06

29 12 1
                                    

Selamat membaca
Tinggalkan jejak
.
.


Sesuai dengan perkiraan mereka berdua, Wala sekarang berada dibelakang sekolah yang dimana ada satu pohon mangga yang buahnya sedang matang.

Dari kejauhan terlihat Wala yang dari tadi mendongak melihat buah yang menggiurkan itu. Gadis itu berpikir keras harus dengan apa agar mangga itu bisa ia dapatkan.

Tidak ada satupun kayu atau benda yang bisa ia gunakan untuk mengambil mangga itu. Wala menghela nafasnya frustasi, perasan kemarin ada gala yang ia letakkan dibawah pohon mangga ini. Tapi kemana gala itu sekarang?

"Ini ceritanya cuma diliatin aja?"

Wala menolah kearah kedua temannya yang ikut melihat ke pohon mangga.

"Gak ada gala cok," balas Wala yang mengalihkan tatapannya kesekitar.

"Panjat 'kan bisa."

"Emang lo mau?"

"Mau! Kalo lo berdua ikut juga."

"Tapi kita pakai rok anjir! Nyangkut gimana ntar?"

"Ya tinggal lo robek aja."

"Sekate-kate lo."

"Jadi gak nih?"

"Kuy lah. Mumpung mangganya pada matang semua."

"Emang jiwa pencuri lo pada!"

"Selagi bisa memanjakan kerongkongan gue. Ya gak papa."

"Fine-fien aja 'kan?"

"Yoi!"

Dimulai dengan Wala yang mulai memanjat batang pohon mangga, dengan agak kesusahan Wala mulai menggerakkan tangannya menjangkau dahan pohon yang dekat. Dan dengan memakan waktu yang lumayan cukup lama, akhirnya Wala berhasil naik keatas.

Dan diikuti oleh Cita yang juga mengikuti cara Wala tadi. Entahlah temannya ini suka sekali mencuri buah-buahan padahal ia bisa membeli loh.

Dan yang terakhir Nana akhirnya juga ikut nimbrung diatas pohon mangga ini. Dengan nafas yang tidak teratur Nana berusaha mencari udara sejuk diatas pohon ini.

Sumpah capek bangat ngikutin teman sesat.

"Untung rok gue aman," gumam Nana menarik nafas lega.

Setelah ketiganya berhasil nyampe ke titik ini, mereka memilih dahan yang kokoh yang bisa menampung bobot badan. Gak lucu ntar jatuh gara-gara nyolong mangga sekolah.

Wala menarik salah satu mangga yang dekat dengannya. Gadis itu menggosokkan mangga tadi keseragam sekolahnya. Setelah itu langsung memakan mangga itu dengan mengelupaskan kulitnya dengan gigi-giginya.

Persis seperti masa kecil bukan? Ketika tidak ada pisau, gigi solusinya.

"Eemm... Enak! Manis pol!"

Demi apa buah mangga satu ini sangat lezat. Bahkan manisnya tidak tertandingi dengan buah mangga tetangganya yang sering ia curi tiap malam.

Cita dan Zana ikut tergiur melihat Wala. Kedua gadis itu ikut meraih satu buah yang dekat dengan posisi mereka. Jangan terlalu bergerak, nanti jatuh.

Seperti perkataan Wala tadi, buah mangga ini memang sangat manis. Pantesan teman setannya ini sering nagkring kalo pas jam istirahat tiba.

"Beneran enak, Wal! Gue kira lo bohong," ucap Cita yang asik menikmati buah mangga dengan gaya Wala tadi.

"Kalo soal makanan mah gue gak pernah boong," balas Wala yang mulai mengambil buah kedua.

Setitik Harapan : 365 Hari [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang