Selesai beres-beres aku baru sadar ternyata diriku sendiri yang belum beres.
***
Baik Mada maupun Jay, keduanya tidak tahu jika hari itu adalah awal kehancuran keduanya.
Karena paginya ketika Jay mengantar Mada pulang, mereka bertemu Dalisay di depan kos Mada. Di sana, perempuan yang juga sama cantiknya dengan Mada itu tengah bersama dua sahabatnya yang lain. Mereka melihat dengan jelas saat mobil Jay berhenti di depan kos Mada.
Dalisay sangat hancur melihat Jay turun dari mobil, lalu membukakan pintu untuk Mada, melayaninya bak ratu dan senyum manis tidak lepas dari bibirnya.
Hingga ketika sudah benar-benar turun dari mobil, barulah Jay dan Mada sadar ada orang lain di sana. Jay sangat terkejut melihat Dalisay yang sudah berlinang air mata dan wajah kecewa.
Mada tidak mengerti apa-apa. Ia melihat mereka bertiga bahkan hendak memperkenalkan Jay sebagai kekasihnya. Namun, niatnya berakhir saat yang ia lihat adalah aura kekecewaan yang begitu pekat.
"Da ... lo keterlaluan!" seru Halina mewakili Dalisay. "Lo juga Jay!"
Mada baru sadar dan tahu ketika melihat Dalisay yang syok berat dan sedang ditenangkan oleh Jocelyn. Dirinya memang keterlaluan.
Kacau. Benar-benar kacau dan tidak pernah disangka akan begitu akhirnya.
Dalisay merana karena selain semua orang di kampus yang tahu hubungan mereka, keluarganya pun sudah tahu itu. Ia pernah memperkenalkan Jay sebagai kekasihnya kepada keluarga besar. Tinggal dirinya saja yang belum pernah diperkenalkan ke orang tua Jay.
Semua yang sudah ditata serapi itu hancur saat akhirnya Mada tahu bahwa keduanya adalah pasangan. Dan dirinyalah penghancur itu. Rasa malu tidak bisa ia hilangkan bahkan ketika berjalan di kampus, semua orang memandangnya berbeda. Ia tidak berani bertemu dengan dua sahabat Dalisay.
Belum lagi saat ia menyadari apa yang telah mereka perbuat di hotel itu. Mada benar-benar berubah. Setiap hari adalah neraka baginya. Ia tidak lagi bisa tidur nyenyak, makan dengan tenang, dan berpikir rasional. Semua yang ia lakukan selalu terbayang-bayang kejadian itu.
Seminggu kemudian, tidak ada lagi Mada yang ceria. Semuanya berakhir. Senyumnya telah hilang. Secepat itu Mada berubah menjadi sosok yang pendiam, tidak peduli dengan sekitar, murung, dan anti sosial.
Ya, hingga saat itu, saat pertama kali bertemu dengan Manu. Ia sedang putus asa antara benarkah ia seburuk itu? Sedosa itu?
Juga, itulah alasan kenapa ketika bertemu dengan Halina dan Jocelyn di toilet ia selalu bersikap dingin. Ia muak dengan dirinya sendiri. Mereka yang membenci dirinya, biarlah benci karena dirinya sendiri pun sama. Apalagi saat mereka berkata Dalisay depresi dan tidak berani bertemu dengan orang.
Sejak itu pula goresan-goresan selalu tercipta di lengannya dan tertutup rapat oleh kemeja panjang maupun blazer yang ia pakai.
Meskipun begitu, kegiatan camp itu masih tetap berlanjut. Jay dengan tidak tahu dirinya melupakan apa yang telah ia perbuat. Ia menikmati camp yang beranggotakan laki-laki semua itu tanpa tahu jika ada dua hati yang telah ia patahkan sampai trauma dan depresi berat.
***
"Pergi lo. Gue bisa sendiri," ujar Mada membuyarkan lamunan Jay.
Laki-laki itu mendongak, berusaha menangkap ke arah mana bola mata Mada bergulir.
"Gue bakal bertanggung jawab," balas Jay mantap. Ia baru saja melamun panjang, lalu berkata dengan tegas seolah hatinya memang sudah sejelas itu. Padahal yang namanya playboy akan susah diobati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Growing Pain
General FictionSetelah tragedi yang menimpa Manu dan menyebabkan dirinya koma itu, tiba-tiba ia kembali ke masa lalu di mana saat mamanya berusia 19 tahun. Ia bertemu dan menyaksikan secara langsung bagaimana cara mamanya bertahan hidup. Semua rasa sakit, kesedih...