02

3.3K 276 11
                                    

Sebuah mobil putih berhenti dirumah sederhana yang perkarangannya dipenuhi oleh tanaman, seseorang turun dengan senyum terpampang diwajah cantiknya.

"Mamah," sapa Salma menghampiri perempuan yang sedari tadi menunggu kedatangannya.

Ia mencium tangan dan memeluknya erat, "Caca kangen banget." Salma menghirup wangi khas sang ibu yang selalu ia rindukan selama dirinya berada di Probolinggo sementara papah sibuk menurunkan barangnya.

Pelukan keduanya terlepas, "Gimana kabar abangmu?" tanya mamah.

Salma menggaruk kepalanya heran, "Kok abang? Yang didepan mamah kan Caca," ia mencebikkan bibirnya.

Mamah tertawa berhasil mengusili.

"Wes wes, ngobrolnya didalem aja," lerai papah sambil membawa barang anak kesayangannya.

Wanita berkacamata itu merangkul bahu Salma mengajaknya masuk kedalam, "Ayo dek mamah udah masakin kesukaan kamu ... kentang balado."

Salma menghentikkan langkahnya, ia menatap mamah. "Lho itukan kesukaan abang mah, gimana sih," rengeknya.

"Eh mamah lupa," ia terkekeh melihat wajah Salma ditekuk kesal.

"Jadi Caca udah dilupain," rajuknya sambil bersidekap dada.

Tangan Salma digenggam lembut, "Bercanda dek, masa putri kecil mamah yang cantik ini dilupain."

Salma tersenyum lebar, meski usianya kini bertambah dewasa, mamah dan papah selalu memperlakukannya seperti anak kecil.

***

"Selamat datang lagi mamah dirumah," ucap Diva riang sambil membukakan pintu, walau perayaannya sederhana tapi terlihat mewah dimata sang ibu.

Mamah menyembunyikan rasa haru, "Ah klean nih pake dirayain segala, udah kek ditinggal pergi jauh aja,"

"Jadi mamah gak suka?" tanya Diva yang menggandeng tangannya.

"Sukalah, makasih ya," mamah membelai pipi Diva, bersyukur sekali punya anak seperti mereka yang perhatian dan menyayanginya, tak lupa juga sang suami yang selalu ada disisinya.

"Dek tolong bikinin minum buat mamah, papah mau antar dulu mamahmu ke kamar." sahut papah sambil menggandeng tangan sang istri.

"Kalo ada apa-apa panggil Diva aja mah, pah." timpal Roni membuat Diva menatap sang abang tak terima.

"Mau apa?"

Nyali Diva ciut saat Roni menatapnya tajam, ia tak bisa melawan hanya mencebikkan bibirnya sedikit kesal.

Setelah memastikan mamah istirahat, Roni juga ikut merebahkan tubuhnya dikamar. Ia sudah tak lagi tinggal diapartemen, alasannya agar ia leluasa menjaga sang ibu dan melupakan segala kenangan disana.

Wajah seseorang yang baru saja ia temui dengan tak sengaja kembali terlintas dibenaknya. Tatapan, suara bahkan matanya masih sama yang membedakan gadis itu tampak lebih dewasa dalam balutan blazer.

Namun apapun itu, Roni harap ini adalah pertemuan terakhir mereka.

***

"Kau sudah balik ke Bandung?" tanya Novia.

Salma berjalan menuju balkon sambil menempelkan ponselnya ditelinga, "Sore tadi baru nyampe."

Setelah menyandang gelar sarjana, Novia bekerja meneruskan perusahaan sang ayah, ia juga mengajak Salma untuk bergabung. Meski awalnya menolak pada akhirnya Salma setuju juga.

Semenjak itu, Salma menyibukkan dirinya dengan menata karir, pergi keluar kota mengurus proyek, jarang ada dirumah supaya tak ada luang untuk memikirkan apa yang telah terjadi beberapa tahun silam.

"Coba tebak Nop tadi aku ketemu siapa," kata Salma seraya tersenyum.

Novia mengkerutkan dahinya bingung, "Mamahmu?"

Salma menggeleng, "Bukan."

"Si Bombat," jawabnya menyebut nama kucing yang baru saja dipelihara oleh Salma beberapa bulan ini.

"Salah,"

"Tukang sate," celetuknya.

"Serius kenapa kau Nop!" Salma merenggut kesal.

"Iya siapa dong? Aku gatau, nyerah deh."

Salma melebarkan senyumnya, "Roni."

"Hah?!" Novia membelalakan matanya.

"Pelanin dikit suaramu bisa? Telingaku sakit nih," kata Salma mengusap alat pendengarnya.

Gadis itu menyengir, "Lagian kau sih bikin kaget aja tapi beneran yang kau liat itu Roni?" tanyanya memastikan.

"Iya Nop, aku gak bohong kok." jawab Salma bersungguh-sungguh.

"Bukan masalah bohong atau enggak tapi kau tuh suka halu Sal," balas Novia sembari mencari posisi duduk yang nyaman.

"Bapak satpam di kantor kita aja kau anggap kek Roni, gimana aku mau percaya." lanjutnya.

Salma berdecak kesal, "Itu beda lagi! Yang ini bener seratus persen Nop, percaya deh sama aku,"

Mendengar cerita temannya yang menggebu-gebu membuat Novia menghela napas, "Sal, kisahmu sama Roni udah selesai."

Bukan Novia tak suka mendengar ceritanya tapi ia benci jika Salma harus stuck di orang lama, beberapa kali ia mengenalkan gadis itu dengan teman kenalannya tapi tetap saja tak ada yang berhasil.

Salma terlalu bersikukuh menunggu Roni yang bahkan gadis itu sendiri tak tahu keberadaannya dimana, Novia hanya tak mau Salma hidup dibawah bayang-bayang masa lalu.

Ucapan Novia membuat Salma tersadar dan terdiam sejenak, rasa sesak didadanya kembali hadir. "Tapi perasaanku ke dia belum Nop," ujarnya pelan seraya menatap bulan yang menyapa dengan sinarnya.

"Besok aku lanjutin cerita dikantor aja ya," gadis itu menutup panggilan sepihak, entah mengapa moodnya jadi tak baik.

Novia yang diseberang sana meraung kesal, "Ini anak emang suka bikin penasaran orang aja," batinnya.

Tapi dirinya jadi merasa bersalah karena menyinggung hati Salma yang sedang berbunga, "Aku cuma gamau kau kecewa sama harapanmu sendiri Sal."

Novia tahu, Roni punya tempat dihati Salma, bagaimanapun juga cinta tulus itu datang dari Roni yang tak pernah Salma dapatkan dari siapapun tapi sekarang keadaannya sudah beda.

Sementara Salma masih diam tak bergeming ditempatnya, ia memejamkan mata menikmati angin malam yang menerpa wajahnya. "Maaf Ron nyatanya aku gagal ngelupain kamu, kenapa sesusah itu ya ngebenci kamu?"

Lagi, lagi Salma tak bisa melawan saat pikirannya hanyut dalam kenangan masa lalu.

Salma selalu percaya bahwa Tuhan akan mempertemukan mereka kembali di waktu dan cara yang sebaik-baiknya, mungkin saja pertemuan tadi adalah awalnya.

Hallo Roni! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang