09

26 13 0
                                    

Selamat membaca
Tinggalkan Jejak
.
.

Wala memegang perutnya yang dari tadi berbunyi minta di isi. Gadis itu masih menyusuri jalanan yang masih ramai, tujuannya mencari tempat makan yang rasanya nikmat. Baik itu di kaki lima ataupun di restoran.

Banyaknya warung makan yang buka malam ini belum ada yang menarik di matanya. Entahlah, harus kemana ia mencari makanan yang sesuai dengan lidahnya ini.

Wala menggaruk kepalanya sampai-sampai rambutnya berantakan. "Aish, lapar bangat." Gerutu Wala sambil memegang perutnya.

"Disana ramai, pernah coba tapi gak enak. Malah ah."

"Di situ juga ramai tapi sama aja kayak tempat tadi."

"Disana juga sama."

"Sama juga."

"Sama lagi."

"Aish, capek anjir!"

Dahlah mungkin hari ini ia tidak bisa makan enak. Mana perutnya sombong pula, pemilih makanan.

Mata bulat itu memandang binar ke suatu tempat yang mana tempat tersebut belum pernah ia masuki. Kapan bangunan ini dibangun? Kenapa tidak pernah dia liat? Apa jangan-jangan hanya terlihat pas malam hari aja?

Opsi terakhir mungkin benar.

Wala menggelengkan kepalanya, ngawur sekali otaknya.

Langkah kaki itu kian lebar mendekati bangunan cafe yang dimana bangunan tersebut hanya ditutupi dengan kaca tembus pandang. Bisa kalian bayangin bukan?

Dari kejauhan Wala dapat melihat banyaknya kalangan anak muda-mudi yang nongkrong disana. Bahkan ada yang tua juga.

Kursi-kursi disana juga terlihat sudah penuh, terlihat sebagian orang memilih membungkus makanannya dari pada makan disana padahal suasana didalamnya sangat bagus.

"Anjir! Cantik bangat nih cafe. Harus gue coba nih!"

Langkah itu semakin dekat dengan cafe yang dimana tertulis cafe Carla low. Mungkin memang cafe ini baru launching, terlihat sangat ramai. Bukankah bangunan yang baru buka sangat dipadati oleh remaja seperti Wala ini?

Wala mengusap perutnya seakan menenangkan cacing-cacingnya yang sedari tadi sudah berbunyi. "Tenang sayang, sebentar lagi kalian akan Mama kasih makan."

"Keknya enak deh, jiwa kepo gue meronta-ronta pengen coba makanan disana," ujar Wala yang menampilkan wajah bahagianya.

Langkah itu sejenak berhenti ditempatnya. Padahal hanya beberapa lagi ia akan sampai kesana. Tapi ia urungkan.

Sakit

Hatinya sakit melihat pemandangan didepannya, apakah yang ia lihat ini benar-benar dia? Kenapa?

Kenapa tidak pernah ngomong?

Mata cantik itu berkaca-kaca melihat pemandangan dimana seorang remaja laki-laki sedang tertawa lepas bersama seorang perempuan. Sedangkan bersamanya tidak pernah melukiskan senyuman di bibirnya. Kenapa?

Kenapa harus sesakit ini?

"Sakit ya." Lirihan sendu itu memandang getir didepan sana.

Wala memegang dadanya yang berdetak kencang. Hatinya sakit, sakit.

"Gak papa. Udah sering kok, kenapa nangis sih," ucap Wala mengusap air matanya yang mulai keluar.

Setitik Harapan : 365 Hari [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang