Majesty

2.9K 349 36
                                    

Pertemuan para Petinggi dengan Minhyung tidak berlangsung dengan baik, Minhyung hanya sendiri karena Jeno entah berada dimana-sedang bersama Putri Renchin mengamati Donghyuck-. Faktanya hanya beberapa Petinggi yang benar-benar berada di pihak Minhyung, salah satunya Petinggi Kim dan Petinggi Huang. Entah mengapa Petinggi Huang seakan membela dan berdiri di sisi Minhyung.

"Yang Mulia, pihak kami hanya ingin memastikan mengenai tanggal baik yang mungkin akan menjadi tanggal pernikahan Yang Mulia dengan Putri Yura.. mungkin lebih cepat itu semakin baik.. seperti yang dengar jika fraksi kanan sedang mengadakan mogok untuk menambang di daerah kami. Upeti yang terlalu besar begitu membebani rakyat kami..."

"Bukankah upeti sudah dikikis sesuai dengan pemasukan yang didapatkan setiap tiga bulan sekali? Bagian mana yang membuat upeti menjadi beban kalian??"

Petinggi Huang yang membuka suara untuk menyanggah ucapan dari Petinggi Yoon, Minhyung sendiri masih belum mengangkat suara dan berusaha mengendalikan diri. Masalahnya sejak tadi pembahasan hanya berputar-putar mengenai putri dari Petinggi Yoon yang juga berada di Istana dan mengikuti jalannya pertemuan. Minhyung melirik sekilas pada Putri Yura-cantik layaknya seorang putri lainnya, dengan hanbok peach dan hiasan rambut yang tidak kalah serasi. Ah, melihat pita rambut membuat Minhyung mengingat Donghyuck, sedang apa Donghyuck saat ini?

"Upeti selama tiga bulan sekali sangat membebani para penambang, mungkin Petinggi Huang tidak mengetahui kondisi lapangan di daerah kami.."

"Lalu-"

"Jadi maumu aku menikahi putrimu dan membebaskan seluruh tanggungan upeti yang seharusnya kau berikan pada Raja-mu ini, apakah itu keinginanmu Petinggi Yoon? Oh, mungkin Petinggi Shin dan Petinggi Choi juga berpikiran hal yang sama? Kalian berada di fraksi yang sama, fraksi kanan yang kudengar akan melakukan pemberontakan pada masa pemerintahanku..."

Minhyung berucap tenang namun menuai respon kejut bagi Petinggi Yoon.

"Yang Mulia, bu-kan..."

"Dan kau begitu lancang berani menyela ucapanku, Petinggi Yoon. Kau pikir kau itu siapa? Berani mengaturku begitu saja? Aku tahu para bawahanmu yang telah menyebarkan isu mengenai pernikahanku dengan putrimu yang bahkan aku tidak tertarik sama sekali.. kau mendesakku? Benar?"

Petinggi Yoon bungkam, bahkan Putri Yura yang sejak tadi begitu berani menegapkan kepala dan memandangi Minhyung terus menerus mulai tertunduk ketika Minhyung bicara dan suaranya menggema dalam ruang Utama Istana. Petinggi Yoon diam-diam melirik pada Petinggi Choi yang sama terkejutnya. Rasanya beberapa bulan terakhir Raja Minhyung muda itu terlihat masih banyak diam pasca kepergian Taeyong dan tidak membantah apapun yang mereka ucapkan di pertemuan-pertemuan sebelumnya hingga ketika tercetus keinginan mengenai pernikahan.

"Permohonan maaf kami, Yang Mulia.. namun, dalam pertemuan sebelumnya Yang Mulia tidak terlihat keberatan dan hanya diam ketika rencana pernikahan dibahas, sehingga membuat kami berpikir jika Yang Mulia..se-"

"Setuju? Kalian berpikir dengan diam berarti aku setuju? Bukankah itu dapat kulemparkan kembali pada kalian? Kalian seakan berada di pihakku namun bukankah kenyataannya tidak? Diam-diam merencanakan sesuatu yang tidak aku ketahui..."

Petinggi Choi terhenyak, bagaimana bisa Raja muda itu mengetahui jika pihak mereka memang merencanakan sesuatu? Minhyung berdiri, bangkit dari singgasana yang selama ini menjadi tujuan utama pembalasan dendamnya. Berjalan mendekat diiringi oleh Petinggi Kim yang berada di kanannya, menuju para Petinggi yang berusaha mengendalikan Minhyung sebagai Raja. Minhyung berhenti di depan Petinggi Yoon, sedangkan ketiga Petinggi tadi tidak berani bertatapan langsung dengan Minhyung. Minhyung memang masih muda, tanpa pengalaman memerintah namun sisi lain Minhyung juga tidak dapat diremehkan. Hanya karena Taeyong sudah tiada, berani sekali menonjolkan diri seakan dapat mengatur apa yang harus Raja lakukan.

KINGDOM [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang