Dari kejauhan derap roda kereta yang bersentuhan dengan rel terdengar menggema menuju stasiun.
"Kamu ngantuk ya?" perempuan disebelahnya mengangguk lesu.
"Tiduran sini," ia meraih kepala sang istri untuk bersandar dibahunya, "Nanti kalo udah nyampe, aku bangunin."
Gadis berpashmina hitam itu tersenyum kecut melihat pasangan muda yang duduk disebelahnya, ia mengalihkan pandangan menatap jendela yang menampilkan rumah-rumah warga dipinggir rel.
"Kisah kita pernah seindah mereka tapi sekarang cuma sebatas masa lalu yang gak bisa kembali bersatu." batinnya.
Sembari mengisi kekosongan, ia memakai headset memutar lagu Angin Rindu yang tengah menggambarkan suasana hatinya saat ini. Sebentar lagi ia akan tiba di kota tempat lahirnya, melepas rindu dengan kedua orang tuanya.
Ia tersenyum kecil, "Hallo Bandung, aku pulang."
Dia adalah Salma.
***
"Gimana keadaan ibu saya dok?"
Ruang putih dengan semerbak aroma obat-obatan itu menyeruak dipenciuman, disampingnya terdapat wanita paruh bayah yang terbaring lelap dibrankar.
"Alhamdulillah perkembangannya semakin membaik, hari ini juga sudah bisa pulang," ucap dokter tersebut.
Seulas senyum terpancar diwajah tampannya, gadis yang ada didekatnya juga ikut bahagia mendengarnya. "Terima kasih dok."
Dokter itu ikut tersenyum dan mengangguk, "Walaupun begitu kondisi ibu kamu harus tetep dipantau, pola makanannya dijaga dan jangan lupa untuk minum obat ya." ucapnya.
"Baik dok,"
"Kalau begitu saya permisi dulu, mari." mereka memerhatikan perempuan berjas putih itu keluar ruangan.
"Akhirnya ya bang, mamah pulang juga ke rumah, Diva gak sabar deh," ungkapnya.
Rasa syukur juga dipanjatkan Roni dalam hati. Semenjak mamah dinyatakan mengidap diabetes beberapa tahun lalu, beliau selalu bolak-balik ke rumah sakit dan tak jarang harus dirawat inap.
Meski perasaan cemas dan takut menghantuinya, Roni berusaha positif thinking. Disela-sela kesibukannya, ia juga masih tetap memegang komitmen untuk merawat sang ibu sepenuh hati.
"Dek, nanti tolong kabarin bapak sekalian jagain mamah dulu ya," Roni mengambil jaket yang tersampir dikursi. "Abang mau ngecek kafe sebentar,"
Diva mengangguk, "Iya bang, asal pulang bawa makanan,"
"Makan mulu," Roni mengacak-acak gemas rambut adik kecilnya yang sudah menginjak bangku perkuliahan, Diva terkekeh.
"Yaudah abang pergi ya, kalo bapak mamah nanya abang lagi keluar bentar," lanjutnya seraya berjalan menuju pintu.
"Iya."
***
Motor hitam itu sudah terparkir didepan kafe yang sedang ramai pengunjung, Roni melangkahkan kakinya masuk, kedatangannya langsung disambut ramah oleh beberapa karyawan disana.
Ia melepaskan kacamata dan membuka pintu ruangannya, "Assalamualaikum,"
Sahabatnya yang tengah fokus dengan layar laptop itu menoleh, "Waalaikumussalam,"
Dahi Paul mengkerut bingung, "Lah Ron ngapain pake kesini segala?"
"Gak boleh?" Roni balik bertanya seraya melepas jaketnya dan menarik kursi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo Roni! (END)
FanfictionSequel Biar Menjadi Kenangan *** Namanya perpisahan tetaplah menyakitkan meskipun Roni pergi dengan cara berpamitan tapi tetap kenangannya masih membekas dalam ingatan. Salma tak pernah bisa menjumpai Roni lagi, seakan pria itu hilang bagai ditelan...