09

2.9K 271 8
                                    

Setelah berpamitan dengan sang ayah, Dasya keluar rumah, berjalan menuju halte untuk menunggu angkutan umum. Pagi ini ia akan mendatangi kantor yang Salma katakan, rasa semangatnya begitu menggebu-gebu, berharap dikesempatan ini ia bisa diterima.

Dasya melangkahkan kakinya masuk ke perusahaan, menyapa satpam yang sempat ia tanyakan pekerjaan kemarin lalu diantar ke resepsionis. Ia menunggu sejenak sebelum akhirnya dipanggil.

"Bu Dasya silahkan masuk," ucapnya.

Gadis itu mengambil napas, menepikan rasa gugupnya. Ia mengetuk pintu dan mendapat balasan dari dalam.

"Permisi bu,"

Novia mengangguk, "Silahkan duduk."

***

Jam makan siang sudah tiba, Salma membereskan berkas-berkas yang menumpuk dimeja, ia bangkit berdiri. "Saya duluan ya," kata Salma pada rekan kerja yang ada dihadapannya.

"Iya bu,"

Baru saja gadis itu keluar dari lift, seseorang memanggil namanya. "Salma!"

Ia membalikkan badannya, "Dasya," gumamnya

Dasya menutup mulut saat orang-orang disana menatap kearahnya, ia menghampiri Salma dengan tak enak. "Eh, bu Salma maksudnya." ralatnya.

Salma terkekeh, "Santai Sya," ujarnya, "Oh iya gimana tadi, lancar?"

Dasya mengangguk senang, "Akhirnya aku ke terima Sal."

"Syukurlah," Salma bernapas lega karena usahanya berhasil.

"Ini semua juga karena kamu, makasih banyak ya," kata Dasya sembari memegang tangan Salma.

"Itu usaha kamu sendiri Sya, aku cuma bantu aja."

"Apapun itu Sal, pokoknya aku berterima kasih banget sama kamu."

Salma tersenyum mengangguk.

"Makan siang bareng yuk," ajak Dasya, "Sekalian aku mau tepatin janjiku ditelpon kemarin, please jangan nolak."

"Oke deh kalo kamu maksa," balas Salma terkekeh, mereka melangkahkan kakinya keluar.

"Aku punya tempat makan favoriteku tapi agak jauh dari sini," ucapnya.

Salma mengangguk, "Gapapa, kita pake mobil aku aja." ia mengeluarkan kunci mobilnya dari saku.

Mereka masuk kedalam mobil dan mulai melajukan kendaraannya, "Gimana bapak kamu Sya, beliau sakit apa?" tanya Salma memulai obrolan sembari menyetir.

Dasya tersenyum kecil, ia mengangguk samar, keadaan sang ayah memang berangsur membaik tapi masih bergantung pada obat. Gadis itu menceritakan semuanya, meluapkan apa yang ia rasakan selama ini, meski pernah difase lelah tapi Dasya tetap bangkit demi ayah dan adik-adiknya.

"Kalo kamu sama Roni gimana?" kini giliran dirinya yang bertanya, ia menatap Salma dari samping dengan excited. "Aku udah punya keponakan belum?"

Mendengar itu Salma jadi terdiam.

"Sal?" panggilnya sekali lagi.

Gadis itu menarik napas dan tersenyum tipis, "Kita udahan Sya,"

Dahi Dasya mengkerut tak mengerti, "Maksudnya?"

"Aku sama Roni udah pisah." ujarnya.

Matanya membulat sempurna hampir tak percaya, "Hah yang bener?"

Seperti yang Dasya tahu, Roni sangat mencintai Salma apalagi pada saat kejadian sidang, lelaki itu membela istrinya ketika tak hadir diacaranya. Namun sekarang mereka tak lagi bersama, memang setelah lulus kuliah, Dasya sudah tak lagi mendengar kabar hubungan mereka.

"Kalo boleh tau kenapa?"

"Roni salah paham sama foto yang gatau dia dapet darimana, dia gamau dengerin penjelasan aku dan yaudah akhirnya kita pisah," jawabnya sembari memerhatikan jalan.

"Foto?"

Salma mengangguk, "Iya, kejadiannya pas dikampus. Aku tiba-tiba dilamar terus ada yang foto, entah mungkin orang yang ambil foto itu ada masalah sama aku atau emang lagi iseng aja," balasnya sambil terkekeh tapi terdengar memaksakan.

Berbeda dengan Dasya yang terdiam, pikirannya melayang pada beberapa tahun silam, ia menelan salivanya. "Orang itu aku Sal," batinnya.

"Mungkin juga karena aku pernah buat kesalahan yang sama makanya Roni gak percaya lagi." lanjutnya.

"Maaf ya Sal," Dasya tak enak sudah mengungkit luka lama Salma.

"Maaf udah buat hubungan kamu sama Roni berantakan, aku gatau kalo ulahku bisa bikin kalian jadi pisah." sambung Dasya membatin, rasa bersalah benar-benar menjerat dirinya.

Salma melirik sekilas sambil mengangguk, "Gapapa Sya lagian udah lewat juga,"

Setelah itu, hanya ada keheningan diantara mereka. Salma fokus menyetir sementara Dasya menatap lurus kedepan. "Salma baik banget udah usahain aku buat kerja disini, rasanya aku jahat karena bikin hubungan mereka hancur."

Ia menatap wajah Salma dari samping, "Kalo kamu tau apa yang sebenarnya, apa kamu masih anggap aku temen Sal?"

Tanpa Dasya sadari, Salma sudah memberhentikan mobilnya ditempat yang dimaksud gadis itu. Salma membuka sabuk pengamannya tapi Dasya masih tak bergeming, ia jadi menatap heran. "Sya,"

"Ayo turun, malah ngelamun ke buru masuk kantor lagi nih."

Dasya tersadar, ia dengan cepat mengangguk. "Eh iya ayo," sahutnya.

Salma menggeleng pelan, ada apa dengan temannya ini, ia turun terlebih dulu.

"Aku janji Sal bakal usahain kamu sama Roni balik." batin Dasya bersungguh-sungguh, ia harus bertanggung jawab dengan apa yang sudah ia lakukan.

***

Disisi lain, lelaki dengan wajah lesu itu ikut duduk disamping temannya, ia meminum sebotol air putih hangat yang ia bawa dari rumah.

Melihat itu, Paul menghela napas. "Lu mending besok gausah ikutan nyanyi dulu dah Ron, tampang lu udah kayak kurang asupan gini mending istirahat sono," titahnya.

Roni berdecak, "Masa gue harus ambil libur lagi Powl,"

"Yaudah sih gapapa, kesehatan lo lebih utama." balasnya, "Balik sana, tiduran." suruhnya lagi.

"Suka banget lo ngusir gue," Roni mendelik sebal, ia menyimpan botolnya dimeja.

"Daripada tar lu pingsan disini, gamau urus ya gue," celetuk Paul tanpa beban membuat Roni merenggut kesal.

"Temen gue bukan sih lo?!" ketusnya.

Hallo Roni! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang