26

22 4 0
                                    

Selamat membaca
Tinggalkan jejak
.
.

Zana, Cita, dan Nana kaget menatap perempuan didepannya ini. Sudah menghilang beberapa hari tanpa kabar, tiba-tiba datang ingin mengumpulkan mereka dengan wajah tidak ada kehidupan didalamnya dan satu lagi yang membuat mereka kaget gadis itu memakai baju rumah sakit.

"Kalian penasaran 'kan sama orang tua gue yang gak pernah keliatan? Ayok! Gue kenalin sama mereka," ucap Wala tersenyum di sela-sela sakit di kepalanya datang lagi.

Mendengar ajakan Wala barusan membuat Zana terkejut, akhirnya gadis berwajah pucat itu memperkenalkan kedua orang tuanya ke mereka bertiga.

Mereka sangat kaget melihat perubahan Wala sekarang. Sungguh mereka tidak berpikir sampai ke sana kalau Wala beneran di rawat. Kenapa mereka sebodoh itu tidak mencari tau. Padahal mereka teman.

"Sakit apa sih, Wal? Kenapa gak ngasih tau kita?" ujar Nana yang matanya sudah mengeluarkan sedikit air mata.

Wala tersenyum kembali. "soal itu nanti gue jelasin. Sekarang gue mau kenalin kalian semua sama bokap nyokap gue."

"Ayok!" Ajak Wala yang di ikuti mereka bertiga.

Masih banyak pertanyaan yang harus mereka tanyakan. Tidak akan di biarkan Wala kabur lagi dari pertanyaan ini. Wala harus menjawab semuanya sampai penasaran mereka tuntas habis.

Butuh waktu lama menuju ke suatu tempat yang bakalan Wala kenalin ke mereka semua. Ini waktunya gadis itu memberitahukan semuanya. Siapa kedua orang tuanya, kemana mereka selama ini, dan kenapa Wala selalu sendirian.

Zana, Cita, dan Nana mematung menatap ke suatu titik. Apakah ini benar-benar nyata? Bukan mimpi?

Plis! Bangunkan mereka kalo ini mimpi.

Masih mematung memperhatikan ke suatu titik itu. Wala melangkah mendekati kedua gundukan tanah yang terlihat sudah lama.

Terlihat masih banyak rumput liar yang singgah di atas makam itu. Wala jongkok menatap makan kedua orang yang dia sayang. Sayang sekali kedua orang tersayang Wala sudah pergi semenjak sebelas tahun yang lalu tepat setalah Wala berumur tujuh tahun.

Wala mengelus batu nisan yang tertulis nama seseorang yang selalu menjaga dan mengajaknya bermain.

Papa

Nama yang selalu Wala panggil ketika masih hidup. Nama yang selalu Wala sebut ketika di marahi sang Bunda. Wala menatap sedih dua makam kedua orang tuanya ini.

Widio Ningringrat

Nama seseorang yang kini telah meninggalkan seseorang. Sang Papa, sang pedang tajam yang siapa siaga jika seseorang ingin melukainya.

Winda Putriasa

Nama sang Bunda yang selalu menyebut dan selalu memberikan kasih sayang kepada Wala. Tapi sekarang semua itu tidak pernah lagi Wala rasakan.

Perasaannya telah hilang ketika kedua orang tersayangnya telah pergi selamanya.

Wala mengelus makam sang Papa dan Bunda bergantian. Tatapan itu terlihat jelas sangat rapuh dan butuh sandaran.

Setitik Harapan : 365 Hari [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang