27

23 5 0
                                    

Selamat membaca
Tinggalkan jejak
.
.

"Lo jelasin semuanya sekarang!"

Wala menatap dalam teman-temannya yang kini memasang wajah serius. Keputusan Wala sudah bulat, dia bakal menceritakan semuanya. Kenapa dia sering izin? Kenapa teman-temannya tidak boleh ke rumahnya? Bakalan Wala ceritakan.

Waktunya tinggal sedikit lagi, tidak mungkin Wala menyimpan ini semua. Lagian satu persatu teman-temannya ini sudah tau.

Contohnya tadi, Wala sudah mengenalkan mereka semua ke orang tuanya. Dan sekarang gadis itu bakalan menceritakan apa yang selama ini ia simpan.

Bibir kering itu Wala basahi dengan jus yang baru saja di pesannya.

Mereka tenggorokannya sudah mulai basah, Wala mulai membuka suara. "Gue mohon sama kalian dengarin dulu semuanya jangan ada yang nyelah pembicaraan gue." Pinta Wala yang di anggukki ketiga perempuan yang berada di hadapannya ini.

Untuk sekian kalinya Wala menatap dalam ketiga orang yang telah menemani hari-harinya di sekolah. "Kanker stadium akhir. Gue penderita kanker otak stadium akhir, dokter diagnosis gue penderita Glioblastoma multiforme. Kalo kalian gak tau, itu penyakit yang mematikan. Tumor ganas. Dulunya gue juga penderita kanker otak tapi masih bisa di sembuhkan tapi gak tau kenapa penyakit itu datang lagi dan lebih parahnya gue sampai ke tahap stadium akhir." Wala menyeka darah yang kembali keluar di hidungnya.

Dengan cekatan Zana meraih tisu di meja dan membersihkan darah itu. Cita dan Nana yang masih kaget terdiam. Kedua gadis itu membatu.

Wala kanker otak stadium akhir?

Kanker otak?

Stadium akhir?

Wala meraih tisu dari tangan Zana dan mengambil ahli. Padahal hanya beberapa kata saya yang Wala keluarkan hari ini, tapi tubuh ini sudah sangat lelah buat bicara.

"Wal." Zana berusaha menahan butiran air yang sebentar lagi bakalan lolos dari matanya.

"Udah, jangan nangis. Udah biasa kok," ucap Wala mengangguk menyakinkan bahwa ia tidak apa-apa dengan mimisan ini.

"Kenapa gak pernah cerita sih, Wal? Lo anggap kita ini apa?" Wala hanya mampu tersenyum tenang memandang Zana.

Lagian mau cerita atau tidaknya gak bakalan merubah hasil akhirnya. Tetap bakalan sama juga toh. Buat apa?

"Mau lanjut nih? Gue capek gak bisa lama-lama." Lanjut Wala yang kini darah di hidungnya sudah mulai berhenti.

Zana mengangguk. Gadis itu juga penasaran dengan kelanjutan cerita hidup Wala. Dia harus tau semuanya hari ini.

Sedangkan Cita dan Nana masih diam terlalu syok menerima kenyataan pahit dari temannya ini. Kedua gadis itu hanya menyimak pembicaraan Wala dengan Zana tanpa menyelah pembicaraan mereka.

Wala membuang tisu bekas darah tadi ke tempat sampah. "Tau gak apa kata dokter yang menangani gue?" tanya Wala setelah duduk kembali ke kursinya tadi.

Mereka tidak tau hanya mampu menggelengkan kepala.

"Dokter kata, umur gue cuma beberapa hari lagi. Kita juga gak tau kalo soal umur bakalan habis kapan, tapi gue percaya aja apa yang di bilang Dokter. Lagian siapa juga yang bakalan bisa bertahan setelah tumor ganas merongokki sistem saraf otaknya. Kalo gue sih gak bakalan bisa bertahan hidup." Wala terkekeh diakhir katanya.

Apa yang dibilangnya barusan toh juga ada buktinya. Tubuhnya juga sering merasa lelah, sakit kepala tiada henti, dan juga seluruh tubuhnya sekarang sedikit sulit di gerakkan itu pun harus di paksa.

Setitik Harapan : 365 Hari [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang