25 | Menanam Duri

7 1 0
                                    

Tidak, aku tidak memaksa kamu tetap ada di dalam cerita hidupku, tapi benarkah kamu memang sejahat itu?

***

Semuanya berawal dari hari itu. Saat Mada memutuskan untuk ikut acara muncak bersama. Jika hari itu Mada tidak ikut, mungkin semua keresahannya saat ini bisa dihindari. Mungkin saat ini Mada akan haha-hihi bersama teman-temannya di kampus, berpusing-pusing ria dengan tugas dan segala macam tetek bengek jurusannya.

Mungkin juga Manu tidak akan terlahir sebagai 'Manu'.

Jay, si ketua salah satu organisasi kampus yang suka dan biasa mendaki, travelling, serta trip ke mana-mana itu, berencana mengajak banyak orang untuk acaranya kali itu. Yang biasanya ia muncak bersama teman-temannya saja, kali itu ia mengajak banyak orang siapa saja yang mau karena tidak akan mendaki gunung yang tinggi. Hanya camp saja di sebuah bukit.

Saat itu Mada sedang bersama Isvara dan dua teman yang lain di kafetaria kampus. Lalu, datanglah Jay dan gerombolannya memberi selebaran kepada mereka.

Awalnya, Mada tidak begitu tertarik, tetapi saat Isvara berkata ingin mencoba, ia jadi mau saja. Mereka berdua bahkan mendaftar bersama.

"Eh, ada cewek yang mau ikut, nih!" seru salah seorang perempuan berambut lurus sebahu dengan poni menyamping serta bando melingkar di atas kepala. Perempuan bernama Halina itu memberi tahu dua teman perempuannya.

"Wah-wah, sini! Gabung sama kita!" seru salah satunya lagi yang rambutnya suka sekali dicepol ke atas. Jocelyn.

Akhirnya, Mada dan Isvara bergabung dengan mereka dengan wajah antusiasnya setelah selesai mendaftar.

"Jarang banget ada cewek yang mau ikut. Banyakan, sih, cowok-cowok. Belum lagi mereka, tuh, agak serem-serem," ucap si perempuan yang paling cantik di antara mereka bertiga, rambut pirang panjang, kulit putih, alis tipis alami, dan bibir merah merona. Dalisay namanya. "Untung ketambah dua orang. Jadi, lumayanlah."

Mada sempat bertanya siapa saja yang biasa camp dan mendaki bersama seperti ini. Kata mereka, hanya lima orang laki-laki yang salah satunya adalah Jay dan tiga perempuan itu. Sepertinya, kali ini akan lebih ramai seperti acara kemah sekolah saja.

Sejak itu, mereka sering bersama. Acara camp akan dilaksanakan sekitar satu bulan lebih lagi. Meskipun begitu, mereka sudah mulai siap-siap dari sebelumnya.

Mereka mengajak Mada dan Isvara gabung ketika ke kafetaria, ke perkumpulan, dan bahkan mereka mengajak Mada ke mall naik mobil mewah milik Dalisay. Isvara pun ikut, tetapi ia sering izin karena tiba-tiba ada masalah di rumahnya.

"Eh, Mada cakep banget, nggak, sih? Gue iri, deh," ucap Halina ketika mereka sedang berada di mall untuk sekadar jalan-jalan sambil mencoba-coba dress cantik.

"Iya!" seru Dalisay menyetujui. "Kok, bisa, ya? Emak lo pasti lebih cakep lagi."

Mada sedikit tersipu meskipun sudah sangat sering mendapat pujian seperti itu. "Dalisay juga nggak kalah cantik, kok."

Mereka tertawa menyetujui. Mada bisa dengan jelas melihat persahabatan mereka sangat erat dan mereka seperti orang tulus. Karena nyatanya ketika memuji Mada pun mereka mengatakannya dengan sungguh-sungguh. Bukan tipe orang-orang yang hanya manis di mulut.

Mereka juga sebaik itu. Awalnya, Mada tidak menyangka bisa berteman dengan orang-orang baik dan tulus seperti mereka. Dalisay sering sekali membelikan Mada baju dan dress cantik, juga mentraktir makanan enak. Barang-barang keperluan yang akan dibawa untuk camp nantinya pun Mada dibelikan oleh Dalisay.

Growing PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang