sadar diri

7 2 0
                                    

Aku sibuk bet anjay tapi salah satu impian aku bisa namatin cerita ini😞


Happy reading



Ana berjalan ke rumah sakit dengan semangat,caca mengabari nya bahwa kondisi gabriel sudah mulai membaik dan tinggal menunggu sadar saja. Rasa senang menghampiri ana,tak sabar untuk bisa bertemu dengan gabriel lagi, menghabiskan waktu bersama dan tertawa bersama,ana rindu akan hal itu.

"Ian gimana keadaan alen?" Tanya ana ke salah satu teman gabriel yang duduk di depan ruangan.

Ian tersenyum senang,"baik,itu semua karna aurora,dia datang dan kondisi gabriel langsung membaik" ucap ian senang.

Ana terdiam kaku,aurora datang? Pandangan nya teralih menuju kaca yang menampakkan kondisi di dalam,di lihatnya aurora yang tengah memegang tangan gabriel kuat. Ana tersenyum miris,bahkan setelah putus pun mereka masih tetap bersama,ikatan batin mereka kuat dan akan jahat jika ana harus memisahkan mereka.

Ian menatap ke arah ana "dia gadis cantik dan baik. Gabriel bodoh,karna cinta melakukan segala nya padahal mereka tak akan bisa bersama karna terhalang agama" ana menganggukkan kepalanya Ian benar,aurora gadis yang cantik dan baik.

"Lo sama aurora kesayangan gabriel, terkadang gw heran kenapa dia slalu dapat orang baik yang di keseliling nya padahal hidup dia masih di bilang baik" ucap ian mengerutkan keningnya nya heran.

Ana menatap ke arah Ian "Alen kuat,setiap orang mempunyai masalah nya masing-masing dan untuk bertahan sejauh ini pasti ngak mudah" ucap ana.

"Gw yang yatim piatu biasa aja tuh" Celetuk ian,pandangan ana menatap Ian dalam, laki-laki di sampingnya ini sangat  cuek ketika awal mereka bertemu namun di balik sifat itu tersimpan luka yang amat dalam,kata biasa saja sama sekali tak mencerminkan keadaan laki-laki itu "biasa aja atau karna emang ngak mau keliatan sedih?" Ucap ana tersenyum,laki-laki sangat pandai menyembunyikan kesedihannya agar tetap terlihat kuat.

"Setiap manusia pasti memiliki masalah nya sendiri,berat atau pun kecil tetap aja. Tapi setiap masalah yang datang membuat kita menjadi seseorang yang lebih kuat kedepannya,semangat Ian!" Wajah ian teralihkan ke samping,apa yang di katakan ana memang benar tapi sebagai seorang laki-laki malu rasa nya jika harus menangis.

"Makasih" Ucap ian singkat.

~

Ana berjalan masuk ke dalam ruangan gabriel,di tatap nya aurora yang tengah tertidur pulas dengan terus menggenggam tangan gabriel erat, sesak di dada ana semakin menjadi. Air mata yang di tahan ana mulai mengalir,sakit. Ana terlihat jahat karna berusaha mendekati hubungan orang yang saling mencintai,tapi ana sendiri tak bisa membohongi hati nya. Cinta datang begitu saja,jika ana bisa lebih baik perasaan nya hilang begitu saja dari pada harus berada di antara kedua nya. Ana tau betul gabriel datang kepada nya hanya bentuk pelampiasan,tapi bodoh nya ana tak masalah akan hal itu. Lagi-lagi cinta nya terlalu besar untuk gabriel.

"Gw minta maaf,semoga takdir membuat kalian bersama. Dan perasaan gw masih bisa gw atur" Ucap ana lirih,tangan nya terangkat mengelus surai gabriel pelan "bahagia terus ya anak baik,mama pasti bangga punya anak kaya lo. Jangan nyerah,masa depan yang indah sedang menanti kedatangan lo" Ana tersenyum dengan air mata yang masih terus menetes,langkah nya membawa ana untuk keluar dari ruangan itu. Ruangan yang di huni sepasang kekasih yang harus berpisah karna perbedaan.

"Lo suka ya sama gabriel" Pertanyaan yang di layangkan ian membuat langkah ana terhenti.

"Perasaan gw biarkan jadi urusan gw. Permisi" Ana melanjutkan langkah nya yang sempat terhenti,meninggalkan Ian yang menatap ana dengan tatapan yang sulit di artikan.

Ana berjalan dengan lesu,keputusan yang di ambil tidaklah mudah bagi nya. Siapa yang sanggup meninggalkan seseorang yang begitu di cintai nya? Tapi akan lebih sakit bila bersama dengan seseorang yang belum bisa move on dari masa lalu nya.

"Tuhan sakit,tapi lebih sakit lagi jika harus melihat dia bersedih. Kebahagiaan dia adalah salah satu yang hamba harapkan dan kebahagiaan dia ada pada seseorang yang menemani nya sekarang" Ucap ana lirih,tubuh nya sudah tak sanggup menahan beban yang menimpa nya. Soal perasaan ana slalu kalah, bahkan jika bisa memilih ana lebih baik di lukai secara fisik dari pada hati.

"Dek" Panggil seseorang yang begitu ana kenal.

"Abang hati aku sakit" Ucap ana lirih, pandangan nya menunduk bahkan Isak tangis mulai terdengar sekarang.

Kevin menarik ana ke dalam pelukan nya,memberikan ketenangan namun Isak tangis malah semakin terdengar keras "cupcupcup jangan nangis lagi"

"Aku harus ninggalin dia,aku jahat karna ada di antara mereka"

Kevin menggelengkan kepalanya "segala sesuatu yang terjadi udah takdir dan kita hanya menjalankan takdir yang sedang berlangsung. Di jadiin pembelajaran aja ya?" Nasehat kevin,ana hanya mampu menganggukkan kepala nya,tubuh nya terlalu lemas untuk merespon lebih.

"Mau mam es krim? Abang traktir" Ucap Kevin tersenyum manis,semoga dengan ini mood ana akan membaik.

Ana terdiam,tak menjawab apapun "kenapa? Ngak mau ya?" Tanya kevin mengerutkan keningnya.

"Mau,tapi dua" Ucap ana tersenyum menampilkan sederet gigi nya,mata nya yang sembab menatap ke arah kevin tak lupa dengan jari yang menampilkan angka dua.

Kevin mengacak rambut ana pelan,anak kecil ini slalu membuat nya gemas.

Ana menampilkan raut wajah cemberut "Jangan di acak,mending kita let's go beli es krim" Ucap ana semangat.

"Iya iya,ayo jalan" Kevin menarik tangan ana untuk di gandeng nya,syukurlah dia datang di waktu yang tepat jika tidak entah hal bodoh apa yang akan di lakukan ana.

"Kapan wisuda abang?" Tanya ana di sela perjalanan.

"Beberapa hari lagi kan masuk sekolah,jadi nanti anggota osis sama guru bakal bahas itu" Jelas kevin.

"Berarti kemungkinan ngak akan lama lagi ya abang? Nanti kita foto bareng ya buat kenang-kenangan!" Ana sangat bersemangat,pasti akan banyak makanan dan para penjual berada di sekolah nya.

"Iya bawel" Ucap kevin terkekeh geli.

"Mau marah tapi otw di traktir es krim" Ucap ana santai,mood nya kembali membaik karna es krim. Rasa manis dan segar masuk ke dalam mulut menjadi satu membuat ana tak sabar lagi. Ana berlari lebih dulu,meninggalkan Kevin di belakang "ABANG AKU NGAK SABAR,DULUAN YA" Teriak ana agar bisa di dengar.

"Vin sabar vin,masih anak-anak dia" Ucap Kevin lirih menghela nafas panjang.





Terimakasih karna sudah membaca

Alenna EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang