pak ?"
"Hadiah untuk kamu. Berkat kamu saya bisa memenangkan tender ini". Alan menjawab masih dengan ekspresi datarnya.
"Tapi parfum ini mahal sekali pak". Abel masih menatap Alan dengan pandangan tak percaya.
"You deserve it". (Kamu berhak mendapatkannya). Alan tersenyum puas melihat ekspresi Abel yang selalu terlihat apa adanya. Bahkan sejak beberapa minggu bersama dengan Abel, Alan sekarang sudah bisa mengerti saat Abel merasa bahagia, sedih, bahkan khawatir karena itu semua terpancar dari wajah Abel dengan jelas.
Abel pun manggut-manggut lalu tersenyum manis sekali.
"Terima kasih banyak pak".
Alan tidak menjawab namun perhatiannya seolah tersita kepada senyuman Abel. Dia tak bisa mengalihkan pandangannya dari wanita itu.
"Ini semakin tidak baik, aku tidak boleh membiarkan hal ini terjadi lebih lama".
Pramuniaga kembali dengan tas yang sudah dibungkus rapi lalu menyerahkan kepada Abel.
"Merci". (Terima kasih). Abel menerima tas yang dibungkus itu sambil tersenyum.

Mereka berdua pun pergi dari pusat perbelanjaan itu dengan perasaan yang berbeda. Abel dengan perasaan bahagianya, Alan dengan perasaannya yang campur aduk.

💗💗💗💗

Hai hai.... thankyou for reading^^
Untuk gambar-gambar yang aku cantumin hanya menyesuaikan dengan keadaan aja ya. Aku berusaha guys untuk dapat gambar yang pas. Tapi semuanya terserah kalian ya membayangkan seperti apa^^


Arabella Back To Me, Please!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang