22

26 6 0
                                    

Selamat membaca
Tinggalkan jejak
.
.

"Gue dengar-dengar lo bakalan tunangan bentar lagi. Emang benar?" Orang yang di tanya itu mengangguk.

Apa yang temannya ini katakan memang benar. Setelah masa putih abu-abunya selesai, dia ingin meminang kekasihnya itu. Kedua orang tuanya sangat setuju.

"Masih dini loh ini."

"Udah legal juga," jawabnya yang masih asik memainkan game di penda persegi pipih itu.

"Sayang loh, masa baru tamat udah mau nikah aja."

"Ralat, tunangan. Lebih baik nikah dari pada buntingin anak gadis orang."

"Bukan kayak gitu juga kali!"

Cowok itu mengangkat bahu tidak peduli. Lagian dari pada buat kesalah yang ujung-ujung ngerugiin pihak perempuan lebih baik mempersunting langsung.

"Emang perasaan lo udah tepat?"

Pertanyaan barusan berhasil menamparnya. Belakangan ini entah kenapa tidak ada perasaan senang dekat dengan perempuan yang menyandang status sebagai pacarnya ini.

Setiap mereka bertemu cowok itu merasa seperti bertemu dengan orang asing. Sudah berulang kali perasaan aneh ini dia hilangkan, tetap saja tidak bisa.

"Gak tau." Dua kata itu tanpa aba-aba langsung meluncur di bibirnya.

Biarkan lah hatinya yang menentukan nanti, jika perasaan ini semakin aneh alangkah baiknya ia milih mundur. Lagian siapa juga yang mau bertahan di rumah tangga tanpa perasaan.

***

"Wal, muka lo pucat bangat," ujar Nana yang dari tadi memperhatikan wajah temannya ini.

Wala mendongak sambil mengunyah makanan manis. Sekarang mereka berempat menghabiskan waktu luang di sebuah cafe yang dekat dengan sekolah.

"Salah lihat kali lo, Na." Wala mengusir kecurigaan Nana yang tidak pernah mengalihkan tatapannya kearah wajahnya.

Nana cepat menggelengkan tidak setuju dengan jawaban Wala barusan. "Lo sakit ya, Wal?"

Wala tertegun memandang Nana yang kini juga menatap sorot mata Wala dengan serius. Apakah sesulit itu menyembunyikan wajah prihatinnya ini?

"Jangan ngawur lo, Na. Sehat-sehat gini mana ada sakit." Wala memaksakan senyuman lebar.

"Lagian kenapa juga wajah lo pucat bangat."

"Kemarin gue mandi hujan, eh, besoknya malah demam. Asem bangat!" Bohong Nana yang menceritakan sebuah kejadian yang membuat wajahnya terlihat tidak berwarna hari ini.

Nana menghela nafas lega, ternyata haya demam gara-gara mandi hujan. Ia kira ada penyakit yang mematikan.

Wala menunduk menatap cake manis rasa coklat ini, gadis itu tersenyum miris.

"Maafin gue, Na."

"Udah mau habis aja nih? Padahal tinggal bentar aja," seru Zana dibelakang mereka di ikuti langkah kaki Cita.

Setitik Harapan : 365 Hari [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang