Chapter 63 : Mulai Lelah

270 11 2
                                    

Sementara ke Niko dulu ya, biar gak bosen wkwkwkwk

Misha menghela nafasnya lalu menuangkan minuman ke gelasnya sendiri lalu menenggaknya dengan cepat.
"Mari saya antar pulang pak!" Tawar Misha kepada Niko.
Niko menggeleng.
"Aku ingin minum sampai mabuk." Ucap Niko.
"Tapi anda sudah mabuk pak." Balas Misha lagi.
"Belum cukup mabuk. Wajah Abel masih terlihat jelas di depan mataku." Ucap Niko.
Ia bangun dari sandaran sofa lalu mengambil botol minuman yang tinggal setengah lalu menenggaknya langsung dari botol.

Misha menatap Niko lalu menarik botol minuman itu agar Niko berhenti minum.
"Berhenti menyakiti diri anda sendiri, pak! Dengan anda melakukan ini tak membuat dia berpaling pada anda dan meninggalkan suaminya." Nasehat Misha.
Niko menarik tangan Misha lalu dengan tak sengaja Misha pun jatuh menimpa Niko.
Niko menatap Misha sambil terkekeh. Matanya terlihat meremehkan.
"Ini tujuanmu kan? Menggoda ku? Berapa banyak ayah membayar mu untuk melakukan ini, huh?"
Misha menarik tangannya namun Niko menggenggamnya erat. Niko memajukan wajahnya hingga berjarak hanya beberapa senti saja dengan wajah Misha.

Misha meringis karena remasan Niko terasa menyakitkan.
"Lepaskan saya, pak!" Pinta Misha dengan nada tegas.
"Kenapa? Bukankah ini tujuan mu sejak awal? Ayah menjadikan mu sekertarisku untuk memata-mataiku kan? Apa ini juga salah satu perintahnya? Menggoda ku? Apa gaji dari perusahaan kurang, Misha sehingga kau mau merendahkan dirimu untuk melakukan ini?" Desis Niko.

Misha tersentak mendengar hinaan Niko lalu menarik tangannya kencang.
Cengkeraman Niko di tangannya terlepas karena Niko yang tidak siap.
Misha menggertakkan gigi lalu melayangkan tangannya ke pipi Niko. Niko sudah memejamkan mata bersiap menerima tamparan keras dari sekertarisnya.
Seketika tangan Misha berhenti sebelum menyentuh pipi Niko. Ia merapatkan tangannya menjadi kepalan lalu segera berdiri.
"Anda mabuk, pak! Saya permisi!" Ucap Misha lalu pergi tanpa menoleh ke arah Niko sama sekali dengan sisa harga dirinya yang masih ada.

Sesampainya di depan pintu VVIP, Misha berpesan pada pengawal Niko untuk mengantarkannya kembali ke apartement dan menghubungi Misha kalau sudah sampai di apartement. Pengawal itu mengangguk dan masuk ke dalam ruangan Niko.
Misha memesan taxi online untuk kembali ke apartementnya sendiri.
Di dalam taxi ia menangis pelan.
Rasanya semakin berat mengikuti Niko hingga sekarang. Misha sudah berusaha sabar selama setahun ini namun masih belum ada perkembangan. Niko masih saja terjebak di masa lalunya. Mencintai seorang wanita yang kini sudah bahagia bersama suaminya.

"Pa, kalau Caca lelah boleh berhenti kan? Boleh mundur kan?"
Misha mengirim pesan pada ayahnya.
"Caca lelah sekarang? Mau menyerah, nak? Sejak awal kan papa tidak pernah memaksa Caca. Caca boleh menolak ataupun menerima perjodohan ini." Jelas ayahnya.
"Belum, pa! Caca hanya bertanya." Jawab Misha lagi.
"Boleh, nak! Kalau lelah berhenti sejenak. Kalau masih mau melanjutkan silahkan, kalau tidak juga tak masalah." Jawab ayahnya bijak.

Misha tersenyum melihat balasan ayahnya. Cinta pertamanya.
"I Miss you, pa! Caca jadi pengen pulang. Kangen gudeg buatan mama juga."
"Sini pulang. Kata mama nanti di masakin gudeg satu panci besar."

Misha tertawa melihat pesan dari ayahnya. Ia memasukkan ponselnya ke dalam tas lalu mengalihkan tatapannya ke luar. Menatap jalanan yang masih ramai.
Saat Misha sudah membersihkan dirinya dan merebahkan tubuhnya yang lelah di tempat tidur. Pesan dari pengawal Niko mengalihkan perhatiannya.

