Suasana hati Salma mulai membaik, kini ia bangun lebih awal dan bersiap untuk pergi kantor. Sebelum berangkat, ia menyempatkan sarapan lebih dulu bersama orang tuanya.
"Pah soal tawaran kerja Caca gimana?" tanya Salma menagih janji, ia menegak segelas susu yang dibuatkan oleh sang ibu.
Pria paruh bayah itu menatap anak bungsunya, "Maaf Ca papah belum bisa izinin."
Bahu Salma melemas, raut wajahnya berubah lesu dan mamah menyadari hal itu.
Namun ia tak protes sedikitpun dan mengangguk menurut, "Yaudah gapapa pah, biar nanti Caca bilang ke Novia." ucapnya.
Salma mencium tangan mereka, "Caca berangkat dulu mah, pah."
Mamah bangkit berdiri, ia menoleh pada suaminya. "Mamah anter dulu Caca kedepan," ujarnya yang diangguki papah.
"Dek," panggilnya membuat Salma menghentikan langkahnya.
"Kamu kepengen banget ya ambil tawaran ini?"
Salma mengangguk sembari menatap mamah, "Kesempatan kan gak dateng buat kedua kalinya mah, Caca juga pengen ngembangin karir,"
"Dan ninggalin Bandung." lanjutnya dalam hati.
"Tapi karir kamu sekarang udah lumayan lho," puji mamah.
Salma menghela napas, rasanya percuma juga ia membujuk karena ujungnya Salma takkan pernah mendapat izin. "Kalo gitu Caca pergi dulu," ia menyudahi obrolan mereka, moodnya sedang tak baik-baik saja.
Mamah turut sedih, ia menarik Salma dalam pelukan. "Apapun yang terjadi hari ini kamu udah ngelakuin yang terbaik dek, Allah gak akan pernah tinggalin hambanya sendiri dan Allah tau apa yang baik buat hambanya." bisiknya.
Salma mengangguk, seulas senyum tipis terpampang diwajah cantiknya.
Mamah mengurai pelukan, "Yaudah sana berangkat, semangat kerjanya!"
"Makasih mah, assalamualaikum." Salma masuk kedalam mobil dan menancap gas kendaraannya.
"Waalaikumussalam hati-hati." mamah melambaikan tangan.
"Mamah bakal usahain buat kamu dek," batinnya tersenyum.
***
"Pagi bu Salma," sapa satpam disana.
Salma yang baru memarkirkan mobilnya, mengangguk tersenyum, "Pagi juga pak."
"Kemarin tumben gak keliatan bu," ujarnya heran.
"Iya pak saya lagi kurang enak badan," jawabnya.
"Kalo gitu sehat-sehat ya bu."
"Aamiin terima kasih, bapak juga semangat kerjanya!" balasnya sambil mengepalkan tangan keudara.
Lelaki paruh bayah bertopi itu mengangguk terkekeh.
"Mari pak, saya masuk dulu." Salma menenteng tasnya seraya beranjak pergi.
Tiba-tiba saja seseorang mensejajarkan langkahnya, "Hai Sal," sapa Dasya tersenyum.
Gadis itu hanya mengangguk tanpa ekspresi.
"Sal kam---"
Ia melirik jam ditangannya, "Maaf saya duluan," potongnya sembari berlalu dengan cepat.
Dasya terdiam sejenak, ia keheranan melihat sikap temannya. "Salma kenapa ya? Gak biasanya dia kayak gitu, apa lagi ada masalah?"
***
Salma memisahkan berkas-berkas yang akan ditanda tangan oleh atasannya, ia bangkit berdiri menuju ruangan Novia. Setelah dipersilahkan masuk, Salma menyerahkan berkasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hallo Roni! (END)
FanfictionSequel Biar Menjadi Kenangan *** Namanya perpisahan tetaplah menyakitkan meskipun Roni pergi dengan cara berpamitan tapi tetap kenangannya masih membekas dalam ingatan. Salma tak pernah bisa menjumpai Roni lagi, seakan pria itu hilang bagai ditelan...