"Ah telingaku..."
"Putri Renchin, apa yang kau lakukan berada di depan ruangan Pangeran kecil begitu awal?"
"O—oh, tidak... hanya ingin berkunjung dan mengajaknya berbincang, namun sepertinya aku harus mengurungkan niatku itu.."
Putri Renchin menundukkan kepalanya dan Minha mengangguk kecil, pasalnya Minha juga dapat mendengar—suara erangan dan juga lenguhan yang sumbernya berasal dari ruangan sang Pangeran kecil, Minha membawa nampan berisi sarapan pagi sebenarnya, namun sama seperti Putri Renchin—tampaknya ia harus mengurungkannya. Putri Renchin menggaruk belakang lehernya sendiri, masih berhadapan dengan Minha yang juga terlihat merengut dan memegang nampannya erat.
"Bagaimana jika kita menyingkir dari sini?"
"Kau benar, Nona Minha.."
"Ke kamarmu saja jika tidak keberatan, Putri Renchin? Kau pasti belum menyantap apapun bukan? Aku berniat membawakan sarapan untukmu setelah mengantar milik Pangeran Donghyuck, namun karena tampaknya Pangeran sedang sedikit ngg,, sibuk... jadi ini untukmu terlebih dahulu saja.."
Minha berdiri di dekat pintu sedangkan Putri Renchin mulai memakan sarapannya. Suara dentingan sendok terdengar—tidak sopan—namun Minha dapat melihat jika Putri Renchin seakan memikirkan sesuatu.
"Ada yang mengganggu pikiranmu, Putri?"
"Hhh.. Nona Minha, itu.. aku rasanya belum terbiasa saja dengan apa yang barusan kudengar.. astaga, demi Dewa aku jadi membayangkannya! Awas saja jika tirani keji itu menyakiti Pangeran kecil!"
Minha tidak menjawab apapun, memang bukan ranahnya juga untuk memberikan jawaban. Hanya saja, Minha sendiri sepaham dengan ucapan Putri Renchin. Yang baru saja mereka dengar tadi... memang terasa tidak biasa, membayangkan Pangeran kecil berhubungan seintim itu dengan seorang pria rasanya memang sangat... entahlah Minha sendiri bingung untuk mendeskripsikannya. Apalagi dengan kenyataan jika sang Pangeran tengah mengandung.
"Nona Minha.. Putra Mahkota Mingyu... eng, bagaimana kondisinya? Terakhir kulihat Putra Mahkota tidak sadarkan diri selepas eksekusi Ratu Bae..."
"Dari apa yang kudengar dari dayang di dapur, Pangeran Mingyu saat ini berada di salah satu kamar. Masih terluka tentu saja..."
"Kau berada di pihak mana, Nona Minha? Keluarga Lee yang telah kau layani seumur hidupmu atau keluarga Jeong?"
"Kau sendiri?"
"Aku tidak memiliki hak untuk memilih, faktanya Ayahku salah satu penyebab kekacauan ini.."
"Pangeran Donghyuck."
"Ya?"
"Aku berada di pihak Pangeran Donghyuck. Hanya itu yang dapat kukatakan, Putri."
---
Entah sudah berapa butir pil yang dimuntahkan oleh Mingyu dan hanya berura-pura seolah menelan obat tersebut. Mingyu hanya berharap makanan yang diberikan padanya tidaklah diberikan racun. Ketika kamarnya sudah kosong, diam-diam Mingyu mengambil sesuatu dari celah kain yang melilit di pinggangnya. Sebutir pil lainnya namun warnanya berbeda, yang ini berwarna hijau pekat.
Mingyu meringis, rasa pahit menguar begitu saja di mulutnya. Pil yang lumer karena suhu dari salivanya ditelan oleh Mingyu dengan susah payah, tanpa bantuan air. Lengan Mingyu terkepal namun dalam hati sedikit bersyukur karena perlahan lukanya mulai menunjukkan perubahan ke arah yang lebih baik.
"Para gabsa sialan... "
Dayang yang membawakan Mingyu obat selalu diiringi oleh seorang prajurit lainnya guna memastikan jika Mingyu menelan obat dan juga antisipasi jika Mingyu melakukan perlawanan, bagaimanapun kemampuan Mingyu sangatlah mumpuni. Hari itu, selepas dayang meninggalkan kamar Mingyu, Mingyu merasa sedikit janggal karena mendapati prajurit yang menemani sang dayang tidak kunjung keluar namun sebaliknya, mendekat dan kemudian berlutut dengan salah satu kaki ditekuk dan kedua tangan di dada.

KAMU SEDANG MEMBACA
KINGDOM [END]
Historical FictionPangeran kecil Lee Donghyuck, yang dilahirkan oleh Selir pertama sang Raja Dinasti Joseon begitu menyukai putra dari Petinggi Jung, Jung Minhyung. "Kuberikan giok ini untukmu, Minhyung.. di kunjungan berikutnya, kau yang harus memberiku hadiah." Se...