Tidak bisa. Semuanya sudah telanjur terjadi. Aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri.
***
Mada membuka mata. Perutnya terasa perih sekali. Ditambah seluruh badannya terasa capek, pegal, dan sakit. Tenggorokannya juga sangat kering kerontang.
Matanya terbuka lebar, menoleh ke kiri dan melihat jam beker di meja belajarnya. Rekor! Berapa jam ia tertidur tanpa mandi? 21 jam?
Meskipun demikian, kenapa kepalanya masih terasa pusing? Oh, iya, ia lupa tidak makan sejak kemarin pagi padahal hari ini sudah tengah hari lagi. Bahkan, terakhir perutnya terisi adalah kemarin siang saat ia mampir ke warung untuk membeli air mineral.
Perempuan itu beranjak dari kasur menuju meja belajarnya. Ia menenggak air putih di gelas yang berisi setengah itu sampai habis. Lalu, matanya melirik ke kandang kucing. Mereka sedang tertidur, tetapi langsung bangun ketika Mada mendekat.
"Miau!"
"Miau!"
Tenggorokan Mada masih terasa kering. Ia mengambil air dari galon, lalu menuangkannya sedikit ke mangkuk Grey dan Coco. Sisanya ia minum lagi sampai tandas.
Semalaman Mada memikirkan banyak hal, lalu ketiduran akibat dua hari tidak tidur sama sekali. Meskipun begitu, rasanya ia baru tidur sebentar. Masih kurang puas, ia seperti tidak tidur.
Makanan Grey dan Coco sudah habis. Ia belum membeli lagi lantaran uang bulanannya juga habis. Entahlah, bulan ini ia terlalu boros, baik untuk dirinya sendiri, tugas kuliah, keperluan mendadak, ah, sudahlah.
Sebenarnya, apa yang sedang gue lakuin? Bertahan hidup? Ngapain juga?
Kalau dipikir-pikir, Mada tidak begitu mengerti apa motivasinya hidup. Siapa pula yang mengharapkannya di dunia ini? Orang tuanya? Ia jadi bertanya-tanya untuk apa ia masih bertahan sampai saat ini? Tidak ada Mada pun dunia akan tetap berputar seperti biasanya.
Setiap kali ia berpikir untuk menghilang dan melarikan diri, ia merasa ada seseorang lain yang hidup di dalam dirinya. Yang menguatkannya agar tetap hidup karena seseorang lain itu juga ingin hidup.
Mau tidak mau, lewat tengah hari setelah rebahan malas-malasan di kasur, Mada keluar juga. Ada sedikit sisa uang yang cukup untuk membeli makanan Grey dan Coco.
Mada juga baru ingat jika ia mendapat email beberapa hari lalu dari sebuah perusahaan yang dulu ia pernah coba melamar pekerjaan. Sudah beberapa bulan lalu ia melamar di sana, tetapi baru mendapat balasan. Itu pun baru ia buka siang ini. Tentu saja beberapa hari lalu ia tidak minat karena tidak ada gunanya juga ia kerja cari uang. Hidupnya akan berakhir setelah ini.
Namun, ternyata ada Grey dan Coco yang membutuhkan dirinya. Membutuhkannya bekerja mencari uang.
Mada melakukan interview tatap muka keesokan harinya. Tentu saja setelah ia makan dan berusaha terlihat hidup.
Entah apa alasannya, baru interview sebentar, ia langsung diterima dan disuruh bekerja secepatnya. Tentu saja Mada ingin hari itu karena ingin cepat mengalihkan pikiran-pikiran buruk di dalam kepalanya.
Sudah dua hari Mada melewatkan kelas kuliah. Ia rasa ia tidak membutuhkannya lagi. Daripada harus bertemu orang itu yang sudah mulai kembali masuk kuliah. Juga menghindari teman-teman Dalisay.
"Neng Mada belum bayar kos bulan ini, ya," ujar seorang wanita berusia 50-an tahun kepada Mada saat mereka tidak sengaja papasan di jalan sepulang Mada dari kerja.
Tanpa tersenyum, Mada mengangguk begitu saja, lalu pergi. Ya, mungkin ini juga salah satu alasan Mada ingin bekerja.
Setelah semuanya lunas, batinnya. Setelah Grey dan Coco gue balikin ke tempat asalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Growing Pain
General FictionSetelah tragedi yang menimpa Manu dan menyebabkan dirinya koma itu, tiba-tiba ia kembali ke masa lalu di mana saat mamanya berusia 19 tahun. Ia bertemu dan menyaksikan secara langsung bagaimana cara mamanya bertahan hidup. Semua rasa sakit, kesedih...