Istana Kerajaan bagian Utara malam ini diguyur hujan yang begitu lebat dan lepas dari penjagaan prajurit, tidak ada satupun pengawal ataupun dayang-dayang yang biasanya berjaga dan berkeliling. Titah Minhyung untuk mengosongkan daerah sekitar ruangan milik Pangeran kecil sungguh dipatuhi. Dinding kamar pribadi Pangeran kecil tidaklah kedap suara, dimaksudkan agar jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, suaranya akan terdengar oleh dayang ataupun pengawal—meminimalisir hal-hal buruk lebih tepatnya.
Katakanlah Minhyung serakah, dirinya tidak ingin seorangpun mendengar suara mendayu dari lenguhan yang sudah Minhyung terka akan meluncur dari bibir hati milik teman kecilnya itu. Minhyung ingin mendengarnya untuk dirinya sendiri.
Sayangnya, sebagai sosok orang dewasa—nyaris bagaikan pengganti dari sang Ayah—Taeyong tentu sedikit banyak benar-benar memantau apa yang dilakukan oleh Minhyung. Seperti saat ini, Taeyong entah beberapa kali memejamkan mata dan menghela nafas beratnya ketika suara-suara laknat penuh gairah mengusik telinganya. Bahkan Taeyong tidak menyadari jika malam semakin larut hingga desahan demi desahan tidak lagi terdengar.
Taeyong menatap dengan seksama pada pintu masuk ruangan pribadi milik Pangeran Donghyuck, beberapa saat menjadi gabsa yang mendampingi sang Pangeran kecil, memberi sedikit gambaran pada Taeyong bahwa sesungguhnya Pangeran kecil itu memiliki sifat yang polos dan tidaklah penuh akan intrik. Lagipula, mungkin hanya Pangeran Donghyucklah satu-satunya yang begitu mendambakan hidup seperti rakyat jelata dan terbebas dari Istana yang menurutnya mengekang.
Taeyong melangkah tanpa suara, membuka pintu dengan begitu perlahan agar tidak mengusik pemilik suara penuh hasrat tadi. Taeyong melihatnya, Minhyung yang hanya mengenakan jubahnya asal—jelas tidak berniat untuk sekedar menalikan jubahnya—, duduk bersandar di ranjang. Netra Taeyong beralih, menuju Pangeran Donghyuck yang tubuhnya tertutupi oleh selimut, namun sedikit bagian bahunya terlihat menyembul menampakkan kulit tan yang kini kemerahan. Pangeran Donghyuck berbaring di paha Minhyung, nyaris seperti tertidur tapi Taeyong dapat menerka jika sang Pangeran tidak sadarkan diri. Sebelah lengan Minhyung berada di puncak kepala Donghyuck, mengusap helai demi helai surainya dengan lembut. Sebelah lengannya lagi berada di punggung Donghyuck yang tertutup selimut tebal, sesekali menepuk-nepuk punggung sempit tersebut.
Bahkan mungkin Minhyung tidak menyadari kehadiran Taeyong karena fokus dan atensi Minhyung sepenuhnya berpusat pada sosok tubuh mungil yang kini berada dalam genggamannya.
"Jangan jatuh cinta padanya, Jung Minhyung. Kau tahu dengan jelas tujuanmu datang ke Istana ini."
Gerak usapan jemari Minhyung di surai Donghyuck terhenti di udara, sedikit menyesali tindakannya tidak mengunci pintu. Minhyung menarik nafas panjang sebelum kembali mengusap surai Donghyuck yang tampak tidak terganggu sama sekali.
"Dia urusanku."
"Namun kau adalah urusanku! Aku tidak mengurusmu untuk hal-hal remeh seperti ini! Fokus terlebih dahulu pada masalah yang ada di depanmu! Ingatlah jika dia juga tidak berusaha untuk membersihkan namamu dari tuduhan pencurian giok."
"Aku tahu, samchon. Mungkin... aku akan mengecualikan yang satu ini.. aku tidak tahu, lihat saja nanti..."
Taeyong menggeleng kasar sebelum meninggalkan ruangan yang begitu berantakan, sungguh tidak paham darimana asalnya pemikiran bejat Minhyung. Selama belasan tahun bersama, yang Taeyong perhatikan hanyalah perkembangan fisik dan juga ilmu bela diri Minhyung, ditambah pengetahuan akan Istana yang terdapat dalam kitab milik keluarga Jeong. Rasa-rasanya, Minhyung bukanlah seseorang yang sanggup melakukan hal tidak senonoh macam ini, semenarik apapun orangnya. Bahkan pemikiran untuk meniduri dan menghamili adalah hal terakhir yang ada dalam otak Taeyong dari semua yang Minhyung dapat lakukan.

KAMU SEDANG MEMBACA
KINGDOM [END]
HistorycznePangeran kecil Lee Donghyuck, yang dilahirkan oleh Selir pertama sang Raja Dinasti Joseon begitu menyukai putra dari Petinggi Jung, Jung Minhyung. "Kuberikan giok ini untukmu, Minhyung.. di kunjungan berikutnya, kau yang harus memberiku hadiah." Se...