30

28 7 2
                                    

Selamat membaca
Tinggalkan jejak
.
.

Kini telah usai semuanya.

Kini telah pergi untuk selamanya.

Tidak ada lagi perempuan yang mengejarnya.

Tidak ada lagi perempuan yang selalu mengganggu hari-hari tenangnya.

Dia telah pergi.

Semesta ingin mengambil dia lebih cepat.

Wala Deimena

Batu nisan yang telah tertulis nama seseorang yang hari-hari selalu mengisi pikirannya.

Vidor menatap batu nisan itu dengan lekat dan dalam. Kenapa harus di sana tertulis nama Wala?

Vidor tidak memperdulikan tangisan teman-teman Wala yang dari tidak berhenti.

Vidor masih mengingat panggilan telpon dari Farid malam itu.

Dengan mata yang masih mengantuk Vidor berusaha meraih hp nya yang dari tadi berdering.

Terpampang nama Farid di sana. Cowok itu mengangkat panggilan tersebut. "Apa?"

"Wala udah gak ada. Telpon yang lain suruh ke sini, jalan Wira Kartika." Mendengar kalimat awal dari Farid membuat kesadaran Vidor penuh.

Cowok itu memastikan apa yang ia dengar, sambil mengucek matanya dan memandangi hp nya yang ternyata panggilan sudah putus.

Apakah ini bohong? Tapi kalo bohong kenapa Farid terlihat menangis dari suaranya?

Dengan cepat Vidor siap-siap dan meraih kunci motornya. Sambil menuruni tangga Vidor menelpon satu-satu temannya dan menyuruh mengabari teman yang lain.

Padahal mereka punya grup bersama, tapi Vidor yang masih syok tidak sadar akan hal itu.

Di tengah-tengah menuruni tangga Vidor dapat melihat Bundanya yang masih bangun.

"Bunda kenapa belum tidur?" tanya Vidor.

"Bunda gak bisa tidur setelah Ayah pergi tadi."

"Ayah? Pergi kemana, Bun?"

"Ke rumah sakit."

Mendengar itu Vidor dengan buru-buru salim dengan Bunda. Vidor tidak merespon panggilan dari Bundanya.

Bunda hanya menggeleng heran dengan anak cowok. Suka sekali pergi malam-malam begini.

Setibanya di rumah sakit. Vidor dapat melihat teman-temannya yang lain sudah ada di sana. Dan juga teman-teman Wala yang menangis histeris.

"Wala masih di dalam, belum ada yang boleh masuk." Beritahu Farid yang matanya sudah sembab.

Pandangan Vidor teralihkan dari ketiga teman Wala. Zana dan Nana yang menangis histeris yang langsung di tenangkan oleh Lie Dan Ansel. Dan Zana yang menatap kosong pintu ruangan Wala.

Setitik Harapan : 365 Hari [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang