Chapter 44 : Suka...tentu saja suka...

1.6K 71 0
                                    

"Kau mau tahu?". Tanya Alan.

"Ya! Semuanya tanpa terkecuali". Jawab Abel tegas.

Alan menghela nafas dalam. Ia bangun dari atas tubuh Abel lalu berbaring disebelah Abel dan menarik Abel kepelukannya.

"Mama! Sejak awal mama mendengar rencana Tante Sila untuk menikahkan aku dengan Cindy, mama menentang keras hal itu. Mama bersumpah dia tidak akan merestui kami. Sepertinya mama tahu kalau ini hanya akal-akalan Cindy saja. Tante Sila bahkan sampai memohon namun mama tetap tidak memperdulikannya. Mama tetap teguh pada pendiriannya kalau menantunya hanya satu dan itu adalah kamu". Alan menyentuh ujung hidung Abel dengan lembut.

"Lalu aku menyadari kau meninggalkanku. Hari itu aku terduduk di teras rumahmu dan menangis. Kau tahu itu adalah pertama kalinya aku menangis saat aku dewasa. Mama berkata padaku, aku harus bisa mendapatkan menantunya kembali. Kalau tidak dia tidak mau berbicara lagi padaku. Aku menyewa detektif swasta terkenal namun tidak pernah ada hasilnya. Sampai Tante Sila meneleponku secara pribadi. Dia mengatakan kalau ia mengetahui yang sebenarnya tentang Cindy, tentang obsesinya kepadaku, tentang kebohongannya tentang penyakitnya dan banyak hal lain lagi. Dia secara pribadi meminta maaf kepadaku dan kepadamu juga. Hal itu membuat Cindy marah. Dia membayar seorang jurnalis untuk membuat berita palsu tentang pernikahan kita. Berita yang menghebohkan itu yang membuatmu semakin jauh dariku, Arabella. Aku tidak punya petunjuk apappun tentang keberadaanmu. Kau menghilang bagai di telan bumi. Bahkan aku tidak mendapatkan petunjuk apapun dari ponselmu".

"Ponsel?". Sela Abel.

Alan mengangguk.

"Kau menjatuhkan ponselmu di bandara. Aku hanya melihat chat dari pria misterius yang menyebut dirinya ayahmu. Dan puluhan chat dari pria yang kau abaikan. Sekarang aku tahu kenapa aku tidak mendapatkan apapun. Karena ayahmu adalah bukan orang biasa".

"Sebenarnya saat aku pulang aku pun baru tahu kalau ternyata papa masih hidup. Aku selalu menganggap papa sudah meninggal karena aku tidak ingin membuat mama sedih kalau menanyakannya. Saat aku tahu ayahku bukan orang biasa, tentu saja aku tidak langsung bisa menrima kehadirannya. Tapi aku melihat harapan di mata mama. Mama mencintai papa. Begitupun sebaliknya. Lalu aku merasa jahat jika harus memisahkan mereka karena egoku sendiri. Aku berniat mengatakannya kepadamu saat aku kerumah sakit hari itu, namun waktunya tidak tepat". Jelas Abel.

"Aku minta maaf! Aku bersikap seperti pengecut saat itu. Harusnya bahkan hal itu tidka boleh terlintas dibenakku. Aku malah menyakitimu. Hari ini sepertinya tuhan masih mengasihaniku karena membiarkanmu berada dipelukanku. Tuhan masih memberiku kesempatan menebus semua kebodohan dan kesalahanku. Kau tahu? Saat aku mengejarmu kebandara, dalam hati aku bersumpah. Jika aku diberi kesempatan sekali saja, aku tidak akan menyia-nyiakannya. Aku akan membuatmu kembali bagaiamanpun caranya. Aku sangat bersyukur ketika aku hanya diminta menunggu tiga tahun, terlebih lagi ada Arlan yang membuat jalanku semakin mudah".

"Cckkk... sepertinya ini terlalu mudah. Harusnya aku membuatmu berusaha lebih keras lagi". Omel Abel.

"Jangan begitu! 3 tahun sudah cukup. Kau tidak tahu bagaimana menderitanya aku selama 3 tahun ini? Setiap malam aku selalu menyesali kebodohan dan kesalahanku. Tiap malam aku tidak pernah tidur lebih dari 4 jam karena selalu terbangun tiba-tiba entah kenapa. Aku selalu meforsir diriku setiap hari agar aku tidak memikirkanmu dan merindukanmu". Alan mengatakannya dengan wajah sendu.

"Lain kali kalau kau melakukannya lagi. Aku akan meninggalkanmu saat itu juga dan tak akan pernah kembali. Biar saja kau merana. Aku tidak perduli!". Ucap Abel mengerucutkan bibirnya.

"Tidak akan ada lain kali! Aku akan mengikatmu disampingku agar kau tidak bisa pergi kemanapun!". Ucap Alan.

"Memangnya aku kambing diikat segala?". Omel Abel lagi.

Arabella Back To Me, Please!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang