16

2.1K 249 16
                                    

Semalam adalah hari yang menyenangkan bagi Salma, bisa kembali berbincang hangat bersama Roni dan keluarganya adalah hal yang paling ditunggu sejak lama dan akhirnya kini bisa terwujud, seperti Tuhan merestukan mereka untuk bersama lagi.

Setelah melaksanakan shalat shubuh, Salma bergegas keluar kamar, menyalakan lampu dapur dan mulai berkutat dengan peralatan.

Namun ternyata kebisingan itu membuat mamah datang menghampiri. "Pagi banget kamu bangunnya dek,"

Suara wanita itu mengejutkan dirinya, ia menoleh dan tersenyum sebagai balasan lalu melanjutkan memotong roti.

"Lagi ngapain?" mamah mendekati sang anak yang begitu serius.

"Bikin sandwitch."

Mamah jadi heran, "Tumben kamu bekel makan," katanya.

Salma mengulum senyum, "Lagi pengen aja," alibinya.

"Mau mamah bantuin?" tawarnya.

Sontak Salma menggeleng cepat, tak membiarkan mamah menyentuh makanan buatannya. "Gausah, Caca bisa sendiri." tolaknya sembari mengambil tempat bekalnya.

Mamah benar-benar dibuat aneh dengan sikap sang anak yang tak seperti biasanya, ia memilih menghiraukan dan fokus mengeluarkan bahan masakan dari kulkas.

"Habis beres itu, bantuin mamah masak buat sarapan ya dek."

Mendengar itu Salma buru-buru menyelesaikan pekerjaannya, ia segera memasukan roti lapis itu ke kotak makan dan menutupnya.

Salma menyengir, "Mamah sendiri aja ya, Caca mau mandi dulu, takut nanti telat ke kantornya," ujarnya sembari berlari dari sana membuat mamah menghela napas sembari menggeleng pelan.

***

Mentari perlahan menunjukkan sinarnya dengan malu-malu bersamaan dengan Salma yang akan berangkat ke kantor tapi bedanya hari ini ia akan mampir dulu ke suatu tempat.

Salma tersenyum melirik totebag yang berada dibangku samping, "Semoga Roni suka sama bekel buatan gue," gumamnya sembari menyetir.

Ya benar, yang membuat Salma rela bangun lebih awal hanya demi menyiapkan bekal untuk Roni. Entah apa yang dipikiran gadis itu, ia hanya ingin Roni kembali mencicipi makanan sehat buatannya.

Ia memarkirkan mobilnya lalu turun sambil tak lupa menjinjing totebagnya. Matanya tak sengaja menatap Paul yang mungkin baru saja datang, langsung saja ia berlari kecil dan memanggilnya, "Powl!"

Paul yang ingin membuka pintu kafe tertahan kala melihat temannya, ia memutarkan badan sepenuhnya. "Eh Sal," sapanya, "Ngapain disini? Gak ke kantor?" tanyanya heran.

Salma tersenyum malu, tatapan Paul jatuh pada sesuatu yang dibawanya. "Ada perlu apa?" katanya seakan mengerti tujuannya datang kesini.

"Gue pengen ketem---"

Belum sempat Salma menyelesaikan ucapannya, seseorang menyapa mereka. "Hai,"

Keduanya menoleh.

Dia, gadis yang pernah Salma lihat bersama Roni dan jangan lupakan lelaki itu juga setia ada disampingnya.

Hati Salma jadi panas, moodnya seketika berubah turun. Tanpa basa-basi lagi ia menyodorkan totebag berisi bekal makan itu pada Paul, "Buat lo."

"Ciee pacarmu ya," sahut gadis itu menggoda mereka membuat Salma tak bisa lagi menahan emosinya.

"Gue balik!" ia melengos pergi tanpa menunggu balasan mereka, tak melirik sedikitpun pada Roni.

Semuanya menatap Salma heran tak terkecuali Paul yang melihat isi totebagnya, "Tumben dia ngasih gue bekel," katanya.

"Lo ulang tahun Powl?" celetuk Roni.

"Enak aja! Nanti masih lama," balasnya tak santai.

"Terus ngapain dia kasih kamu ini?" tanya gadis itu.

Paul mengangkat bahunya tak tahu.

Sementara itu, Salma bergegas memasuki mobil dan melesat pergi menuju kantor.

Disepanjang perjalanan, kejadian tadi terus terngiang diingatannya, usahanya bangun pagi ternyata sia-sia. Ia memukul setirnya menyalurkan rasa emosi, "Kamu seakan-akan ngasih harapan tapi kamu sendiri yang patahin Ron!"

***

Tiba dikantor, Salma mencoba mengatur napas sabar, "Astagfirullahaladzim," batinnya berusaha untuk mengontrol emosi agar tak meledak pada orang-orang disana, bagaimanapun juga ia harus profesional.

Langkah kakinya membawa masuk tapi belum sempat keruangan, seseorang menyapanya, "Pagi bu Salma,"

Salma tersenyum tipis, "Pagi."

"Nanti setelah makan siang ada meeting diluar bu," kata perempuan dengan blazer hitam itu.

Ia mengangguk singkat, "Ada lagi?"

"Dan ini berkas yang harus ditanda tangan bu Salma," ujarnya menunjukkan beberapa berkas dalam genggaman tangannya.

"Kalau gitu tolong disimpen dimeja saya aja ya, saya mau ke ruangan bu Novia dulu."

Perempuan itu mengangguk, mempersilahkan Salma untuk pergi dahulu.

***

"Nih Ron,"

Lelaki yang sedang berkutat dengan laptop itu sontak menghentikan pergerakannya, ia merasa tak asing dengan totebag dihadapannya lalu mengadahkan kepala menatap Paul. "Ini kan bekel yang dikasih Salma,"

"Lah emang iya, lo pikir apaan?!" sahut Paul tak santai.

"Terus ngapain lo kasih ke gue?" tanyanya heran.

"Kayaknya ini buat lo deh."

Dahi Roni mengkerut, "Darimana lo tau?"

"Ada surat pake nama lo." jawabnya.

Roni mengangguk paham tapi masih sedikit bingung, jika ini untuk dirinya, lantas mengapa Salma memilih memberikannya pada Paul?

"Yaudah, makan nih Bul." suruhnya.

"Bul?" ulang Roni merasa tak asing dengan panggilan itu.

Seketika pikirannya jadi teringat pada surat yang Salma tulis untuk dirinya ketika ulang tahun kemarin, ia sontak menatap tajam sahabatnya. "Lo pasti udah baca suratnya kan?"

Paul tertawa puas, "Yee kocak! Kalo gak gue baca, gue gak akan tau ini buat lo Ron."

Untung saja tadi ia sempat menemukan kertas itu, kalau tidak, mungkin roti berlapis daging itu sudah ia lahap sampai habis.

"Jangan lupa tuh balikin kotak makannya takut dicariin sama nyokap Salma," ujar Paul sembari beranjak keluar. "Nanti lo dibacklist lagi dari daftar mantu." lanjutnya.

***

senengg kan klean up 2 bab

Hallo Roni! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang