SELAMAT MEMBACA ❤️
---------------------
"Denganmu, tenang
Tak terfikir dunia ini
Karnamu, tenang
Semua hayal, seakan kenyataan
Berlari-lari di taman mimpiku
Imajinasi tlah menghanyutkanku
Mimpiku sempurna, tak seperti orang biasa."
(Fourtwnty - Aku Tenang)
●○•♡•○●
•• andai saja aku tahu jika mengungkapkan apa yang di rasakan pada orang yang tepat setenang ini, mungkin aku tidak akan memendam segalanya seorang diri ••
"Mas Abi! Mas darimana aja?" Sapta langsung menyambut Mas Abi yang baru saja membuka pintu.
Mas Abi dengan senyuman tenangnya, mengangkat kresek putih yang ia bawa. "Nih, Mas beli martabak dulu! Belum makan kan kalian semua?" tanya Mas Abi.
"Wah ... Mas nih tahu aja kalau aku lagi laper banget," ujar Dika yang mendapat geplakan dari Jantera di bahunya. "Itu mah emang lo nya aja yang tiap gerak, laper! Dik ... Dik," hardik Jantera yang sukses membuat Dika memicingkan matanya tajam.
"Akur dulu bisa, nggak?! Kasian itu Mas Abi capek!" tegur Mas Raga. Tentu saja tidak ada satu pun yang berani melawan.
"Aku ambil piring dulu," kata Kara yang langsung beranjak, lalu berjalan ke arah dapur.
Mas Abi duduk tepat di samping Jantera, yang tengah membantu Sapta mengerjakan tugasnya. Di samping Sapta, ada Dika dan Sena yang sedari tadi sibuk berceloteh. Entah membicarakan apa. Mereka berdua memang seperti memiliki dunianya sendiri jika sudah bersama.
Diam-diam, Mas Abi menatap keenam adiknya satu persatu. Ada perasaan sesak yang memenuhi hati Mas Abi.
Jika saja Mas Abi benar-benar melakukan itu, apakah tawa Dika dan Sena masih bisa terdengar lagi? Bagaimana dengan tatapan Sapta yang penuh binar ketika menyambutnya pulang? Apakah binar itu akan menghilang selama-lamanya?
Bagaimana dengan Jantera yang baru saja menemukan sebuah kehangatan dalam keluarga? Lalu, Kara. Bagaimana anak setegar itu jika harus berkelahi dengan duka yang tiba-tiba? Apa ia masih akan bisa tegar?
Dan juga ... Mas Raga. Bagaimana dengan perasaannya nanti? Ketika orang yang ia anggap segalanya, pergi selama-lamanya.
●○•♡•○●
Meski angin malam berembus dengan dingin, kehangatan ketujuh saudara ini mampu menjadi penghangat dalam setiap keadaan. Dua dus kecil martabak telor yang Mas Abi bawa, mampu menyatukan ketujuh saudara itu dalam kebahagiaan meski dalam kesederhanaan.
"Abang, gimana sekolah kamu?" tanya Mas Abi pada Kara di sela-sela makannya.
"Ya nggak gimana-gimana, Mas," jawab Kara singkat.

KAMU SEDANG MEMBACA
IN THE END ✔
Teen FictionKatanya, rumah itu akan terasa hidup jika di dalamnya lengkap dan hangat. Lalu, bagaimana dengan tujuh bersaudara ini? Abinara Madana, tidak pernah menyangka jika kehidupannya yang pertama kali di dunia ini, ia tak hanya harus menjadi anak sulung. N...