"Pak Niko sudah kami antarkan ke apartement dengan selamat, Bu!"
"Baiklah. Terima kasih banyak bantuannya. Obat pengarnya tidak lupa kan?"
"Tidak, Bu! Sudah kami letakkan di meja dekat tempat tidur."
"Baik. Terima kasih banyak atas kerja keras kalian. Kalian bisa istirahat."

Misha mengirim pesan pada bibi pengurus apartement Niko yang setiap hari datang untuk memasak dan bersih-bersih.
"Selamat malam Bi, maaf mengganggu malam-malam. Besok tolong buatkan sarapan untuk Pak Niko sup ayam ya bibi. Agar bisa meredakan mabuknya, beliau minum banyak hari ini. Terima kasih. Selamat malam."
Tidak ada balasan dari bibi. Sepertinya beliau sudah tertidur. Misha membiarkan karena pada akhirnya esok bibi akan membacanya.
Ia memiringkan tubuhnya menatap tembok polos di depannya. Banyak hal berkecamuk di pikirannya saat ini.

Misha pun bangkit dari tempat tidur dan duduk di meja kerjanya. Ia harus mempersiapkan bahan untuk meeting besok mengenai tender dengan Radiance Group.
Setelah kurang lebih 2 jam berkutat dengan pekerjaannya, Misha meregangkan tubuhnya yang kaku lalu menutup laptopnya dan berbaring di tempat tidurnya yang nyaman. Ia menyetel alarm pukul 05.30 pagi.
Misha punya waktu tiga jam dari sekarang untuk tidur dan bangun pagi besok.
Tak sulit bagi Misha memejamkan mata mengingat tubuh dan pikirannya yang sedang lelah malam ini.

Tepat jam 06.00 pagi, alarm di meja samping tempat tidur Niko berdering. Niko mengerenyit saat terbangun dan merasakan sakit kepala tiba-tiba. Ia mematikan alarm yang berisik lalu melihat obat pengar dan segelas air putih di mejanya.
Niko mengerutkan dahi melihat obat itu. Sepertinya pengawalnya kemarin menyiapkan obat itu. Tapi atas dasar apa mereka menyiapkan obat itu.
Setelah meminum obatnya dengan segelas air, Niko bergegas masuk ke kamar mandi. Ia berusaha mengingat kejadian semalam.

Saat air shower menyiram kepalanya, kilasan kejadian semalam seperti potongan film yang tiba-tiba masuk ke kepalanya. Curahan hatinya tentang Abel yang selama ini ia simpan, kata-kata kasar dan menghinanya terhadap Misha, wajahnya yang berjarak beberapa senti dari wajah Misha yang anehnya membuat Niko ingin menciumnya tadi malam. Niko mengumpat lalu mengusap kasar rambutnya.
Selama ini dia selalu berusaha menjaga jarak dengan Misha karena curiga Misha menjadi mata-mata ayahnya. Tidak ada yang aneh sebenarnya dengan wanita itu, hanya saja Niko selalu antisipasi karena takut kecurigaannya benar-benar terjadi.

Niko menghela nafas. Sepertinya semalam Misha begitu marah kepadanya, sehingga ia berani hendak menampar wajah Niko walaupun hal itu tidak terjadi.
Setelah selesai mandi dan mengenakan pakaian kerjanya, Niko turun ke lantai bawah menuju dapurnya. Ternyata bibinya sudah datang dan sarapan paginya telah siap.

Bibi Jang tersenyum melihat Niko yang duduk di meja makan. Ia menyiapkan satu mangkuk sup ayam yang masih mengepul dan satu mangkuk nasi putih. Ada beberapa lauk pendamping juga yang sudah disiapkan Bibi Jang.
"Silahkan di makan, tuan! Sup ini bisa mengobati pengar karena mabuk semalam." Ucap Bibi Jang dengan sopan.
"Bibi Jang tau saya mabuk semalam?" Tanya Niko dengan tatapan terkejut.
"Nona Misha yang bilang, tuan! Semalam beliau memberi tahu saya untuk membuatkan sup ayam untuk mengobati rasa pengar tuan." Jawab Bibi Jang jujur.

Niko mengangguk mendengarkan. Bibi Jang meninggalkan Niko lalu mulai bersih-bersih apartement Niko.
Niko mengirim pesan pada salah satu bodyguardnya semalam.
"Siapa yang meletakkan obat di meja ku?"
"Saya tuan, atas perintah dari Nona Misha."
Niko pun tak membalasnya lagi.
Ia menghela nafas. Bahkan setelah semalam Niko menghinanya, Misha masih perhatian dan peduli padanya.

Hollaaaa!!!!
Siapa yang masih nunggu cerita ini? Boleh komen dong 🥰
As always, enjoy selalu yaa 💋💋

Arabella Back To Me, Please!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang