03

50 16 3
                                    

Selamat membaca
Tinggalkan jejak
.
.

Siang ini lapangan basket dipenuhi macam-macam siswa, baik itu dari kelas 10, 11, 12. Semuanya asik memandangi kearah lapangan.

Entah harus bersyukur atau gimana, ciptaan   Tuhan sangat sangat membuat mereka pangling apalagi buat para siswi.

Begitu pun dengan Wala yang sedari tadi asik memperhatikan salah satu pemain basket yang berhasil menarik perhatiannya seminggu yang lalu.

Dengan mulut yang penuh dengan makanan, Wala asik dengan kekagumannya terhadap satu ciptaan Tuhan. "Cinta gue kalo di pandang lama-lama makin tambah ganteng aja."

Semakin banyak cemilan yang ia masuki sampai-sampai remahannya muncrat.

Asik dengan dunianya tidak menyadari pandangan teman-temannya yang mulai kesal.

Bayangkan saja, bukannya ke kantin buat ngisi perut malah di ajak kesini. Menonton para pantolan sekolah yang sedang latihan basket.

Tau kan biang utamanya, ya si Wala. Wala bin ajaib inilah yang mengajak mereka buat puasa sebentar supaya ia bisa melihat pujaan hatinya main basket.

Kapan lagi bukan?

Locita Nahwa, memberengut kesal menatap Wala yang masih asik menonton pujaan hatinya. Padahal ia sudah lapar tapi malah di tarik kesini. Anjim emang si Wala.

Sambil memegang perutnya, Cita nama panggilannya memelas ke arah Wala. "Wal, lapar ini loh. Lo aja ya yang nonton, gue mau makan dulu."

Tanpa menoleh Wawa berujar, "Gak setia kawan sih tante."

"Ndasmu."

"Lagian lo, Wa. Ngapain sih liatin dia mulu. Gak bosan apa?" Tanya Nana salah satu temannya yang juga ikut di tarik ke sini.

Ruxana Sophie, seperti karakter salah satu hero mobile legenda yaitu Nana. Begitulah teman-temannya memangil gadis pendek diantara mereka dengan sebutan Nana.

"Gak ada kata bosan dalam kamus gue. Selagi gue masih hidup, gak akan bosan-bosan gue liatin cinta pujaan hati lagi main."

"Menimal kalo ngajak itu ngasih temannya makanan lah."

"Ya gimana ya teman, orang gue gak punya duit sekarang."

"Taik."

"Gak punya duit tapi beli cemilan banyak. Gak punya duit apaan namanya tuh. Si anjim pelit."

"Hust... Tidak boleh mengumpat. Nanti dosa."

Beda dengan tribun, di lapangan para pantolan sekolah masih asik latihan basket tanpa terganggu sedikit pun dengan keributan para ciwi-ciwi yang sumber utamanya dari mereka.

Salah satu dari mereka menyerka keringat yang membasahi seluruh wajahnya.

"Anjir capek cok. Istirahat yok bro," ajaknya

"Mmm..."

Mereka mulai melangkah meninggalkan lapangan menuju ke tepi lapangan. Mereka memilih salah satu tempat duduk yang dimana di bawah pohon rimbun besar yang membuat suana sejuk.

Setitik Harapan : 365 Hari [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang