Hari belum berganti, malam itu Jeno dan pasukannya sampai di lapisan dinding kedua—di sebuah rumah tradisional kecil yang selama ini Jeno lihat dari kejauhan bersama Putri Renchin kala mengamati Donghyuck. Rumah Eunji, dayang berumur itu tergopoh-gopoh menuju ke pintu ketika derap kaki kuda memenuhi pekarangannya. Untungnya, hari sudah cukup larut sehingga kedatangan Jeno tidak begitu menarik perhatian.
Jeno tidak membawa Minhyung dan Donghyuck ke Istana, atas permintaan Minhyung dan demi kebaikan Donghyuck—belum saatnya diketahui jika Pangeran kecil masih hidup apalagi dengan kondisi tidak masuk akal saat ini.
"Nona Eunji, panggilkan tabib yang membantu persalinan Pangeran Donghyuck, beritahu sekilas mengenai luka Pangeran kecil dan juga Yang Mulia, persiapkan seluruh obat-obatan dan minta ia datang secepat yang ia bisa. Prajuritku akan mengantarmu. Bergegaslah."
Tabib yang Eunji hubungi seyogianya adalah salah satu tabib Istana yang dipercaya oleh Minha semasa hidupnya, dapat dibilang jika Minha memiliki perasaan pada tabib tersebut namun dedikasinya untuk mengabdi pada Istana jelas tidak memungkinkan bagi keduanya untuk berhubungan, hal itulah yang mendasari kesediaan sang tabib untuk membantu persalinan Pangeran kecil. Tabib tua itu terlihat begitu sibuk dan cekatan, dibantu seorang lainnya yang mungkin merupakan murid atau siapapun itu—keduanya dengan cepat membalut, membebat bahkan menjahit luka robek baik dari tubuh Minhyung ataupun Donghyuck.
Luka yang dimiliki oleh Minhyung jauh lebih parah daripada Donghyuck, Minhyung menggeram menahan nyeri yang menjalar di sekitar luka miliknya—peluh mengucur deras hingga obat penahan nyeri yang diracik oleh sang tabib sedikit banyak mulai bereaksi. Menjelang dini hari barulah tabib selesai mengobati keduanya, Eunji sudah tertidur di samping ranjang Donghyuck dengan Mingrui dalam buaian lengan keriputnya.
"Pangeran Jeno... hamba sudah selesai..."
"Mmm, seperti biasa.. rahasiakan semuanya dan buat pengikutmu itu tutup mulut sepertimu."
"Ba—baik Pangeran..."
"Jelaskan padaku kondisi Yang Mulia.. apa lukanya fatal?"
"Tidak, tusukannya tidak membahayakan nyawa walaupun darahnya keluar cukup banyak.. daya tahan tubuh Yang Mulia juga sangat kuat—masa terburuknya sudah terlewati. Yang Mulia harus beristirahat dari pertempuran setidaknya dua hingga tiga minggu agar lukanya benar-benar mengering. Hamba akan membuatkan obat racik penahan nyeri dan juga menambahkan rendaman akar ginseng guna mempercepat regenerasi tubuhnya..."
Jeno mengangguk-angguk, kedua tangannya dilipat di dada dengan tubuh menyandar di dinding. Sekali lagi Jeno menoleh pada sang tabib yang terus menunduk.
"Pangeran kecil.. dia—bagaimana?"
"Ah.. itu.."
"Katakan saja..."
"Tubuh Pangeran kecil sejak dahulu memang tidak sekuat Pangeran pertama dan kedua, ditambah kondisinya saat ini serta tekanan yang ia hadapi membuat daya tahan tubuhnya merosot begitu saja. Luka di punggungnya tidak terlalu dalam .. jika semuanya membaik mungkin Pangeran Donghyuck akan segera sadarkan diri. Dia mungkin akan mengalami sedikit demam karena... uh.."
Tabib itu tampak sedikit ragu untuk menyampaikan yang satu ini, namun ia harus.
"Sekilas ketika hamba memeriksa Pangeran Donghyuck, dadanya terasa begitu keras dan memerah... sepertinya, Pangeran Donghyuck—masih menyusui bayinya.. dan .. dan dadanya penuh.. jika Pangeran terserang demam, mohon bangunkan dayang Eunji untuk membantu Pangeran mengosongkan dadanya.. atau jika memungkinkan membuat Mingrui untuk menyusu.."
Jeno mendesah, apa yang baru saja didengarnya itu? Pangeran kecil keturunan Lee ini memang sungguh spesial, setelah mengandung ia pun dapat menyusui bayinya? Jeno mengusak wajahnya kasar sebelum mengangguk pada sang tabib yang telah mengundurkan diri dari hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KINGDOM [END]
Historical FictionPangeran kecil Lee Donghyuck, putra ketiga dari Selir pertama sang Raja Dinasti Joseon begitu menyukai putra dari Petinggi Jung, Jung Minhyung. "Kuberikan giok ini untukmu, Minhyung.. di kunjungan berikutnya, kau yang harus memberiku hadiah." Sebua...